Selamat membaca.
**********
Venom menyilangkan kedua tangannya di dada, menatap Athena yang begitu santai duduk di bebatuan. Padahal untuk manusia normal, ia akan merasa panik atau ketakutan. Akan tetapi, Athena begitu santai dengan pikiran berisik yang sedang meracuni akal sehatnya.
Apa aku harem aja gitu. Athena menatap kosong ke depan dan setelahnya ia menampar diri. Gak deh, mending sama yayang Rick aja.
"Manusia," panggil Venom pada Athena seraya mengusap pipi si empu yang baru saja menampar diri.
Venom begitu lekat menatap Athena, entah mengapa ia merasakan perasaan familiar jika berada di dekatnya, tanpa di sadar ia terus memegang pipi Athena.
Athena teringat akan narasi dalam cerita asli menyatakan bahwa Venom selalu teringat gadisnya ketika melihat Athena. Terbukti sekarang Venom begitu menatap lekat padanya. Ia lalu berdecih seraya membuang muka.
Melihat akan reaksi gadis di depannya, Venom merasa heran. "Kau kesal?"
Athena menatap Venom dengan jengah, "aku tidak kesal wahai iblis."
Venom segera mengulum bibirnya lalu membuang muka. Tunggu! Dirinya ingin tertawa hanya karena hal biasa? Ah sial! Venom merasa harga dirinya semakin hilang.
Helaan napas yang panjang membuat Athena menatapnya. "Kau gak mau biarin aku lari?" tanya Athena.
Venom berdecak, "sebaiknya kau belajar cara bicara yang benar, bayi," ledeknya membuat Athena terpaku.
Ni iblis ngeselin banget, batin Athena dengan tatapan mata sengit mengarah pada Venom.
Athena menghela napas lalu kembali mengulang ucapannya dengan benar, "apa kau tidak mau membiarkan aku pergi?"
Venom menggelengkan kepalanya, "jangan terlalu percaya diri," bisiknya sembari mengusap kepala Athena.
Lihatlah! Tangan besar itu bisa saja meremukkan kepala Athena dalam sekali genggam.
Jantung Athena kembali berdebar, "plis jantung kondisikan," gumamnya membuat Venom penasaran.
"Jantung? Apa kau akan mati?"
Athena menggelengkan kepalanya, "ah cepatlah! Kenapa kau membawaku kesini?!" tanya Athena kesal.
Venom mengendikkan bahunya membuat Athena geram. Dirinya segera berdiri dan berjalan keluar goa. Namun, sihir hitam itu kembali menarik tubuhnya agar duduk di bebatuan tadi.
"Aku tidak mengizinkanmu pergi," ujar Venom dengan tegas menatap tajam Athena.
Si empu yang mendapat tatapan itu membuang muka sebal. "Nyenyenye."
Venom mengernyitkan keningnya, "hei! Kau sedang meledekku?" ia menyeringai.
Athena mengendikkan bahunya, melakukan hal sama yang Venom lakukan tadi.
Ah kenapa dia keras kepala sekali? Apa manusia memang seperti ini? batin Venom dengan helaan napas panjang.
Athena menepuk tangannya sekali, "aku ada ide! Ayo kita buat kesepakatan, gimana?"
"Apa yang akan kau berikan padaku?" Venom menatap remeh Athena. Seorang penyihir tanpa marga ingin melakukan kesepakatan dengan iblis? Oh ayolah, bangsawan dengan seluruh harta mereka miliki saja Venom menolak.
"Bola amerta."
Venom menatap serius pada Athena. Pikirannya begitu berisik, benarkah? Amerta? bola keabadian? Bagaimana dia bisa tahu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Am I the Reincarnation of a Goddess?
Fantasy"Masuk novel beneran?" tanyanya kembali memastikan wajah di pantulan air danau. Wajah familiar membuat Maera berpikir. "Atau masuk ke dunia lain? Ahk kepala aku sakit," ringisnya seraya memegang kepala. Jangan bilang aku masuk novel yang terakhir ak...