**Chapter 7: Curhat Pada Bunda**

214 29 0
                                    

Sasuke sedang duduk di kamar tidurnya yang minimalis dan rapi. Malam itu, setelah hari yang cukup panjang, ia menyempatkan diri untuk membuka ponselnya dan melihat foto-foto yang diambilnya selama hari itu. Salah satu foto memperlihatkan punggung Hinata yang tampak anggun saat sedang memilih sayuran di supermarket. Foto lainnya menampilkan wajah Hinata dari samping, dengan mata indahnya yang serius memilih dessert di kafe, sementara foto terakhir adalah favoritnya—foto Hinata yang tersenyum ceria sambil bergaya dengan dua jari seperti tanda "peace" di kafe.

Sasuke tersenyum kecil, memandangi foto-foto itu dengan penuh perasaan. Hinata selalu memiliki pesona yang mampu membuat hatinya bergetar. Namun, ia tahu bahwa perasaannya terhadap Hinata bukanlah sesuatu yang mudah diungkapkan. Ia telah menyimpan rasa itu sejak masa SMA, mengagumi Hinata dari kejauhan, tanpa pernah benar-benar berani mendekatinya secara langsung.

Tanpa disadari, Mikoto yang penasaran dengan kegiatan putranya, berjalan mendekat ke pintu kamar Sasuke yang setengah terbuka. Ia melihat Sasuke menatap layar ponselnya dengan penuh perhatian dan rasa ingin tahu yang mendalam membuatnya diam-diam mengintip ke arah layar. Ketika Mikoto melihat foto-foto Hinata yang tersimpan di sana, ia tak bisa menahan diri untuk terkekeh pelan.

“Hehe, Sasuke, kau sedang apa di sini?” tanya Mikoto tiba-tiba, suaranya penuh nada godaan.

Sasuke terkejut dan segera menyembunyikan ponselnya, namun terlambat. Mikoto sudah melihat semuanya. Wajahnya memerah sedikit, sebuah reaksi yang langka dari seorang Uchiha Sasuke. “Bunda, jangan begitu…”

Mikoto tidak bisa menahan tawanya dan mendekat ke arah Sasuke. “Jadi, kau sudah menyimpan perasaan terhadap Hinata, ya? Sejak kapan ini terjadi?”

Sasuke terdiam, mencoba menyusun kalimat dalam pikirannya. Ia tahu ibunya akan terus menginterogasi sampai ia mendapatkan jawabannya. “Sudah cukup lama, Bunda… Sejak SMA, sebenarnya.”

Mikoto duduk di samping Sasuke, menatap putranya dengan penuh kasih. “Ceritakan, Nak. Bunda ingin tahu, bagaimana semuanya bermula?”

Sasuke menghela napas panjang, menyadari bahwa ia tidak bisa menghindar lagi. Dengan sedikit canggung, ia mulai bercerita. “Pertama kali aku melihat Hinata di Olimpiade antar sekolah. Waktu itu, aku menang dan mendapatkan juara pertama, sementara Hinata juara kedua. Tapi yang membuatku terkesan bukanlah posisinya, melainkan ketekunan dan kegigihannya. Dia sangat berbeda dari yang lain, ada sesuatu yang… membuatnya terlihat spesial.”

Mikoto mendengarkan dengan seksama, menyadari bahwa putranya yang dingin ini ternyata menyimpan perasaan yang begitu dalam. “Lalu, apa yang terjadi setelah itu?”

“Kami beberapa kali bertemu lagi di berbagai acara perlombaan. Hinata selalu ada, dan aku mulai memperhatikan setiap gerak-geriknya. Waktu itu, aku tahu dia adalah seseorang yang luar biasa. Aku juga sering mendengar tentangnya dari Shikamaru, yang satu kelas dengannya saat SMA. Shikamaru tahu bahwa aku tertarik pada Hinata dan dia sering membantu menyampaikan hadiah-hadiah kecil dariku untuknya.”

Mikoto tersenyum lembut, merasakan kebahagiaan mendengar cerita Sasuke. “Hinata memang gadis yang manis dan penuh kebaikan. Bunda bisa melihat mengapa kau tertarik padanya. Tapi, kenapa kau tidak pernah mengatakan perasaanmu padanya?”

Sasuke menunduk sejenak, merenungkan pertanyaan itu. “Aku tidak tahu, Bunda. Mungkin karena aku merasa dia terlalu baik untukku. Aku tidak ingin mengganggu hidupnya atau membuatnya merasa tidak nyaman. Tapi… semakin aku mengenalnya, semakin sulit bagiku untuk menahan perasaan ini.”

Mikoto mengelus punggung Sasuke dengan penuh kasih sayang. “Sasuke, jangan pernah meremehkan dirimu sendiri. Kau adalah anak yang luar biasa, dan jika perasaanmu tulus, Hinata pasti bisa melihat itu. Kau tidak harus terburu-buru, tetapi jangan juga terlalu lama menahan diri. Beranilah untuk mengungkapkan perasaanmu, karena hanya dengan begitu kau bisa tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh Hinata.”

Sasuke mengangguk pelan, memahami nasihat ibunya. Ia tahu bahwa suatu saat nanti, ia harus mengungkapkan perasaannya kepada Hinata. Tapi untuk sekarang, ia merasa cukup dengan menyimpan momen-momen kecil seperti foto-foto ini, yang menunjukkan betapa berartinya Hinata baginya.

Mikoto bangkit dari tempat duduknya dan tersenyum hangat ke arah Sasuke. “Jangan khawatir, Nak. Bunda ada di sini jika kau butuh bantuan. Dan jangan lupa, Hinata bukan hanya gadis yang manis, dia juga seseorang yang sangat menghargai orang lain. Dia pasti akan memahami perasaanmu, jika kau siap untuk mengungkapkannya.”

Sasuke mengangguk lagi, kali ini dengan sedikit lebih percaya diri. Setelah Mikoto keluar dari kamar, Sasuke kembali melihat foto-foto Hinata di ponselnya. Ada rasa hangat yang mengalir di dalam hatinya, sebuah perasaan yang ia tahu tidak akan hilang begitu saja. Dia hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan segalanya.

Sementara itu, di luar kamar, Mikoto merasa lega. Ia tahu bahwa Sasuke sedang berada di jalur yang benar, dan ia berdoa agar hubungan antara putranya dan Hinata bisa berkembang dengan baik. Mikoto tersenyum sendiri, merasa senang membayangkan masa depan di mana Hinata bisa menjadi bagian dari keluarga mereka.

**To Be Continued...**

-Sasuhina- Campus Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang