15. Ancaman

4 2 0
                                    

"Kenapa ponsel Nona Alisha ada padamu?" tanya Slavik setelah Katy memberitahunya bahwa ponsel Nona Alisha ada padanya.

"Alisha pernah bercerita padaku bahwa ia seringkali mendapat pesan dari seseorang yang tidak dikenalnya. Itu adalah pesan ancaman. Dia pernah mendapat paket berisi kucing yang tubuhnya penuh dengan darah. Dia juga selalu dibuntuti oleh seseorang saat dirinya pulang sendirian."

Skavik memadukan cerita Nona Katya dengan pemilik toko bunga. Sama semua, pikirnya. Hanya beberapa bagian yang berbeda.

Nona Katya mengeluarkan ponsel itu. "Aku sudah membaca semuanya." Ia geser ponsel berwarna hitam itu ke depan Slavik.

"Apa isinya?" Slavik mengambil ponsel itu lalu menyalakannya. "Tidak dikunci?" Ia cukup terkejut, karena di zaman sekarang unlock ponsel merupakan hal yang langka. Kebanyakan orang-orang lebih memilih mengunci ponsel mereka, karen itu adalah benda yang berisi privasi kita.

"Dia tidak menyukainya." Katy memakan es krimnya yang sudah mencair.

Slavik sangat terkejut saat membaca pesan-pesan yang di terima oleh ponsel itu. Ada sesuatu yang pernah ia lihat sebelumnya. Merogoh benda yang sama di dalam saku jaketnya, kemudian ia nyalakan benda pipih itu. "Ini sangat mirip." Slavik memperlihatkan ponselnya pada Katy.

"Dari mana kau mendapatkan pesan itu?" Mata Katy membulat saat melihat inisial huruf yang sama seperti di ponsel Nona Alisha.

"Inisialnya memang sama, tapi tata letaknya berbeda. Mungkinkah ini orang yang sama?" tanyanya, menatap mata Slavik, barang kali laki-laki itu memiliki pemikiran yang sama dengannya.

"Bisa iya dan tidak. Inisial bisa diambil dari mana saja. Bisa awal, tengah, dan akhir. Akan tetapi, jika memang orang yang sama, apa tujuan dia sebenarnya?" Slavik mengacak-acak rambutnya. Ia sangat frustasi memikirkan kasus yang tak kunjung selesai dan semakin bertambah korbannya.

"Kekuasaan? Harta?"

###

Setelah perbincangannya dengan Katya sore tadi, Slavik berjalan santai ke TKP ketiga. Pertama-tama ia tidak langsung pergi ke TKP. Slavik mencoba berdiri di tempat yang pernah dikatakan oleh Tuan Petrov selaku pemilik Toko Bunga. Tempat dimana sang pembunuh bisa mengingai terus kegiatan korbannya.

"Apa yang ia cari disini? Tidak ada yang spesial." Slavik sangat bingung. Ia sangat yakin bahwa ada sesuatu yang membuat pembunuh itu lebih memilih tempat ini daripada lainnya.

"Penerangan yang remang, jarak ke toko bunga sekitar 10 meter..." Ia berpikir sejenak. Menelisik setiap bangunan dan benda yang ada di sekitar sana.

Slavik membawa kepalanya untuk menghadap gelapnya langit yang bercampur dengan mendung. Tak ada satu pun benda di langit yang tampak dari bumi. "Tumben sekali tidak ada bintang," gumamnya, ia masukkan kedua tangannya ke saku jaket.

"Cctv." Matanya melotot kala mengingat benda itu. Segera ia lihat beberapa tempat yang mungkin ada cctv-nya. "Pantas saja dia sangat menyukai tempat ini, ternyata tak ada satu pun cctv yang terpasang.

Dering ponsel di saku mengalihkan perhatiannya. Slavik menerima panggilan telepon dari kakaknya - seorang dokter forensik. "Ya, kak?"

"Apa kau jadi meminta sidik jari yang kau tanyakan kemarin?"

"Ya, tentu saja. Aku akan kesana, sebentar lagi." Selesai telepon, Slavik masih diam berdiri memandang toko bunga yang sedang ramai pembeli.

"Daerah sini tidak ada cctv, itu sangat mempermudah pelaku melakukan aksinya. Pantas saja saat itu dia berani menyerangku."

Setelah puas, Slavik pergi dari sana untuk menemui kakaknya. Tanpa dia sadari, seseorang yang dia pikirkan telah mengamatinya sejak tadi. "Tuan Slavik, kau benar-benar tak mengindahkan peringatanku," ucapnya dengan seringai jahat di balik maskernya.

Wanita Bergaun Biru (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang