Happy reading
“Hutss, diem!” titah orang yang berada paling depan, terlihat mereka tengah membungkuk mengendap-endap masuk ke dalam ruangan, di atas palang pintu tertulis ruang laboratorium.
“Aman gak Nay?” ujar Lentera memastikan kembali.
“Aman Ra” saut Naya dibalas Lentera acungan ibu jari, mata Naya terus melihat sekitar di ujung lorong tampak seorang mahasiswa menuju ke arah mereka. “Ehh ada orang Ra, cepet ngumpet!” teriaknya panik.
Keributan kecil melanda mereka, sikut-sikutan, umpatan serta mata melotot untuk menghentikan suara kecil yang dikeluarkan. Mereka saling mengingatkan agar tak ketahuan, jika ada orang yang mengetahui keberadaan mereka rencana tersusun rapi akan gagal.
Di balik tembok Clara menyembulkan kepalanya, “mahasiswa itu sudah pergi, kita aman”
Lentera menarik napas lega, “syukur” ujarnya. Ia menengok ke belakang, cctv di pojok menarik atensinya secara sadar Lentera menggeram marah.
“Goblok itu cctv!” serang Lentera sontak kedua temannya mencari keberadaan benda itu panik.
“Mana Ra? Jangan buat gue panik Njir” saut Naya matanya melihat sekitar serampangan. “Kalo kita ketauan gimana?” lirihnya ketakutan, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
“Sutt diem!” ujar Clara menenangkan, “Mana sih gue gak liat?” tanyanya tak menemukan keberadaan cctv.
“Di pojok tuh”
Retina Clara menangkap keberadaan cctv sesuai instruksi Lentera, “Oh itu, tenang cctv itu udah gue sabotase”
Empat mata langsung tertuju ke arah Clara memastikan perkataannya, Clara mengangguk meyakinkan.
“Serius Cla? Gue deg-degan njir takut ketauan, hampir mau copot jantung gue!” seloroh Naya mendramatisir keadaan.
“Lebay” balas mereka serempak.
“Awas ya lo pada!” gertaknya.
“Berisik Nay! Mana kuncinya?” tagih Lentera pada Naya, tangannya menengadah sebuah kunci tersampir di atasnya. Ia memasukkan kunci ke dalam gagang pintu hingga bunyi suara klek menandakan pintu terbuka.
“Cepet cari jangan sampai ketauan” intrupsi Clara, mereka mulai menyebar menelusuri ruangan. Setiap meja mereka sangat teliti mencari, nomor-nomor di kotak tak bisa menolong mereka, mereka hanya bermodalkan ingatan letak yang mulai mengabur.
“Udah ketemu belom?” tanya Clara.
“Belum”
Beberapa menit kemudian, teriakan Naya menghentikan pergerakan mereka.
“Guys, gue udah nemuin” tangan Naya mengangkat benda itu tinggi.
“Ketemu di mana tuh?” lontar Lentera menanyakan.
“Di bawah meja, ya udah kita pulang”
“Udah gitu doang? Percuma dong kita curi kunci diem-diem!” sungut Lentera marah. “Betul, mana buku doang katanya barang rahasia eh taunya buku” lanjut Clara tak kalah kesal.
Naya terkekeh geli, ia memang sengaja tak mengasih tau barang yang hilang dan rencana ini ia susun sedemikian rupa agar kehidupan kampusnya tak monoton.
“Biar gak gabut, coba lo pada pernah denger mahasiswa nyolong kunci gak? Pake sabotase cctv segala Cuma kita yang nekat!”
“Fuck, kalo beasiswa gue dicabut lo jadi tumbal gue!” ancam Lentera, ia menyesal telah mengikuti rencana Naya.
“Bakar aja bukunya Ra, gak guna juga” kompor Clara memanas-manasi, perasaan Clara masih dongkol oleh kegabutan Naya.
Naya mendelik secara cepat ia mendekap bukunya posesif, “enak aja! Ini ada gambar abs suami gue Byeon Woo-seok”
Lentera dan Clara saling menatap dengan senyum licik keduanya mengangguk bersamaan, “Cla tutup pintu” seru Lentera, ia berlari menghadang Naya berusaha merebut bukunya.
“Ra, lepasin! Anjir berasa dicopet...”
“Salah siapa! Lepas gak bukunya”
“Ada orang di luar? Tolong mimi peri kecopetan, siapapun di luar gue akan kasih reward. Kalo yang nolongin gue cewe akan gue anggap adik, kalo cowo jadi pacar gue” ucap Naya lantang kedua tangannya masih mempertahankan buku. Di segala sisi tubuh Naya berada di kukungan temannya, menjerat Naya layaknya tahanan.
