LXR 48

541 58 0
                                    

Seharian itu di tuntaskan untuk menyelesaikan soal-soal ujian yang di lomba kan. Sebagian besar peserta yang mengikuti hingga akhir terlihat bersandar lelah pada kursi bangku mereka saat perlombaan sudah berakhir.

Tapi Rui terlihat santai bahkan ia dengan entengnya justru melayangkan tatapan meremehkan pada peserta yang lain. Tentunya mereka jengkel melihat nya yang terlihat santai sejak awal perlombaan.

"Hasil dari perlombaan hari ini akan di umumkan besok dan segera di kirim pada para siswa yang berpartisipasi di sekolah mereka. Terimakasih untuk para peserta yang sudah menjalankan ujian dengan lancar hingga akhir, kepada para peserta kalian bisa beristirahat"

Setelah pengumuman tersebut terdengar, para peserta lomba baik dari tingkat sarjana ataupun pelajar SMA terlihat beranjak dari bangku mereka menghampiri keluarga mereka.

Sementara Rui ia berjalan paling belakang di antara yang lain. Ingin sekali rasanya ia tertawa miris, ia hampir saja lupa jika ia tidak memiliki keluarga. Jadi siapa yang akan ia hampiri? Lagipula ia terbiasa tanpa orang lain di manapun. Jadi untuk apa ia berharap ada seseorang yang mau mengajaknya bergabung.

"Kak Ruru! Ayo ke sini! Kakak ngapain di sana!?"

Rui yang hendak berbalik di buat termangu sejenak saat seseorang memanggilnya dengan meneriakkan namanya. Lantas ia kembali menoleh ke arah para keluarga berada. Di sana ia melihat Tian yang melambaikan tangannya ke arahnya, Ary dan Ishaq yang juga tersenyum menatap ke arahnya.

Terakhir ada Andara yang tanpa berkata apapun segera berlari menghampirinya dan segera menerjang nya ke dalam pelukan nya.

Tentunya Rui hampir saja terjatuh jika tidak menahan dorongan mendadak dalam tubuhnya itu. Hingga kemudian Andara menarik Rui untuk menghampiri para keluarga di sana.

Dengan tangan yang saling bertaut menggenggam, senyuman indah di bawah langit sore, dan ekspresi bahagia tepat di wajah mereka yang menyambut dirinya.

Manik mata Rui tanpa sadar menunjukkan sedikit binar cahaya di sana. Hingga kemudian ia berhambur dalam pelukan keempat teman kecilnya.

"Tadi Abang keliatan keren loh"

"Ru, lo keren banget sumpah. Kapan-kapan ajarin gue lagi ya"

"Pokoknya ajarin sampe bisa pinter kaya lo"

"Kak Ruru, aku dapet nilai A+ lagi loh, lain kali ajarin lagi buat ujian kelas besok ya"

"Yah.. Di usahain"

Tanpa Rui sadari, siapa pun yang melihat interaksi mereka berlima terlihat tersenyum senang melihatnya menanggapi celotehan teman-teman kecilnya.

Termasuk para keluarga yang sebelumnya di sebutkan Karya, mereka tersenyum bahagia melihat interaksi mereka berlima.

Tentunya tanpa mereka semua sadari, Rui tidak menghiraukan keberadaan mereka karena fokus nya saat ini adalah pada keluarga Wiliam. Salah satu peserta lomba tersebut juga ternyata adalah anak kedua dari keluarga William.

Sedari awal perlombaan, dia terus saja melayangkan tatapan permusuhan padanya. Sepertinya kakak dari jalang rendahan itu hampir sama bodoh nya dengan jalang rendahan itu sendiri.

Dilihat dari segi bagaimana pun juga orang teliti sekalipun pasti akan sadar jika ia berbuat curang saat perlombaan barusan.

Tentunya tidak ada yang menyadari nya, tapi jangan ragukan mata elang Rui yang bisa melihatnya meski sebentar.

Sepertinya mangsa nya akan bertambah sekarang.

Sruukk

Rui yang sedang melamun buyar saat merasa sesuatu mengusap kepalanya. Dan itu membuat tataan rambutnya berantakan.

