Malam menjelang Jia masih saja berkutat di dapur. Sejak dia sampai dari kantor dia langsung menaruh barang belanjaannya dan mulai memasak. Sampai tantenya harus menghampirinya karena suara yang dibuat Jia menarik perhatiannya.
"Kau ini kenapa, dari tadi pulang dari kantor langsung di dapur tanpa berbicara sepatah katapun." tanya tantenya.
"Imo bisa lihat kan? Aku sedang memasak."
Jia tampak sibuk mengiris buah, entah sudah berapa kali tangannya teriris pisau. Dan itu tidak membuat Jia menyerah.
Sejak Seungmin memberi tahu bahwa Minho menyukai pie buah, Jia langsung terbesit ide memasak untuk lelaki pujaannya. Yaitu pie buah.
Dan tentu saja Jia tidak bisa memasak, lebih tepatnya dia tidak pernah memasak. Karena kebutuhannya selalu terpenuhi oleh tantenya. Jia hanya sibuk mencari uang diluaran untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
"Tapi sepertinya membahayakan sedari tadi memegang pisau kau sudah teriris berapa kali? Mau imo bantu?"
"Tidak, tidak. Imo diam saja. Kalau dibantu rasa cintaku yang tersalurkan lewat makanan akan berkurang. Aku tidak mau."
"Nanti kamu bilang saja kamu yang masak, sini imo saja yang masak."
"Tidak mau imo. Aku tidak mau berbohong di depan makanan yang akan di makan olehnya."
"Aigoo."
Tentu saja tante Jia menertawakan sikap Jia yang kekanak-kanakan seperti itu. Tapi dia bisa apa selain membiarkan Jia untuk menyelesaikan masakannya sendiri, walaupun dia sudah sangat ragu akan hasilnya seperti apa.
Jia membuat pie buah dengan sepenuh hati dan jiwanya.
Setelah selesai diapun menaruh pie itu di lemari pendingin dan sudah dia siapkan untuk di berikan pada Minho keesokan harinya.
*****
Pagi ini Jia tampak lebih bersemangat dari hari sebelumnya, tentu saja karena dia tidak sabar ingin melihat reaksi Minho yang kesenangan karena memakan pie buah buatannya.
Dia mendekap kardus yang berisi kerja keras semalam, menatap jemarinya yang terbalut penuh plester tampaknya Jia tidak menyesal akan hasil apa yang nanti dia peroleh.
Setelah meletakkan tasnya Jia segera mengambil file di meja kerja dan kardus kecil itu untuk dibawa ke ruangan Minho.
"Pagi pak. Ini laporan kemarin sudah saya kerjakan."
Minho menatap laporan itu dan membukanya, kemudian membacanya sekilas,"Ini bagus. Sesuai dengan yang aku inginkan."
Minho menatap Jia yang masih tersenyum di depannya sambil menyembunyikan kardus mini di belakang tangannya.
"Kau.. boleh keluar kalau sudah ada urusan lagi." tambah Minho kembali.
"Sebenarnya aku ingin memberikan sesuatu pada anda."
"Oh ya apa?"
"ini aku ada sesuatu, pie buah. Aku membuatnya sendiri-" ucapan Jia terpotong saat dengan cepat Minho mendorong kardus kecil ditangan Jia. Tidak sampai terjatuh sih tapi reaksi itu cukup membuat Jia terkejut
"Apa ini? Singkirkan! Aku tidak suka buah. Apalagi kiwi, aku alergi!!" ucapnya langsung sambil menatap buah kiwi yang dominan di atas pie buahnya
"Ah mianne. Aku tidak tahu." Jia segera mengemasi makanannya dan menundukkan kepala.
"Maafkan aku Jia. Aku bukannya tidak menghargai pemberianmu. Hanya saja, aku benar-benar tidak bisa makan pie buah karena alergi."
"Aku yang harusnya minta maaf. Harusnya aku mencari tahu dulu apa yang membuat anda alergi. Maafkan aku." Jia berkali-kali menundukkan badannya karena merasa tidak enak.