Tok tok tok
“TOL...” segera Clara membekap mulut Naya, “berisik anjir!”
Lentera membuka pintu sosok lelaki menyembul di balik pintu, terlihat seniornya di kampus terkenal akan mata keranjangnya tengah berdiri membawa kotak di genggaman.
Pria itu menyodorkan kotak pada Lentera dari matanya menatap Lentera sungkan, senyum mengejek terpatri di rautnya.
“Buat Lentera gak tau dari siapa” jelasnya singkat, setelah kotak itu berpindah ke tangan Lentera pria itu berbalik badan bersiap pergi.
“Mas tunggu__”
“Ini temen gue Naya mau jadiin mas pacar, tenang mas cantik dari HI lagi” perkataan Lentera membuat Naya naik pitam.
“Gak mas temen saya cuma bercanda” serobot Naya dihadiahi senyum menggoda, pria itu tampak senang melihat rupa Naya yang akan menjadi pacar sekaligus mainannya.
“Nomor hp?”
“0811...”
Brak
Bantingan pintu menghentikan pergerakan mereka, dengan napas tersengal-sengal Naya mengumpati kedua temannya satu persatu.
“Anjing, amit-amit gue pacaran sama dia. Muka gak seberapa kelakuannya kaya bangsat”
“Tepatin janji Nay, udah janji juga” ingat Clara sontak temannya semakin naik darah, sedetik kemudian keduanya cekcok tak mau kalah.
Lentera terus menatap kotak yang berada di genggamannya, kotak kecil yang berornamen lucu. Secara perlahan ia membuka kotak itu, belum terbuka sepenuhnya kotak itu meledak.
Suara ledakan menghentikan pertengkaran Clara dan Naya, ketiganya di serang panik mencari apar untuk menghentikan laju api.
“Minggir” teriak Naya. Semburan zat kimia membumbung di udara, memasuki saluran pernapasan membuat ketiganya terbatuk-batuk.
Karpet hitam berbahan serat sintetis meleleh di lantai api menelannya menjadi lubang tak beraturan, mereka terdiam kaku kebakaran mendadak membekukan tubuh mereka.
“Phosphine”
“Gas kimia yang tak berwarna, beracun, dan mudah terbakar secara spontan jika terkena udara.” Lirih Lentera, matanya terpejam merasakan aksi teror semakin melukainya.
***
“Bajingan! Lo hampir ngilangin nyawa orang!” teriak orang berbaju hitam marah, orang itu menatap temannya sengit kala melihat ekspresi tak bersalahnya.
“Pergi! Lo gak pantes jadi partner gue Glen” tutur orang itu penuh penekanan mencemooh lawan bicaranya.
Ia beranjak dari duduknya melangkah memutari temannya, Glen. Sentuhan lembut di wajahnya semakin mengintimidasi Glen, ia tau jika ucapannya akan berujung kematian yang ia tau orang itu tak pernah main-main, segala risiko akan di terimanya, satu lagi dia tak memandang bulu saat membunuh musuhnya.
“Mental lo terlalu cupu untuk seorang pembunuh”
“Bertekuk lutut Glen atau___” tangannya memainkan sebuah belati kecil kilatan lampu terpantul di ujung belati itu, sangat tajam.
Bibirnya beradu di depan telinga Glen, “keluarga lo gue bunuh, gue gak akan nyiksa lo sebelum orang tersayang lo tersiksa. Camkan Glen!” detak jantung Glen seketika terhenti.
Kaki Glen melemas, ia bersimpuh di depan orang itu.
Bibir Glen bergetar ia mengucap sesuatu lirih, “gue nyesel cinta lo tapi gue gak bisa menampik rasa cinta ini...”
“Cinta itu omong kosong Glen, mereka gampang dibodohi oleh embel-embel cinta.
“Termasuk gue...”
Jari jemarinya bergerak cepat di layar gawai, bunyi tut menandakan pesan terkirim.
+62 851 1234 5678
Kado yang menarik bukan?
Mars
Oscarindiaromeotangoalphapapa alphatangooscarkilo
KXMDQ OHEDW PHQBHOLPXWL
EHULVL WDQJLVDQ SHUL
21.25***
Jangan lupa follow akun ini📍
Wattpad : sebotolcerita
Instagram : @sebotolcerita
Tik tok : @fa69512Jangan lupa vote
⬇️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
RandomSaat pulang dari tempat kerja Lentera menemukan tubuh Bara yang terbujur kaku, aroma Bara berhasil memunculkan desiran aneh di dadanya. Ia terus memperjuangkan cinta Bara dan di saat bersamaan aksi teror muncul melukainya. Akankah ia berhasil menda...