Bulan purnama menampakkan kemilaunya, cahaya memancar, titik-titik putih menyebar menjadi sekumpulan rasi bintang semakin mempercantik lukisan semesta yang terbalut dekapan kegelapan.
Di bawah ufuk sang purnama, seorang manusia berlindung dari kelam yang terpancar malam. Sendiri, di tengah luka yang semakin menganga dan tak bisa disembuhkan.
“Bun..."
“Hidup berjalan seperti bajingan, seperti___” bibirnya terus bersenandung lirih, pancaran matanya tersirat luka. Ia kelimpungan tak tau arah, kakinya ingin berlari mencari tempat berlindung dari kekejian semesta.
“Sakit”
Ia menepuk dada pilu, linangan air mata mengalir mencecap setiap inci muka yang sayu. Gigitan bibir yang semakin diperdalam untuk menghalau suara tangisan, cukup langit malam saja yang melihat sosok rapuhnya.
Deringan ponsel menghentikan tangisannya sekejap, ia berdehem menetralkan suara yang bergetar.
“Halo”
Suatu sapaan menyeruak di balik telinga, dari jarak beberapa mil jauh di sana sebotol cairan asam semakin memperparah lukanya, semakin dalam dan tak bertuan.
“Iya aku akan mengusahakannya”
“Bukannya masalah kalian selalu aku yang mengurusi!”
“Sudah malam, aku capek...”
Sambungan telepon dimatikan, ia semakin memperdalam dekapan pada dirinya. Ia benci terhadap garis takdir, yang menuntutnya untuk selalu berjalan sesuai lajurnya.
“Apakah aku salah Tuhan?”
“Membencimu semakin dalam”
***
Ting nong
Ting nong
Ting nong
“Assalamualaikum calon imam, where are you?” teriak Lentera di depan pintu apartemen. Ia mengintip lobang pintu, tak ada tanda-tanda manusia keluar.
Tangannya menggedor-gedor pintu keras, kesabarannya kian menipis kala suara bel tidak mengeluarkan sang pemilik.
“BARA, CALON IMAMKU KELUAR SAYANG”
“WOI BAR, BANGUN!”
“MOLOR MULU LO”
Suara decakan keluar dari mulut Lentera, manusia kutub itu tampak tidak peduli atas kegaduhan dibuatnya.
“Permisi dengan nona Lentera?” tanya orang berseragam, pakaian abu-abu tua yang dikenakan dan tulisan bordir di dada memperjelas maksud mereka.
“Iya”
“Anda kami bawa atas kegaduhan dan mengusik penghuni apartemen ini!” ujar orang berseragam mengintimidasi “jika anda tidak mengikuti perintah kami, nama anda akan di blacklist dalam daftar pengunjung!”
“Asal lo tau pak, gue di sini mau ketemu calon suami gue!” teriak Lentera tak terima “kalo kalian macam-macam, gue akan aduin! Biar tau akibatnya!”
“Kami dapat perintah dari apartemen no 27 ini! Anda tidak punya hak untuk melarang kami!” katanya tegas, matanya memutar malas. Senyum rendah di bibirnya merendahkan Lentera.
Kedua tangan Lentera diseret paksa, teriakan Lentera semakin membahana.
“BARA BANTUIN AKU!”
“SAYANG TOLONGIN AKU!”
“WOI BAR! LO BUDEG? ISTRI LO DITARIK SATPAM NIH!” teriak Lentera bersungut-sungut marah, belum cukup usai ia meneriaki Bara dengan bahasa hewan. Suaranya itu memekakkan gendang telinga orang berseragam.
“Berisik!”
“Mbak harusnya sadar diri! Gak punya cermin di rumah apa? Muka kaya monyet aja ngincer orang kaya!” olokan orang berseragam merendahkan, kalo bukan karena urusan pekerjaan mereka tidak akan berurusan dengan perempuan buruk rupa ini.
“Saya satpam aja mikir-mikir mbak, kalo pacaran sama mbak. Takut merusak keturunan” tawa meledak di sepanjang lorong.
Cekalan ditangan Lentera dilepaskan, bekas merah tergambar jelas. Ia di dorong keluar, sikap jijik dari keduanya terus diperparah dengan kalimat-kalimat kasar.
