-----oOo-----
Saddam baru teringat jika belum memeriksa pemberian dari Rara tempo hari. Sudah beberapa hari berlalu, tapi lelaki itu tak kunjung membuka kotak pemberian Rara. Ia biarkan tergeletak dalam laci nakasnya. Saddam tak tahu apa isinya, harap-harap bukan makanan. Karena jika itu makanan, sudah dipastikan akan basi karena sudah berhari-hari berada dalam laci.Merasa tak enak karena sudah melupakan barang pemberian dari Rara, tangan Saddam akhirnya mulai terulur meraih kotak di dalam laci itu.
Saat kotak itu sudah terbuka, netranya mendapati sebuah gembok berbentuk hati berukuran kecil berwarna merah muda dengan secarik kertas di bawahnya. Hanya itu saja. Gembok tanpa kunci. Saat tangannya mencari apakah ada barang lainnya, tetapi memang betulan tak ada. Hanya gembok merah muda dan secarik kertas. Itu saja.
Perlahan, ia baca tulisan yang tergores di kertas itu.
Maaf jika lancang.
Maaf jika tak tahu malu.
Aku hanya ingin memberi sesuatu.
Sebuah gembok berbentuk hati.
Aku menyebutnya gembok cinta.
Kenapa gembok?
Karena ibaratnya gembok ini adalah hati kamu.
Dan kenapa masih terkunci dengan baik?
Karena hati kamu masih belum terbuka untuk siapapun, terutama untukku.
Kenapa hanya ada gembok tanpa kunci?
Karena kuncinya hanya ada padaku.
Aku hanya bisa menunggu sampai kamu memperbolehkan gembok itu terbuka oleh kunciku.
Sama seperti kamu membuka hatimu untukku.
Suatu saat nanti.
Yang tak tahu kapan pastinya.
Yang jelas, aku akan setia menunggu.
Jaga baik-baik gembok itu ya.
Sama seperti aku menjaga kuncinya.
- Inisial R.Helaan napas keluar begitu saja dari hidung Saddam. Otaknya masih memproses apa yang baru saja ia baca tadi. Sebuah surat cinta? Atau anak itu hanya ingin ikut kontes puisi saja? Entahlah, Saddam bingung.
Apakah inisial R itu benar-benar Rara? Jika memang benar, kenapa tidak bicara secara langsung saja. Meskipun begitu, Saddam yakin seratus persen jika itu memang surat dari Rara. Karena kemarin gadis itu mengaku seperti itu. Tapi, ia masih dibuat terkejut saat tahu jika Rara benar-benar menyukainya. Selama ini ia hanya menganggap semuanya hanya gurauan saja. Saddam tak pernah menanggapi serius setiap ucapan Rara.
“Bukannya ini kebalik ya? Kalo di film-film kan cowok yang nyatain duluan. Ini kok cewek yang duluan? Secara ugal-ugalan lagi. Bingung, gue,” ujarnya dengan dirinya sendiri sambil terus memandangi surat itu.
Tak ingin membuat dirinya sendiri semakin bingung, Saddam kembali memasukkan surat itu ke dalam kotak dan mengembalikannya lagi ke dalam laci nakasnya. Berusaha melupakan meskipun jelas saja akan terasa sulit mengingat mereka akan selalu bertemu karena satu kampus. Terlebih gadis itu adalah anak dari pemilik kost yang ia tempati selama ini.
Kakinya mulai beranjak menuju ruang tamu. Saddam mendaratkan pantatnya di atas sofa. Tangannya berusaha sibuk dengan ponsel. Jangan tanyakan kenapa. Ia hanya ingin menghilangkan bayang-bayang tentang Inisial R tadi. Belum semenit ia duduk di sana, Panji sudah datang dan mengusiknya.
“Bang, kayaknya panas-panas gini enaknya minum yang dingin-dingin nggak sih?” celetuk Panji.
“Terus?” tanya Saddam.
“Beli minuman yuk, di kulkas cuman ada air,” ujarnya yang berhasil membuat Saddam menatapnya.
“Itu kan ada air di dalam kulkas. Sama aja kan, seger,” sahut Saddam. Tapi Panji malah cemberut.
“Kurang seger, Bang. Enakan es. Es doger kek, Es buah kek, Es teh kek, apapun lah. Yang berasa gitu, beliin dong,” ujar Panji.
Kali ini helaan napas Saddam terdengar lebih berat dari sebelumnya. Entah perbuatan keji seperti apa yang sudah ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai bisa disuruh-suruh oleh bocil curut ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALA-BALA GANG
General FictionIni bukan cerita tentang para geng motor yang menakutkan dan mengintimidasi banyak orang. Bukan juga tentang bagaimana tepung terigu, wortel, kubis, kecambah yang bersatu menghasilkan Bala-bala yang nikmat. Bukan! Ini hanya kisah tentang tujuh lela...