-----oOo-----
“Udah pernah cemburu sama yang bukan siapa-siapa kita belum dek?” Saddam mengarahkan kepalan tangannya pada mulut Nanang seolah-olah itu adalah microphone.Sedangkan Nanang hanya membelalak bingung sambil menggelengkan kepalanya.
“Jangan ya dek, ya.”
Suara gelegar tawa Mada dan Saddam bersahutan di jalanan komplek siang itu.
“Oh yang lagi trend itu ya?” Nanang baru paham akan maksud Saddam. Sepanjang perjalanan pulang dari masjid selepas sholat jumat, Saddam terus berceloteh panjang lebar.
“Kalo berharap sama seseorang yang nggak mungkin digapai, pernah dek?” Saddam kembali menyodorkan mic tangannya pada Panji yang hanya terdiam.
“Jangan ya dek, ya.” Lagi-lagi mereka tertawa bersamaan.
“Lagi dong lagi,” ujar Mada di tengah-tengah tawanya.
“Kalo cinta sendirian, pernah juga dek?” Saddam kembali mengarahkan tangannya pada Panji.
“Jangan ya dek, ya,” serunya lagi. Mada, Nanang dan juga Johan terus saja tertawa.
“Pernah naksir sama anak tetangga nggak dek?” Lagi-lagi Panji menjadi target.
“Kok gue terus sih bang?” dengusnya.
“Jangan ya dek, ya. Bapaknya galak ya dek, ya,” ujar Saddam disertai dengan senyum ledekannya.
Di antara langkahnya, Panji berpikir sejenak. Ia baru menyadari jika setiap kalimat yang Saddam lontarkan terdengar seperti sindiran untuknya. Sontak saja ia menoleh pada Mada dengan tatapan memicing. Sedikit informasi saja. Dari mereka bertujuh, hanya Restu dan Ale saja yang tidak ikut sholat jumat. Karena mereka berdua non-muslim.
“Kenapa?” tanya Mada penasaran dengan arti tatapan si bungsu itu.
“Jangan bilang....” Panji semakin memicing.
Sedangkan Mada hanya tersenyum polos menunjukkan deretan gigi rapinya, “Hehe, maap. Keceplosan.”
“Abaaaang....” rengek Panji.
“Emangnya kenapa sih, Ji kalo mereka pada tahu kamu suka Yas--” ucapan Mada terhenti saat Panji berhasil membekap mulut lelaki itu.
“Jangan keras-keras, bang. Bentar lagi lewat rumahnya, nanti malu sama Bapaknya,” geram Panji nyaris seperti berbisik.
“JADI BENERAN SI PANJI NAKSIR YASMIN?” teriak Johan berhasil membuat Panji ingin menghilang dari muka bumi ini sekarang juga.
“BANG!” Panji melotot. Sungguh lelaki itu sangat tertekan berada di antara orang-orang dewasa yang kelakuannya belum dewasa itu. Selama ini hanya Mada saja yang mengetahui jika dirinya suka dengan anak tetangga yang bernama Yasmin itu. Tapi, entah sejak kapan Saddam dan lainnya tahu fakta tersebut. Feeling Panji mengatakan jika seluruh penghuni Kost Nusantara pasti sudah tahu. Karena Saddam si barudak Bandung itu adalah bandar gosip. Sebentar saja fakta didengarnya, detik itu juga fakta itu menyebar.
Tiba-tiba saja terbesit kejailan di benak Saddam. Lelaki itu mendekat ke arah Johan dan berbisik. Lalu keduanya tersenyum jahat sebelum jalan lebih dulu mendekati rumah berpagar biru di depan yang tak jauh dari mereka.
“YASMIN! DICARIIN ABANG ALADDIN NIH!! EH MAKSUDNYA ABANG PANJI!” teriakan Saddam membuat Panji panik hingga lelaki itu memilih bersembunyi di sebalik tong sampah besar depan rumah orang.
“YASMIIIIN! OH YASMIIINN!” Johan ikut-ikutan.
“YASMIN! PANJI NAKSIR KAMU INI LOH. KATANYA MAU KETEMUAN!” teriaknya lagi sebelum suara bapak-bapak dari belakang berhasil membuatnya panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALA-BALA GANG
Ficción GeneralIni bukan cerita tentang para geng motor yang menakutkan dan mengintimidasi banyak orang. Bukan juga tentang bagaimana tepung terigu, wortel, kubis, kecambah yang bersatu menghasilkan Bala-bala yang nikmat. Bukan! Ini hanya kisah tentang tujuh lela...