“Mbak mending gigi tonggos nya diperbaiki dulu”
“Jangan mimpi ketinggian mbak, apalagi mimpi nikah sama orang kaya”
“Hahaha”
“Jahat bener mulut lo sob...”
“Kalo gak digituin dia gak bakal tau diri bro!”
***
Beberapa menit lalu, Bara dibuat marah oleh ulah gadis gila. Belum cukup atas kata-kata kasar yang ia layangkan, gadis itu tampak tak jera mengganggunya.
“Parasit!” desis Bara, ia muak oleh sikap gadis gila itu.
Pikiran Bara melayang, hukuman apa yang pantas diberikannya. Ia sudah terlalu jauh mengganggu kehidupannya.
Ting nong
Ting nong
Bara beranjak keluar, ia melihat tukang paket berada di depan. Tak memikirkan ada tanda bahaya, ia yakin itu orang suruhan mamanya.
Saat pintu terbuka, orang tersebut menerjang tubuh Bara. Untung saja ia hanya hilang keseimbangan, tidak benar-benar jatuh.
“BERHENTI!”
Penutup kepala orang tersebut lepas, cengiran bodoh menghiasi wajahnya.
“Halo pak suami…” sapa Lentera, ia benar-benar nekat menyusup kembali. Kata-kata kasar dan ancaman hanya dianggap angin lalu, untung saja ia bertemu temannya. Dengan senang hati meminjamkan jaket kerjanya, jangan lupa tip yang diberikan Lentera. Hanya untuk seorang pujaan hatinya, ia akan melakukan apa pun.
Tatapan mata tajam menghunus Lentera, ia terus melangkah menikmati setiap sudut apartemen.
“Anda tidak jera?”
Kerlingan menggoda tergambar di mata Lentera, ia berucap “Kalo buat Bara Ara gak bakal jera”
“Mau berenang di tujuh samudra dan mendaki gunung tertinggi di dunia... Ara yakin, Ara gak bakal mampu!”
“Makanya Ara mau realistis aja mengejar cinta Bara”
“Gimana gombalan aku mantep gak?” Lentera menaik turunkan alisnya.Ia menyesal ketika melihat Bara semakin mendekati dirinya. Lentera berjalan mundur menghindari Bara, ia mengaduh kesakitan ketika punggungnya bertabrakan dengan sofa.
Bara tersenyum culas, ia merengkuh pinggang Lentera secara paksa. Kepalanya terus ke bawah mengikis jarak antara mereka, deru nafasnya memburu menerpa wajah Lentera. Membuat sang gadis merinding hebat, pikiran dipenuhi satu kata untuk keluar dari kungkungan Bara.
Kelopak mata Lentera tertutup.
"Maaf Bara" pintanya.
Bug
Serangan di ulu hatinya sangat cepat, tubuh itu terdorong ke belakang. Ketika kaki kanan Lentera mengayunkan ke depan sebagai tanda pertahanan.
Lentera meringis kelu, saat Bara memegangi perutnya kencang.
"Bara sakit?"
"Aduh maaf gue sengaja___"
"Sini gue obatin"
Perkataan Lentera yang beruntun semakin membuat Bara pusing. Ulu hatinya terasa sakit, udara semakin menyempit. Sial, Bara tak menyukai situasi ini, kalah dan terlihat oleh lawan.
"Pergi" titahnya, ia semakin memperdalam tekanan di ulu hatinya.
Melihat Bara sekarat ia tak tega dibuatnya, apalagi Lentera menyerang area titik fatal. Siapa saja akan mengaduh kesakitan bahkan ajal bisa menjemput, kecuali jika tidak segera ditangani.
"Diem!"
Lentera membaringkan tubuh Bara di lantai, ia menyuruh laki-laki itu bernafas dan mengencangkan nafas di area ulu hati.
Dan kencan Lentera gagal total yang berujung tragedi.
***
Kasih emoticon ❤️
Biar tambah semangat akunya🤓Jangan lupa follow akun ini
Wattpad : sebotolcerita
Instagram : @sebotolcerita
Tik tok : @fa69512Jangan lupa vote
⬇️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
AléatoireSaat pulang dari tempat kerja Lentera menemukan tubuh Bara yang terbujur kaku, aroma Bara berhasil memunculkan desiran aneh di dadanya. Ia terus memperjuangkan cinta Bara dan di saat bersamaan aksi teror muncul melukainya. Akankah ia berhasil menda...