PUNCAK KEHILANGAN

37 12 6
                                    

"Bang Mian?" lirih nya dalam hati ketika membaca pesan dari Liona.

Tak bisa berkutik tubuh nya diam membeku seketika kepalanya berkeringatan tak tau harus seperti apa. Dengan cepat ia sadar dari lamunannya, segera bergerak menuju lokasi kecelakaan. Bersih meninggalkan tanda kecelakaan yang sangat parah menyisahkam percikan darah yang tak sempat di basuh oleh pasir. Ia terdiam, melihat suasana yang semakin ramai, sambil menamyakan kronologi dari kecelakaan ini.

Helem itu juga tak selamat. Sudah dipastikan bagaimana keadaan Damian saat ini. Tak berani Raka memegang helem itu rasanya dunia berhenti sejenak, mengulang memori saat ia juga mengalami kecelakaan dengan Nuggrah. Takut, Sakit, dan Cemas mengrajai perasaan di kepalanya "Kenapa?, kenapa semua pergi tanpa pamit," tak ingat bagaimana saat itu ia bertahan hidup.

Kemudian ia mencoba tenang berharap hal baik datang mencairkan suasana. Ia pergi kerumah sakit yang sudah di berikan oleh Liona. Melintasi jalan raya dengan kecepatan yang tak waras, tak peduli apa yang akan terjadi saat itu Raka terus menggas kencang motornya menuju Rumah sakit. Bangunan besar, tempat manusia bertahan antara hidup dan mati, berwangi alat medis, dan dipenuhi obat‐obatan–Rumah sakit.

Memasuki Rumah sakit itu dan mencari informasi tentang kecelakaan yang telah terjadi tadi pagi. Keringat dingin mulai membasahai sluruh tubuh Raka. Tidak menunggu lama, akhirnya ia dapat menemukan di mana ruangan tempat Menampung Damian. Ruangan itu di isi oleh anak gadis dan ayah nya, yaitu Liona dan Chandra. Mata sinis Chandra menatap Raka dengan tajam, sementara Liona menatap sendu Raka dengan dalam

"Dari mana aja?, kenapa lama sekali datang," tanya chandra dengan nada yang sedikit keras

"Kamu bahakan tidak perduli saat adik mu mengabari tentang keberadaan Damian dan Laxia!, yang ada di otak kamu cuma main terus!" Sahut Chandra sekalilagi. Padahal dari awal, Raka sudah merespon chat dari Liona kenapa masih saja di permasalahkan?

Raka hampir tak sadarkan diri melihat Damian dan Laxia sudah tidak bernyawa lagi dan sudah di tutupi dengan kain putih yang menelan semua selunjur tubuh abang dan bundanya itu. Rasa sesak berdebar di dadanya di tamba ocehan Chandra–ayah yang masih saja tak tau tempat dan keadaan untuk memarahi dirinya, lagi lagi tangisan Liona yang sangat merusak perasaan Raka di ruangan itu.

"Cukup yah!, Raka tau ayah ga suka sama Raka, ayah benci sama Raka dan ayah benci Bunda, bang Damian, bahkan bang Nuggrah! Tapi di saat yang tak memungkinkan ini ayah ga pantes untuk marah marah yah! Semua sakit ga ayah aja yang ngerasa sakit sendiri Raka juga selama ini mendam sakit itu sendiri yah, Raka tau ayah pilih kasih sama Raka semenjak Liona dan bunda Viona datang kerumah. Tapi Raka juga anak ayah, Raka masih butuh kasih sayang seorang ayah," kini Raka berani membuka suara juga. Bergetarnya suara Raka, dapat di dengar oleh Chandra dan Liona.

Pipi raka panas dan merah. Tamparan keras Chandra menghampiri pipi Raka dengan seketika. "Berani kamu senggak saya! Kamu cuma anak kecil yang bodoh tidak mengerti apa-apa jadi jangan banyak cakap. Kamu tidak tau perasaan saya, kamu jangan asal ngomong! Saya pilih kasih karena memang kamu anak yang bodoh, BODOH! jelas kan? Saya juga tidak perduli atas kematian Nuggrah, Damian dan Laxia. Jadi kamu jangan mencoba mencari kesalahan saya!" Hati raka sangat sakit saat mendengar semua perkataan ayahnya itu Ia tak menyangka kalo kata-kata itu akan keluar menyemprot dirinya yang sedang menahan air mata sedari tadi.

"Liona mari kita pulang. Saya tidak mau lama lama di sini" ajak chandra pada Liona yang sedang menangis.

"Jangan sentuh Aku! aku ga mau punya ayah jahat kaya kamu, aku lebih baik pergi dari rumah, daripada bertahan sama orang kaya kamu!" Kini Liona membalas Chandra dengan amarah yang tak di sangkah akan keluar. Ia memang tak suka melihat perilaku Chandra yang sedari awal memarahi Raka–abangnya di saat tidak ada salah.

