Bugh!
"Akh!" Tubuhnya jatuh kelantai, langsung meringkuk karena perutnya ditendang. Riki meringis dan memejam menahan sakit akibat tendangan dan pukulan teman teman sekolahnya.
Seorang pengecut, tak dapat melawan, penakut. Apalagi? Orang miskin, tidak punya ayah, anak seorang jalang.
Itulah, Riki.
Ia melangkah pulang dengan tangan gemetar, sudut bibir berdarah, tangan rasanya seperti patah, perut nyeri, kaki panjangnya terseok, ia seret sampai akhirnya sampai dirumahnya yang amat kecil, dari kayu, yang bocor disetiap sisinya saat hujan.
Bundanya sudah menjalang pun, tak bisa memberi rumah yang layak untuknya, cuih.
Ia masuk tanpa mengetuk bahkan memberi salam apapun, melihat bundanya yang sedang memakai mantel untuk pergi bekerja "Riki?"
Riki tak balas, langsung melangkah kedalam kamarnya, mengabaikan sang bunda lagi.
Jelas, ini selalu. Riki dengan mood nya yang kadang membencinya. Membenci pekerjaannya lebih tepatnya.
Tapi, jeongin tak ada pilihan lain. Ini pekerjaannya dari sebelum Riki ada, habitnya tak bisa berubah bahkan demi Riki sekalipun. Ia tak bisa merubahnya, tak ada pekerjaan lain untuk nya karena ia sudah terkenal sebagai jalang di club sekitar tempatnya tinggal.
Jeongin menghela nafas, memijit keningnya sendiri. Ia juga lelah harus mengangkang murah didepan orang orang setiap 6 kali seminggu. Kalau tak begini ia hidupi Riki bagaimana lagi, uang sekolah mahal, uang makan, uang rumah kecil ini pun mahal.
Sebelum pergi, ia siapkan makanan yang sudah ia hangatkan, susu, dan air hangat untuk luka luka ditubuh putranya. Jeongin selalu khawatir namun Riki selalu menjawabnya ketus seolah tak mau jeongin ikut campur dengan apa yang ia lakukan.
Ia tak bisa melakukan apa apa karena bocah itu cukup keras, akhirnya jeongin berinisiatif membeli barang barang pengobatan saja.
Ia menaruh semua makanan diatas meja, pun obat untuk Riki. Menutupnya dengan tudung saji lalu mengambil kertas dan pena.
Bunda masak makanan kesukaan kamu, dimakan ya. Luka kamu jangan lupa diobatin juga ,sayang.
Bunda sayang kamu, Riki, maaf ya.
Setelah menyelesaikan, ia taruh kertas diatas tudung saji yang ia timpa dengan pena. Melihat pintu kamar satu satunya disana karena memang jeongin tidur diruang tengah.
Ia meremas mantelnya lagi, segera beranjak tak lupa menutup pintu rumahnya.
Tak lama dari itu Riki keluar dari kamarnya masih dengan kaki yang sakit, hampiri meja dan melihat kertas dari jeongin. Ia diam saja tak bilang apa apa, namun melipatnya dan masukkan kedalam saku celananya.
Riki tak peduli dengan lukanya, ia lebih memilih mengisi perutnya lebih dahulu karena lapar. Masakan si bunda memang benar benar luar biasa, kadang Riki merasa bersalah dengan jeongin.
Jika dibilang jeongin adalah ibu yang baik, itu memang benar. Yang Riki kesalkan hanya pekerjaan memang, itu yang membuat Riki membenci bundanya. Tapi, Riki tetap sayang padanya kok. Ia tau bundanya bekerja demi dirinya, jeongin juga pernah berhenti dan mereka berakhir tak bisa membayar dan membiayai apapun, bahkan makan saja susah karena nama jeongin sudah buruk disini untuk diterima kerja yang lain.
Asik asik makan, tiba tiba pintu rumahnya diketuk. Mata tajamnya melirik sinis, siapa yang ganggu malam malam begini.
Selesaikan makan nya, ketukan pintu masih terdengar membuatnya mau tak mau bangkit dan membuka pintu untuk tamu tak diundang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
( why? )
Short Story#oneshoot, hyunjeong-riki. Kisah pendek antara hyunjin dan jeongin.