"Terkadang manusia tak benar-benar lupa akan kenangan yang mereka ciptakan, mereka hanya pura-pura melupakannya agar tak lebih terluka."
September 1996
Suasana di dalam angkot tak jauh berbeda dengan di luar sana, pagiku yang cerah telah hilang sudah. Aku yang awalnya berharap angkot yang ku tumpangi sepi, namun angan-angan indah itu terkubur dengan suara-suara cempreng yang saling bersahutan.
Ibu-ibu yang bergosip tanpa mengecilkan suaranya, bapak-bapak yang merokok dalam angkot tanpa rasa bersalah, suara radio yang diputar dengan kerasnya, dan mang sopir yang terus menambah penumpang padahal kami sudah berdesak-desakan, serta beberapa murid sekolah sepertiku yang sama-sama terganggu dengan keributan itu.
"MANG, ANGKOTNYA INI SUDAH PENUH!!! JANGANLAH KAU TARIK PENUMPANG LAGI, LU MAU KITA SEMUA NIH MATI DISINI GARA-GARA KEHABISAN NAPAS HAA?" ujar ibu-ibu yang sepertinya sudah geram dengan pak sopir yang mau untung sendiri, padahal beberapa penumpang rela berdiri karna tak kebagian tempat duduk, tapi pak sopir dari tadi terus menambah penumpang.
"IYA NIH, LU LIHAT!!! KASIAN NIH ANAK LAKI JADI JONGKOK KEK GINI, MANA KASEP PISAN MAU BERANGKAT SEKOLAH!!" sahut ibu-ibu yang lain menyebutkan seorang anak berseragam SMA yang tidak kebagian tempat duduk, alhasil pemuda itu berjongkok di dekat pintu.
Pemuda yang sepertinya seusiaku itu hanya tersenyum menanggapi ucapan ibu-ibu itu.
"Ya maap atuh nyak, saya mah juga kasian sama nih bocah kalau ditinggal, bisa-bisa nanti dia telat ke sekolah kalau nggak saya kasih naik." pak sopir pun membela diri.
"ALASAN AJA KAU NIH, NIH BOCAH YANG TERAKHIR YEE, AWAS AJA LU BERHENTI LAGI!!" aku meringis mendengar suara cempreng ibu-ibu itu, apalagi posisinya tepat di sampingku.
Pemuda yang dimaksud ibu-ibu tadi hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan ibu itu, lalu ia juga menatapku sekilas, mungkin sedari tadi ia memperhatikan ku yang diam dan tak bisa berkutik diantara ibu-ibu itu.
Aku tak lagi menghiraukan keributan yang tengah terjadi, aku memperhatikan kendaraan yang hilir mudik dari balik jendela, sekaligus berharap angkot ini dapat berjalan lebih cepat ke sekolah.
"Neng, sudah sampai. Nggak mau turun kah!!" ucap mang sopir yang membuyarkan lamunan ku.
"Iya mang." aku bernafas lega karena akhirnya aku bisa keluar sini.
"Permisi bu!" ucapku pada ibu-ibu yang duduk di sampingku tadi, lalu aku pun segera turun setelah terlebih dahulu membayar ongkos pada pak sopir angkot.
Aku berjalan riang memasuki area sekolah, menghirup udara pagi Jakarta meskipun tak terlalu segar, sambil menyenandungkan lirik lagu yang tak ku ketahui judulnya.
"Tumben pagi-pagi udah sampek neng." celetuk seseorang dari arah pos satpam. Aku melirik sekilas dan mendengus kesal mengetahui siapa pelakunya.
"Terserah aku lah!!" jawabku singkat lalu melanjutkan langkahku tanpa menghiraukan dia yang mengikuti di belakang.
"Gitu ya lo sekarang, padahal kemarin siapa ya yang nangis-nangis ke gue." ucapnya yang entah tiba-tiba berjalan di sampingku, dia melirikku jenaka tapi hanya ku balas dengan kepalan tangan seakan mau meninju wajahnya.
"Shuut!! kamu jangan ungkit-ungkit masalah itu, awas aja! aku juga nyimpan kartu as kamu."
"Iya-iya, lagian gue nggak-"
"Bulan!"
Ucapan Bumi terhenti ketika Angkasa datang sambil menyebut namaku, dan perhatian ku kini beralih pada Angkasa.
"Apa?" tanyaku, aku mengerutkan alis menatap Angkasa karna ia tak pernah memanggil ku secara terang-terangan di luar kelas.
"Lo udah selesai ngerjain soal yang kemarin belum?" aku menghela nafas kasar, ternyata dia hanya menanyakan soal, padahal jantungku sudah berdebar tak karuan karena dia memanggil namaku tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOGENG PUTRI REMBULAN
Teen FictionJakarta, 1996 "Selamat datang diduniaku, berjalan di atas paku, hidup penuh lika-liku, dan cinta yang berakhir pilu" Selamat datang di duniaku, dunia yang dilihat dari sudut pandang orang yang tak pernah dianggap, dunia yang hanya berisi tentang pal...