"Kamu jahat sama bang Raka, kamu jahat sama bang Damian dan kamu juga jahat sama bunda Laxia! Penghianat" emosi Chandra semakin memuncak ketika mendengar kata "PENGHIANAT"

"Dasar anak tidak tau diri!" Saat hendak melayangkan pukulan ke Liona, Raka langsung menepas tangan Chandra dengan kuat

"Jangan pernah sentuh adek gue! Hama kaya lo ga pantes nyentuh dia" disisi lain, Liona terlihat bingung kenapa Raka membelanya? Bukankah dia ingin Liona di marahi dan di pukul oleh ayah?

Raka pun melepaskan tangan Chandra dan menyuruh nya pergi "mending lo pergi dari sini dan jangan balik lagi! Sudah cukup semua luka yang lo berikan pada gue dan abang-abang gue! Jangan sampai sifat busuk lo menyentuh adek gue"

"Kalian anak tidak tahu diri! Ingat ini jangan sampai kalian menyesal atas perbuatan kalian saya pastikan kalian akan hidup susah dikemudian hari"

"Gue ga perduliiii!, lo pergi dari hadapan gue dan abang gue sekarang CEPAT!" teriak Liona berhasil mengundang perawat datang ke ruangan itu dengan tiba-tiba

"Selamat soreh bapa dan adik, ada apa ini? Kenapa dari luar seperti ada kekacauan ya, ini rumah sakit tidak seharusnya berperilaku seperti itu bapa dan adik. Terus ini kondisi mayat nya mau digimanain?" Sahut dan tanya perawat itu, sambil menanyakan proses pemakaman Damian dan Laxia.

"Maaf mbak, keputusan ada di tangan saya. Zenajah abang dan bunda saya segera di bersikan ya mbak" jawab Raka dengan airmata yang masih deras membasahi pipi.

"Baik saya akan segera membersikannya. Bapak dan adek boleh keluar dulu ya sebentar"

"Baik mbak,"

Diluar, Chandra memilih untuk pergi dan tak lagi menampakan wujudnya di sisi mereka. Semua mulai pergi pelan-pelan tanpa berpamitan seperti maling yang datang tanpa aba-aba dan pergi tanpa permisi.

"Semua udah pergi, lo lihat Liona? Lo lihat! Ini semua salah gue, salah gue! Kenapa isi kepala ini susah buat nerima keadaan lo dan bunda lo?" pembukaan Raka membuat Liona diam menangis.

"Abang ga salah, abang hanya butuh waktu untuk mempeebaiki semuanya bang,"

"Maaf, Dek...." lirih Raka sembari memeluk Liona. Dengan suara serak karena tangis, Raka melanjutkan, "Maafin Abang. Maafin Abang yang gagal jadi kakak ini, Dek."

"Abang nggak gagal. Semua cuma butuh waktu. Liona ngerti sulitnya jadi Abang. Maaf, gara-gara Liona, tambah banyak beban dalam hidup Abang," sahut Liona menenggelamkan wajahnya pada bahu Raka.

Di dalam hatinya, Liona mengucap syukur berkali-kali atas kalimat yang barusan Raka lontarkan padanya. Ia semakin menangis tersedu saat Raka membalas dekapannya. Sekali lagi, Raka Putra Chandra Rehandra membalas dekapannya dengan sangat erat. Liona bahagia luar biasa mendapat perlakuan tersebut dari abang yang selama ini suka membentak dan memakinya.

Sehari sebelum Damian kecelakaan pun, Damian sempat mengucapkan kata maaf kepada Liona, "Dek, suatusaat nanti jikalau Abang sudah tidak ada, dan Abang belum sempat menerima kamu di dalam keluarga ini, mungkin inilag waktunya. Abang sayang banget sama kamu, maaf... Abang suka ngebentak-bentak kamu ya dek, sudah berapa banyak luka yang Abang buat bagimu. Maafin bang Raka juga ya"

Liona semakin nangis di pelukan Raka saat mengingat perkataan Damian sebelum pergi meminggal kan semuanya disini.

"Makasih, Abang. Makasih banyak udah izinin Liona ngerasaain pelukan seorang kakak."

Untuk pertama kalinya, mereka berdua larut dalam dekapan satu sama lain. Hal itu membuat Liona begitu bersyukur. Karena dengan begitu, ia merasa dihargai dan dianggap ada oleh abangnya itu.

"Maaf...maaf, Abang udah banyan jahatin Adek," lirih Raka. Perlahan ia tertidur dalam dekapan sang adik.

ExorcistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang