21 (END)

521 80 20
                                    

Gulf gugup, berkali-kali dirinya menatap ke depan rumahnya untuk memastikan kehadiran seseorang. Sungguhan mew dan keluarganya akan datang? Dirinya sudah berdandan sebaik dan serapi mungkin agar calon mertuanya dapat menerimanya.

Cahaya jingga dari langit masuk dan sedikit menyinari wajahnya. Matahari hendak berangkat menuju ujung barat.

Seorang remaja mengintip dari balik kelambu yang memisah ruang tengah dan ruang tamu. Dia pandangi ibunya yang tengah gelisah. Jantungnya ikut berdegup tak karuan, berdoa berkali-kali semoga pertemuan ibunya dengan keluarga mew berjalan dengan lancar, serta orang tua dari gurunya itu dapat menerima gulf apa adanya, bukan ada apanya.

“pah“

Gulf berjengit terkejut kala sentuhan pawat mendarat di pundaknya. Yang lebih muda mengekeh melihat wajah terkejut sang Ibu. Dia mengecup pipi yang agak merah itu kemudian berkata,

“Gugup ya, pah.”

Bibir si cantik mencebik dan kepalanya mengangguk.

“Iya, gal. Papah gugup banget, pegang deh, adem kaya es.” Dia menggenggam tangan putranya, meminta agar remaja tujuh belas tahun itu merasakan betapa gugup dirinya hingga tangannya dingin karena keringat.

“Santuy dong, pah.”

“Santuy ndasmu!” kepala sang putra dipukul pelan sambil memasang wajah kesal, “Rasanya kaya pengen BAB tapi gak pengen. Mules mules.”

Kali ini pawat tak hanya terkekeh, namun tertawa cukup kencang, “Tenang, pah, gala temenin nanti.”

“Harus. Awas aja sampe kabur, papah iris-iris burungmu!”

“Kambing, ngilu.” Kedua tangan lebar pawat menangkup selangkangannya secara spontan. Tiba-tiba ngilu sendiri.

“Makanya nurut!”

“Iya papah sayaaang.”

Tak lama suara salam dibarengi hadirnya empat orang menyapa pendengaran dan penglihatan sepasang ibu dan anak itu. Gulf dan pawat berdiri, mempersilahkan tamu mereka untuk masuk dan duduk.

Deguban jantung gulf benar-benar meliar, apalagi saat dirinya bertemu pandang dengan mew yang duduk tepat di depannya. Mewpun demikian, bahkan bisa dikatakan degubannya kencang sekali sampai jantungnya seperti ingin melompat keluar.

Pak jong dan Bu jong menatap gulf dengan senyum bersahaja tersungging. Mereka memulai pertemuan dengan berbasa-basi ala-ala. Gulf menanggapi sesopan mungkin agar tak menyinggung dua orang tua itu.

Sementara itu, kakak perempuan mew sedari tadi sibuk memperhatikan gulf dan pawat bergantian, seperti tengah mencoba untuk mengingat sesuatu. Hingga mew menyadari tatapan aneh kakaknya.

“kak ngapain lihatin kaya gitu?” bisik mew.

Grace hanya mengangkat tangannya di depan mew, meminta adiknya untuk tak bertanya.

“kana,” panggil grace, memotong percakapan kedua orang tuanya dengan calon adik iparnya.

“Iya, kak?” balas gulf.

“Kamu inget aku, gak?”

Pertanyaan grace spontan mengundang kernyitan di dahi gulf serta semua orang yang ada di ruang itu.

Gulf mencoba mengingat,

“Aku yang waktu itu kamu tumpangin pulang karna habis kecopetan. Kamu mau jemput anakmu kalo gak salah.”

Seketika gulf ingat, matanya berbinar dan kepalanya mengangguk.

“Owalah inget, kak inget.”

Grace berseru kegirangan, “Dunia emang sempit banget ya, Na. Alhamdulillah aku bisa ketemu kamu lagi. Waktu itu aku mau ngasih kamu imbalan karna udah nganter aku pulang, eh kamu udah pergi dulu. Beberapa kali aku nunggu kamu di tempat kamu ketemu aku, tapi gak pernah lihat kamu lewat sana lagi. Atau emang aku aja yang kelewatan sampai gak ketemu kamu.

PAPANYA PAWAT (MEWGULF)~ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang