15. Gara-gara Rambutan

164 26 28
                                    

-----oOo-----


Panji adalah penghuni Kost Nusantara yang paling banyak makan di antara lainnya. Remaja di umur-umur segitu memang sedang dalam proses pertumbuhan. Maka dari itu, jangan tanyakan kenapa tubuhnya bisa jadi yang paling bongsor dari Abang-abangnya di Kost Nusantara. Karena memang apa saja dimakan olehnya hingga tubuhnya bertumbuh dengan pesat.

Nanang adalah donatur utama dalam urusan perut Panji. Yang kedua adalah Saddam. Jika Panji lapar, yang lain pasti langsung bergerak cepat agar anak itu tak merasakan kelaparan. Sama seperti saat ini. Beberapa menit yang lalu, Panji merengek karena perutnya terus saja berbunyi. Tapi sayangnya di kulkas tidak ada bahan yang layak untuk dimasak. Itu sebabnya Panji dan Saddam memilih untuk pergi ke minimarket terdekat. Mereka tak membawa kendaraan, karena memang jarak dari rumah ke minimarket terbilang dekat jika harus ditempuh dengan berjalan kaki saja.

Kini mereka berdua sudah kembali dari minimarket. Di tangan kirinya masing-masing menenteng kantong kresek putih. Sedangkan tangan kanan Panji memegang es krim paddle pop rainbow. Belum juga sampai di rumah, tapi lelaki itu sudah menyantap es krim kesukaannya itu.

Kaki mereka sampai di depan rumah Pak Surya, Ayahnya Yasmin. Awalnya Saddam tak menyadari jika mereka sudah sampai di depan rumah Yasmin. Hingga saat mata lelaki itu menatap ke arah sandalnya, netranya dipertemukan dengan banyaknya buah rambutan yang berjatuhan. Dengan begitu saja Saddam langsung sadar jika mereka sudah sampai di depan rumah Pak Surya. Karena di sekitaran komplek, hanya Pak Surya saja yang menanam pohon rambutan di depan rumahnya.

Kepala Saddam langsung mendongak. Matanya berbinar. Bibirnya tersenyum. Sekelebat ide konyol tiba-tiba saja muncul di kepalanya.

"Ji. Kita lagi dimana ini, Ji?" Saddam masih mendongak menatap pohon rambutan yang buahnya sangat melimpah itu.

Panji terpaku. Seketika tubuhnya melemas.

"Kita lagi di neraka, Bang."

"Hust! Kita lagi di surga ini. Noh lihat." Saddam menggedikkan dagunya ke atas pohon.

"MasyaAllah tabarakallah. Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan." Saddam bergeleng takjub.

Panji pun mengikuti arah pandang Saddam. Matanya menyipit karena terik matahari lumayan menusuk mata.

"Apaan, Bang? Tupai?"

Saddan memicing ke arah lelaki itu sambil berdecak sebal, "Tuh liat rambutannya gede-gede."

"Ya terus kenapa?"

Mata Saddam menatap intens ke arah Panji. Kali ini dengan senyuman miring yang teramat seram bagi Panji. Jika dilihat-lihat, Saddam malah terlihat seperti om-om yang hendak mencuri seorang gadis. Dengan begitu saja, perasaan Panji sudah dibuat tak enak.

"Kenapa, Bang? Jangan aneh-aneh, pliss. Pak Surya galak." Panji takut sendiri.

"Gue lagi pengen makan rambutan." Lelaki itu tersenyum lagi. Entah karena Panji terlalu sering menonton film thriller atau bagaimana. Yang jelas senyuman Saddam benar-benar terlihat seperti psikopat di matanya saat ini.

"Lo mau nyolong, Bang?" Panji berbisik saat baru menyadari apa yang dimaksud oleh Saddam.

Sekali lagi Saddam tersenyum, "Bukan nyolong. Tapi minta. Tadi gue udah izin sama yang punya."

"Izin sama Pak Surya?" tanya Panji.

Namun Saddam menggeleng, "Bukan. Tapi izin sama Tuhan, karena semua hanyalah titipan Tuhan."

Panji berdecak sebal. Saat ini bukan waktunya untuk bercanda. Ia betulan takut jika Pak Surya keluar dengan membawa sapuk ijuk seperti biasanya.

"Bang, jangan bercanda, Please."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BALA-BALA GANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang