advantage

546 61 8
                                    

Hyunjin turun dari mobilnya, benarkan jas hitamnya sambil mengusap surai panjangnya keatas. Langkahnya dibawa santai dan menawan, masuk ke dalam sekolah putranya.

Melihat salah satu wali murid yang begitu berkharisma, jelas membuat dirinya menjadi pusat perhatian, tak apa, sudah terbiasa.

Ia masuk ke ruangan kepala sekolah "eh, pak hyunjin, silahkan duduk"

Alis hyunjin naik satu, ia melihat putranya yang duduk sambil menunduk malas. Ia lihat juga pria seumuran putranya juga pria berbadan besar yang menunduk karena berhadapan dengannya.

Tersenyum kecil "ya, apa yang putra saya lakukan?"

"Berantem, pak" hyunjin duduk disebelah putranya, Riki pun menghela nafas. "Kenapa berantem, alasannya?" Tanya hyunjin lagi.

Tak ada yang menjawab, pak kepala sekolah sekalipun yang malah akan mengalihkan pembicaraan.

"Jadi pak—"

"Kenapa berantem, Riki?" Tanya hyunjin lagi, suaranya lebih berat dan datar. Hyunjin tak ada ekspresi, ia malas dan agak lelah, namun penasaran.

Melihat putranya dan angkat dagu itu, alis hyunjin naik satu "katanya berantem?"

"Anu pak, Riki gak babak belur karena memang dia yang Riki pukul terus" hyunjin melihat arah tunjuk, kedua anak dan bapak itu semakin meredup, menunduk tak mau menunjuk wajah mereka.

"Kenapa, kamu membully orang, Hwang Riki?"

"Iki ti—"

"Jawab alasannya, kenapa mukulin orang?"

Ia menghela nafas "dia bilang bunda ku cacat"

Hyunjin ikut diam akhirnya, mengangguk "huft"

Bruk!

"Hei, gembul, buntal, gendut, dugong, truk fuso, ajari putramu berbicara yang benar, bangsat!" Ia menoyor kepala pria besar yang merupakan ayah dari anak lelaki sebaya putranya.

"Maaf tuan, saya minta maaf"

Hyunjin kembali menoyor kepalanya "Jangan cuman minta maaf, bisa bisanya menghina istriku, hei bocah, kau diajari ayahmu tidak?"

Tubuhnya bergetar takut melihat ayahnya yang bersujud dikaki hyunjin.

Bugh!

Memejam saat hyunjin menendang ayahnya, Riki yang melihat mereka menghela nafas, ia pandang si kepala sekolah "see, aku udah bilang beberapa kali jangan pernah manggil ayah ku ke sekolah"

Ia melirik teman berantemnya, menatap meminta tolong, Riki mengedikkan bahu "gatau, males"

"Pak hyunjin, sudah!" Ucap kepala sekolah menengahi, hyunjin berdecih "bapak" melihat bagaimana bocah itu memeluk ayahnya.

"sialan" desis hyunjin, pandangi kepala sekolah "jadi, beri dia hukuman"

"H-ha, Riki kami beri skors 3 hari karena terlalu sering berantem, pak"

"3 hari? Jangan, kasih seminggu"

Riki pandang ayahnya tak percaya, hyunjin mengusap surai sendiri "Riki harus ku ajar bertarung lebih lagi, supaya kalau ada yang mengatai bundanya bukan cuman harus dia pukul, harusnya dia buat mati"

Meneguk ludah, kepala sekolah mengangguk. Hyunjin menyentuh pundak putranya "ayo pulang"

••

Jeongin bersandar disofa, sendirian. Matanya tak berhenti membaca bait per bait kata dibuku.

Sebelum merasa tengkuknya tertiup, ia memejam kecil. Menghela nafas dan menghadap kanan belakang dimana arah tiup ini berasal.

( why? )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang