Bab 1: Kekuasaan Klan Kim

24 3 0
                                    

Benteng Klan Kim berdiri megah di tengah-tengah lembah yang luas, dikelilingi oleh pegunungan yang menjulang tinggi. Di dalam tembok yang kokoh itu, kekuasaan Klan Kim tidak hanya terlihat dari keindahan arsitektur, tetapi juga dari aura kekuatan yang terasa di setiap sudutnya. Aula besar yang dihiasi dengan lampu-lampu gantung dari kristal, mengeluarkan cahaya lembut yang menerangi ukiran-ukiran kuno pada pilar-pilar marmer putih.

Hari itu, para tetua klan dan pejabat tinggi berkumpul untuk mendengarkan titah dari pemimpin mereka, Kim Mingyu. Mereka berdiri dengan khidmat di hadapan tahta yang megah, menunggu dengan sabar kata-kata yang akan keluar dari mulut pewaris tunggal Klan Kim tersebut.

Kim Mingyu, yang mengenakan jubah kerajaan berwarna emas dengan hiasan bordir yang rumit, duduk di atas tahta dengan postur yang tegap. Matanya yang tajam menyapu ruangan, mengamati setiap orang yang berdiri di hadapannya. Suasana tegang terasa menyelimuti aula itu, hanya suara napas yang terdengar, sementara semua menunggu dengan harap-harap cemas.

"Apa yang kalian bawa sebagai laporan hari ini?" tanya Mingyu dengan nada suara yang tenang, tetapi tegas. Suaranya menggema di seluruh ruangan, menunjukkan kewibawaan seorang pemimpin yang telah terbiasa mengatur segala sesuatu dengan tangan besi.

Seorang pria tua, dengan janggut putih yang panjang dan mengenakan jubah pejabat, maju satu langkah ke depan. Dia adalah Kepala Penasihat, orang yang paling dipercaya oleh Klan Kim untuk memberikan nasihat dalam urusan negara.

"Yang Mulia," katanya dengan suara dalam yang dipenuhi rasa hormat, "hamba menyampaikan laporan dari para pengintai kita. Klan-klen kecil di utara mulai menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Mereka berkumpul dan tampaknya bersekutu dengan harapan dapat menggoyahkan kekuasaan kita."

Mingyu mengangguk perlahan, menunjukkan bahwa dia mendengarkan dengan seksama. "Apakah mereka benar-benar berani menantang Klan Kim?" tanyanya, nada suaranya sedikit meninggi, menunjukkan ketidakpuasannya.

"Kelihatannya begitu, Yang Mulia," jawab Kepala Penasihat, menjaga nada suaranya tetap rendah. "Namun, hamba percaya bahwa dengan kekuatan militer kita, mereka tidak akan menjadi ancaman besar. Hanya butuh satu peringatan keras untuk mengingatkan mereka akan posisi mereka."

"Bagaimana dengan persediaan dan kekuatan pasukan kita?" Mingyu beralih kepada seorang pria bertubuh kekar dengan wajah penuh bekas luka, Jenderal Tertinggi yang bertanggung jawab atas seluruh kekuatan militer Klan Kim.

Jenderal itu membungkuk hormat sebelum menjawab. "Yang Mulia, pasukan kita dalam kondisi siap siaga. Persediaan senjata dan logistik telah diperiksa dan berada dalam kondisi prima. Kami hanya menunggu perintah dari Yang Mulia untuk bergerak."

Mingyu terdiam sejenak, merenungkan kata-kata mereka. Wajahnya tetap tenang, tetapi mata tajamnya menunjukkan bahwa dia sedang memikirkan langkah-langkah berikutnya dengan hati-hati. "Kita tidak akan bertindak terburu-buru," katanya akhirnya. "Namun, kita juga tidak akan menunjukkan kelemahan. Kirimkan utusan kepada mereka, beri mereka pilihan—mengakui kekuasaan kita atau menghadapi konsekuensi yang tak terbayangkan."

Jenderal dan Kepala Penasihat saling pandang sejenak sebelum mengangguk serempak. "Titah Yang Mulia akan segera dilaksanakan," jawab Kepala Penasihat.

Mingyu memandang ke arah seorang pria lain yang berdiri di ujung aula. Dia mengenakan jubah resmi, tetapi wajahnya yang muda dan tampan menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang baru dalam peran ini. "Pengurus Keuangan, bagaimana keadaan perbendaharaan kita?"

Pria muda itu melangkah maju dengan penuh rasa hormat. "Yang Mulia, perbendaharaan kita tetap kuat. Pendapatan dari pajak dan perdagangan terus meningkat, terutama setelah kita memperluas wilayah kita ke selatan. Namun, jika kita terlibat dalam pertempuran besar, biaya yang dikeluarkan tentu akan signifikan."

Mingyu mengangguk lagi. "Pastikan bahwa kita memiliki dana yang cukup. Persiapkan juga dana cadangan, kalau-kalau keadaan mendesak."

"Perintah Yang Mulia akan segera dilaksanakan," jawab Pengurus Keuangan dengan nada hormat, sebelum kembali ke tempatnya.

Mingyu lalu menatap seluruh hadirin yang berada di ruangan itu. "Ingatlah, Klan Kim telah bertahan selama berabad-abad karena kita tidak pernah menunjukkan keraguan atau kelemahan. Kita akan terus berdiri teguh, dan siapa pun yang berani menentang kita akan merasakan akibatnya. Pulanglah ke tempat kalian dan lakukan tugas kalian dengan baik. Masa depan Klan Kim bergantung pada kita semua."

Dengan itu, rapat pun usai. Para pejabat dan penasihat membungkuk hormat sebelum meninggalkan aula satu per satu, membawa perintah dan pesan dari pemimpin mereka. Di balik pintu yang tertutup rapat, Kim Mingyu tetap duduk di tahta, matanya menatap jauh ke depan, ke masa depan yang penuh dengan tantangan namun juga dengan kekuasaan yang lebih besar dari yang pernah dibayangkan oleh leluhur-leluhurnya.

Kim KlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang