#20. Bulan pun Kehilangan

46 5 0
                                    

Pria itu mengamati kuil terbengkalai yang pernah ditempati putranya selama enam bulan. Kuil itu ternyata memiliki sebuah nama. Guryongsa, Kuil Sembilan Naga.

Bak Eon-ji masuk ke dalam salah satu kamar, langsung mengetahui bahwa Gi-jeong pemilik kamar itu. Tulisan-tulisannya ditumpuk di atas sebuah meja kecil, di bawah sebuah wadah bambu tempat menyimpan kuas.

Dipisahkan oleh serambi tengah adalah kamar Seon-u. Bak Eon-ji pun membuka pintunya. Kamar yang terasa hangat, seolah masih ditempati seseorang. Bak Eon-ji membuka lemari, mendapati beberapa potong pakaian Seon-u yang semuanya tampak lusuh.

Bahkan hanbok bekas istrinya yang dia berikan kepada Seon-u sebelum berangkat ke Hanyang pun sudah compang-camping.

Bak Eon-ji mendekap hanbok kuning itu. Namun, ini bukan waktunya mengenang istrinya. Bak Eon-ji harus segera menemukan Seon-u.

Bak Eon-ji bergegas mendatangi pemukiman-pemukiman di sekitar Guryongsa seperti Gilchaemaeul dan menanyakan Seon-u pada warga. Kesimpulan sementara yang Bak Eon-ji dapatkan adalah sudah beberapa pekan Seon-u tidak mengangkut pakaian kotor. Selama itu pula Seon-u tidak menjual tanaman obat yang dia kumpulkan di hutan ke toko rempah.

Penyelidikan ini memberi Bak Eon-ji sedikit gambaran, pekerjaan apa saja yang Seon-u lakukan demi menyambung hidup Gi-jeong, dan mengetahui hal itu membuat Bak Eon-ji haru.

"Jangankan Tuan," ujar tukang beras yang kerap dikunjungi Seon-u kepada Bak Eon-ji, "bulan pun merasa kehilangan gadis itu. Dia gadis yang baik dan cerdas. Kuharap gadis itu segera ditemukan."

Bak Eon-ji tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

"Di air terjun Seryeom, tidak jauh dari Guryongsa, tinggal seorang nenek cenayang," bisik istri tukang beras. "Saya dengar ramalannya cukup sakti."

Bak Eon-ji tertawa canggung. "Aku tidak percaya ramalan."

"Cobalah dulu!" kata istri tukang beras. "Bukankah Tuan mau melakukan apapun demi menemukan Seon-u?"

Maka, keesokan paginya, Bak Eon-ji melakukan pendakian sejauh 2-3 kilometer dari Guryongsa ke air terjun Seryeom. Tidak jauh dari air terjun itu, Bak Eon-ji menemukan sebuah pondok kecil. Kain-kain jimat warna-warni terikat pada pepohonan zelkova besar yang menaungi pondok itu.

"Permisi!" Bak Eon-ji memberi salam. "Saya ingin bertemu nenek cenayang!"

Tidak ada jawaban dari dalam pondok.

"Permisi!" ulang Bak Eon-ji. "Nenek cenayang!"

Pintu pondok perlahan terbuka. Seorang gadis susah payah menyeret diri ke serambi, sepertinya karena kakinya lumpuh. Tuan Bak tertegun menatapnya.

"Nenek cenayang sedang keluar," jawab gadis itu. "Mungkin beliau kembali nanti sore."

Rambut gadis itu sangatlah panjang, tergerai sampai ke punggung, sedikit menutupi wajahnya. Tetapi Bak Eon-ji mengenalinya. Serta merta Bak Eon-ji berlari ke arah gadis itu dan memeluknya erat-erat.

"Seon-u-ya!"

Gadis itu bergeming. Nama yang diucapkan tamunya seperti bel yang bergaung di telinga. Menggetarkan hati.

"Seon-u-ya!" Bak Eon-ji melepaskan Seon-u dari dekapannya dan menatap wajah gadis itu. "Kau tidak mengenaliku?"

Seon-u tidak menjawab. Dia tampak bingung. Bak Eon-ji segera memeriksa sekujur tubuh Seon-u.

"Kau tak bisa berjalan?" tanya Bak Eon-ji cemas. "Apa yang terjadi padamu?"

"Tuan mengenali saya?"

"Tentu saja!"

Calon Gundik Tuan Besar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang