-----oOo-----
Suasana Kost Nusantara hari ini terlihat sangat sepi. Dikarenakan personil mereka berkurang. Sudah dua hari Nanang pulang kampung. Baru tadi pagi juga Restu pulang ke Bali. Dan yang jelas untuk urusan masak memasak, Nanang serahkan pada Saddam. Meskipun masakan lelaki itu tak seenak buatan Nanang, tapi buatan Saddam masih bisa diterima di lidah daripada penghuni Kost lainnya. Salah satunya Panji. Nanang dan Saddam tak pernah mengizinkan si bungsu itu untuk memasuki dapur, karena dulu sekali dapur hampir terbakar karena ulah Panji. Dan penghuni lainnya trauma. Maka dari itu, Saddam lah yang saat ini bertanggungjawab untuk mengurus makanan anak-anak selagi Nanang tidak ada.
Dan untuk masalah kebersihan, biasanya Restu lah yang paling sensitif. Jika tidak ada lelaki itu di Kost, maka tidak ada lagi yang mengomel jika ada sampah berserakan. Jadi jangan harap Kost sebersih biasanya, karena Restu tidak ada di sana. Memang sudah seperti itu dari awal. Penghuni lain bukan malas, mereka hanya suka menunda-nunda. Dan Restu tidak suka itu. Lelaki itu selalu menerapkan kebersihan di rumah. Semuanya harus teratur. Bahkan jika sepatu, sandal berserakan tak berada di sebagaimana mestinya, Restu jelas akan mengamuk.
Baru beberapa jam ditinggal oleh Restu, Johan sudah mengomel mendapati Kost yang kotornya naudzubillah. Lelaki itu terlihat menjumputi jaket, pakaian, bahkan handuk yang berserakan di ruang tamu. Lebih tepatnya sofa ruang tamu. Siapa pelakunya? Tak lain tak bukan adalah....
“Ini kolor maung kalo nggak ada yang pungut, gue buang nih!” Suara Johan menggelegar seantero Kost. Yang merasa terpanggil pun datang dari dalam kamar menghampiri Johan.
“Mana Bang? Kolor maung gue?”
Dengan sekonyong-konyong Johan melemparkan barang itu tepat di wajah Panji.
“Jorok banget kolor digeletakin di mana-mana!” serunya.
Sedangkan Panji hanya memicing tak Terima seraya berkata, “Yeeee ini mah udah bersih ya. Tadi habis dari jemuran, lupa bawa ke kamar.”
Setelahnya, Panji kembali ke dalam kamarnya tanpa pamit. Johan kembali menghela napas berat. Ia selalu frustasi jika tidak ada Restu di rumah. Rasanya kedisiplinan hilang di sini jika lelaki asal Bali itu sedang pulang. Dan Johan yang selalu menjadi pengganti sesi kebersihan meskipun tak jarang ia tak digubris penghuni Kost.
“Restu, lo kapan pulang sih Ya Allah! Rumah baru lo tinggal langsung jadi kandang babi!” gerutunya sendiri.
“Baru aja lima jam Bli Restu nggak ada, Bang. Udah ngeluh aja,” sahut Ale yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Keran!” seru Johan. Mendengar itu, Ale langsung membelalak kaget.
“Udah, Bang! Astaga emosian amat. Dah kayak Rara kalo lagi PMS aja lu!” sahut Ale.
Seperti tak menghiraukan adanya manusia lain di ruang tamu itu, Mada berjalan santai dari teras melewati Johan dan Ale sambil bersiul ria. Bibirnya pun tersenyum manis dengan sendirinya
“Ini juga! Bukannya bantuin kek malah senyum-senyum sendiri. Keliatan bahagia banget hidup lo Bang lihat gue menderita!” geram Johan.
Seketika senyuman Mada hilang, “Apa sih Johan? Emosian banget. Iya ini dibantuin.”
Mada mengambil alih pakaian yang berserakan tadi dari tangan Johan.
“Kayaknya ada yang lagi bahagia nich,” sindir Ale yang saat ini asyik memainkan ponselnya.
“Ada apa sih senyum-senyum begitu?” Johan pun dibuat penasaran dengan tingkah laku si sulung Kost itu.
“Enggak. Siapa juga yang senyum-senyum,” kilahnya. Tapi tentu saja bibirnya masih tersenyum salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALA-BALA GANG
General FictionIni bukan cerita tentang para geng motor yang menakutkan dan mengintimidasi banyak orang. Bukan juga tentang bagaimana tepung terigu, wortel, kubis, kecambah yang bersatu menghasilkan Bala-bala yang nikmat. Bukan! Ini hanya kisah tentang tujuh lela...