Lantas ia menoleh dan mendapati Zayan ada di sana. Sementara keempat teman kecil nya tanpa ia sadari mereka sedikit menjauh untuk memberikan ruang padanya dan juga Zayan sendiri.

"Selamat untuk kerja keras mu, ku harap kau mendapatkan penghargaan yang setimpal dengan apa yang kau lakukan" Ujar Zayan seraya menjauhkan tangannya dari kepala Rui.

"Terimakasih, dan lagi untuk apa kalian semua berkumpul di sini? Ku kira yang di undang hanya orang tua yang bersangkutan" Sahut Rui seraya merapihkan sedikit tataan rambutnya.

"Heh, kau kejam juga ya. Tentu saja kami kemari untuk melihat para putra kami, dan melihat peserta pelajar SMA yang bersaing dengan kelas sarjana" Ujar Zayan dengan senyuman menyebalkan di wajahnya.

"Yah, kalau itu aku juga tau"

"Kesampingkan hal itu dulu, ada sesuatu yang membuat ku terheran dengan surat yang kau kirimkan itu. Sebenarnya kau mengikuti kompetisi dari ku untuk apa?" Ujar Zayan saat teringat dengan surat yang di berikan Rui, yang di kirimkan online melalui email pribadi padanya.

.
.
.
.......

"Jika kau menjadi salah satu bagian dari keluarga Arbianka, apa pendapat mu?"

"Pribadi aku tidak tertarik untuk menjadi salah satu bagian dari keluarga Arbianka. Karena bagiku untuk menjadi seseorang yang akan menyandang nama Arbianka, tentunya harus bisa bertahan akan ketenaran nya terhadap publik. Apalagi pencapaian besar yang di dapatkan dengan kerja keras mereka, itu sudah cukup menjadi alasan kenapa aku tidak mungkin bisa menjadi bagian dari keluarga Arbianka. Pribadi aku mengikuti ini semata karena keinginan Nyonya Arbianka yang ingin saya berpartisipasi, tidak lebih"

.......
.
.
.

"Kau secara terbuka menolak posisi tersebut yang padahal banyak orang yang menginginkan posisi ini" Celetuk Zayan seraya menatap Rui yang terlihat memalingkan muka.

"Pribadi aku orang yang lemah dengan perempuan, apalagi dia sudah memegang gelar 'Ibu' pada namanya. Melihatnya memohon agar aku berpartisipasi mengikuti kompetisi ini, membuat ku tidak nyaman melihatnya sampai memohon padaku. Padahal bisa saja ada orang yang lebih pantas mendapatkan posisi tersebut" Pungkas Rui seraya menatap ke arah para keluarga berada. Di mana ia melihat mereka terlihat sangat bahagia saat ini, berbincang dengan para putra mereka dan tertawa bersama.

Rui tidak bisa... Membiarkan senyuman dan suasana membahagiakan ini di renggut oleh orang lain.

Zayan terdiam mendengar pengakuan Rui. Jika boleh jujur, ia juga lemah terhadap sikap istrinya jika sudah mendayu ataupun memohon untuk suatu permintaan nya. Ia tidak menyangka Rui memiliki pemikiran serupa.

"Aku terang-terangan menolak karena aku jujur, aku tidak memiliki apapun untuk di banggakan. Cap 'anak haram' sudah tersemat apik di belakang namaku. Dan itu hanya akan membuat nama Arbianka tercoret jika aku mengatakan yang tidak seharusnya ku katakan. Itu poin pentingnya" Rui menundukkan kepalanya kala teringat derajat nya di kehidupan keduanya ini sama dengan kehidupan sebelumnya.

Sama-sama di cap 'anak haram' dan juga di bedakan oleh keluarga sendiri. Meski sekarang tidak memiliki keluarga tapi sebutan anak haram akan tetap ada untuk nya.

'Cih, menjengkelkan' Rui berdecak kesal saat merasa kenangan kelam di kehidupan dulunya kembali teringat.

Dan itu menyatu dengan kenangan kelam Rui sebelum ia menggantikan posisi nya.

Set

Grebb!

_____________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

To be continue...

[Transmigrasi] "Who Am I?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang