Bab 9: Cinta yang Tumbuh dan Salah Paham yang Mulai Terbentuk

4 0 0
                                    

Waktu terus berjalan, dan dengan setiap pertemuan, benih-benih cinta antara Mingyu dan Wonwoo mulai tumbuh, menyebar akar-akar yang tak terlihat dalam hati mereka. Meski hubungan mereka awalnya terbentuk dari tipu muslihat dan niat tersembunyi, kini mereka mulai merasakan sesuatu yang lebih dalam—perasaan yang tidak bisa mereka tolak atau abaikan.

Mingyu, yang selama ini dikenal sebagai pemimpin yang tak kenal belas kasih, mulai melunak ketika berada di sekitar Wonwoo. Wanita itu membangkitkan sesuatu dalam dirinya, sesuatu yang selama ini tersembunyi di balik topeng dinginnya. Wonwoo membawa kedamaian dan kelembutan yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Setiap senyum Wonwoo, setiap tawa kecil yang terlontar dari bibirnya, membuat hati Mingyu bergetar. Perasaan ini, yang awalnya dianggapnya sebagai kelemahan, perlahan-lahan berubah menjadi kekuatan baru baginya.

Wonwoo pun merasakan hal yang sama. Di balik sikap dingin dan tegas Mingyu, ia menemukan sosok yang penuh dengan kebingungan dan luka. Meski masih ada keraguan di hatinya, Wonwoo mulai melihat Mingyu sebagai lebih dari sekadar pemimpin klan yang kejam. Ia melihat sisi manusiawi yang tersembunyi, sisi yang membuatnya terpesona dan ingin lebih dekat.

Namun, seperti dua kutub yang saling tarik menarik, ada kekuatan lain yang juga mulai bekerja—kekuatan yang bisa memisahkan mereka. Salah paham dan ketidakpercayaan yang sudah ada sejak awal hubungan mereka, perlahan-lahan mulai muncul ke permukaan.

Malam itu, Mingyu mendapatkan laporan dari salah satu pengawalnya bahwa ada gerakan mencurigakan dari Klan Jeon. Meski tidak ada bukti kuat, kecurigaan mulai merasuk ke dalam pikirannya. Apakah Wonwoo, wanita yang mulai mengambil tempat di hatinya, benar-benar tulus? Atau semua ini hanya bagian dari rencana besar Klan Jeon untuk menjebaknya?

Keesokan harinya, ketika Mingyu dan Wonwoo bertemu, suasana di antara mereka terasa berbeda. Ada ketegangan yang tak terlihat, seolah-olah ada tembok yang mulai dibangun di antara mereka. Wonwoo, yang biasanya bisa membaca emosi Mingyu dengan mudah, merasakan ada sesuatu yang salah. Namun, sebelum ia sempat bertanya, Mingyu sudah berbicara lebih dulu.

“Ada laporan bahwa Klan Jeon sedang merencanakan sesuatu,” kata Mingyu dengan nada dingin, matanya menatap tajam ke arah Wonwoo. “Apa yang kau ketahui tentang ini?”

Wonwoo terkejut mendengar tuduhan tersebut. Ia tahu bahwa ayahnya, Jeon Dong Il, memang memiliki rencana-rencana rahasia, tapi ia sendiri tidak terlibat langsung dalam semua itu. “Aku tidak tahu apa yang kau maksud, Mingyu. Aku datang ke sini dengan niat baik, dan aku pikir kau sudah mulai mempercayaiku.”

Mingyu mendengus, meski hatinya tersiksa karena harus bersikap keras terhadap wanita yang ia mulai cintai. “Mempercayaimu? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang dari klan yang selalu berusaha menjatuhkanku? Jangan pikir aku begitu bodoh, Wonwoo. Semua ini mungkin hanya permainanmu.”

Wonwoo merasakan sakit yang mendalam mendengar kata-kata Mingyu. Selama ini, ia berusaha untuk menjadi jujur dan tulus dalam pendekatannya, meski ada niat politik di baliknya. Namun, tuduhan Mingyu ini benar-benar melukai hatinya. “Mingyu, kau tahu aku tidak seperti itu. Apa yang harus kulakukan untuk membuktikan ketulusanku padamu?”

Namun, alih-alih mereda, kemarahan dan kecurigaan Mingyu justru semakin membesar. “Buktikan? Kau tidak perlu membuktikan apa pun, Wonwoo. Aku sudah cukup melihat. Aku sudah cukup mendengar.”

Wonwoo terdiam, matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan kesedihan. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan dirinya lagi jika Mingyu terus-menerus menolak untuk mempercayainya. Rasa cinta yang mulai tumbuh di antara mereka kini mulai terkoyak oleh keraguan dan kesalahpahaman.

Dalam hati kecil Mingyu, ia tahu bahwa ia mungkin telah membuat kesalahan. Namun, rasa takut dan ketidakpercayaan yang selama ini menguasai dirinya, membuatnya sulit untuk mundur dan mempercayai kata-kata Wonwoo sepenuhnya. Ia takut bahwa jika ia terlalu mempercayai Wonwoo, ia akan berakhir dengan terluka, dikhianati oleh orang yang kini mulai dicintainya.

Sementara itu, Wonwoo merasa semakin terasing di wilayah Klan Kim. Meski ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap dekat dengan Mingyu, jarak di antara mereka kini semakin lebar. Wonwoo merasa bahwa cinta yang mulai tumbuh di hatinya, kini harus berhadapan dengan dinding yang sulit ditembus—dinding yang dibangun oleh keraguan dan ketidakpercayaan.

Hari-hari yang sebelumnya diisi dengan percakapan hangat dan tawa, kini berubah menjadi pertemuan yang dingin dan penuh ketegangan. Wonwoo merasakan bahwa apa yang telah mereka bangun bersama, kini mulai runtuh sedikit demi sedikit.

Di balik semua ini, ada kekuatan lain yang bermain di balik layar—kekuatan yang menginginkan perpecahan antara Sang Iblis dan Dewi Bulan. Mereka tahu bahwa jika Mingyu dan Wonwoo bersatu, kekuatan mereka akan sulit dikalahkan. Maka, mereka mulai menebarkan benih-benih keraguan dan ketidakpercayaan, berharap bahwa cinta yang mulai tumbuh di antara keduanya akan layu sebelum sempat berkembang.

Malam itu, di bawah sinar bulan yang redup, Wonwoo berdiri sendirian di paviliun, memandangi langit yang kelam. Ia merasa bingung dan terluka, tidak tahu bagaimana cara menyelamatkan hubungan yang baru mulai tumbuh ini. Sementara itu, Mingyu, yang merasa bersalah dan penuh kebingungan, berdiri di jendela kamarnya, memandangi bulan yang sama dengan hati yang gelisah.

Mereka berdua tahu bahwa sesuatu harus dilakukan sebelum semuanya terlambat. Namun, di tengah kegelapan malam, di bawah bayang-bayang kesalahpahaman dan ketidakpercayaan, mereka merasa semakin terpisah, meski hati mereka masih saling merindukan. Cinta yang tumbuh di antara mereka kini terancam oleh kekuatan yang lebih besar.

Kim KlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang