#19. Hidangan Terakhir

17 3 0
                                    

"Seonbaenim!" Kepanikan Gang Ji-an membangunkan Bak Eon-ji. "Kebakaran!"

Bak Eon-ji bangkit, lekas keluar dari gudang toko kain Gang Yangdan, dan menemukan segalanya di toko itu masih dalam kondisi semula.

"Bukan di sini!" imbuh Gang Ji-an. "Di rumah Tuan Gim!"

"Seharusnya kau bilang dari awal." Bak Eon-ji langsung menaiki kuda menuju kediaman Gim. "Laporkan kondisinya."

"Saya melihat sinyal kembang api yang dilepaskan oleh pasukan kita! Tidak lama setelah itu langit di atas rumah Tuan Gim menyala! Seseorang menyulut api di rumah itu!"

"Bagaimana bisa? Bukankah ada lebih dari sepuluh orang menjaga rumah itu? Lima orang dari pasukan kita, lima sampai tujuh orang dari pasukan Tuan Gim sendiri?"

"Benar!"

"Lalu, bagaimana mungkin penyusup membakar rumah yang dijaga ketat?"

Ketika Bak Eon-ji dan pasukannya tiba di rumah Gim Seok, segalanya sudah berakhir. Api berhasil dipadamkan sebelum merembet ke rumah-rumah tetangga. Namun tidak ada satupun penghuni rumah Gim Seok berhasil diselamatkan.

Bak Eon-ji terpana melihat siapa pelakunya. Beliau sangka pelakunya adalah sekelompok pembunuh. Namun, di gerbang rumah itu, Gi-jeong berdiri mengangkat kedua tangan sebagai tanda menyerah.

Sulit dipercaya, Gi-jeong telah membantai habis setiap nyawa di rumah itu, bagaikan seorang pembunuh berdarah dingin.

Pemuda itu kembali ke Hanyang hanya untuk melakukan ini. Bak Eon-ji dapat mengetahuinya dengan melihat seringai puas Gi-jeong usai melampiaskan dorongan gilanya.

Bak Eon-ji mendekati Gi-jeong. Tetapi tampaknya pemuda itu sudah lupa daratan. Dia bersikap seolah tidak mengenal ayahnya lagi. Gi-jeong tertawa terbahak-bahak, sementara Bak Eon-ji menangis mendekapnya erat.

Keesokan paginya, setelah Gi-jeong meringkuk semalaman di penjara, Bak Eon-ji menginterogasi putranya tersebut.

"Kau sadar apa yang telah kau perbuat?" tanya Bak Eon-ji.

"Ya," jawab Gi-jeong tanpa penyesalan. "Kulakukan atas kesadaranku yang paling utuh."

"Kau tahu apa konsekuensi perbuatanmu?"

"Aku pernah bekerja di Saheonbu. Tentu saja aku tahu."

"Lalu mengapa kau lakukan?"

"Aku sudah kehilangan segalanya karena Gim Seok. Aku ingin Gim Seok merasakan yang sama."

Bak Eon-ji tertegun.

"Kehilangan segalanya?" tanya Bak Eon-ji pedih. "Kukirim kau ke Wonju untuk memulai hidup baru! Yang sudah hilang biar saja menghilang! Kau bisa membangun hidupmu dari awal lagi!"

Gi-jeong terdiam. Matanya tertuju ke sembarang tempat. Air mukanya pun datar tak beriak.

"Di mana Seon-u?" tanya Bak Eon-ji lagi.

"Tadi Ayah bilang yang sudah hilang biar saja menghilang."

"Apa maksudmu?"

"Seon-u menghilang," jawab Gi-jeong. "Entah karena hanyut di sungai, dimakan hewan buas, atau kabur meninggalkanku."

Bak Eon-ji menatap Gi-jeong.

"Karena itukah kau semarah ini?"

"Ya."

"Karena kau terlalu mencintai Seon-u sampai tak sanggup kehilangan dia?" lanjut Bak Eon-ji. "Dan kau pikir, dengan melampiaskan amarahmu kepada Gim Seok, kesedihanmu bisa sedikit terobati?"

Calon Gundik Tuan Besar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang