Di balik keheningan malam yang menutupi pegunungan, ada ketegangan yang menggantung di udara. Klan Kim telah membuat keputusan yang tak terelakkan: menyerang Klan Kwon untuk memperkuat kekuasaannya dan menghilangkan ancaman dari klan yang semakin berani itu. Pasukan Klan Kim, dipimpin oleh Mingyu, bersiap untuk perang yang akan menentukan nasib kedua klan.
Di medan perang yang tandus dan berdebu, suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran menggema di seluruh lembah. Klan Kwon, meski dikenal tangguh dan berani, tidak mampu menahan gelombang serangan yang datang dari Klan Kim. Mingyu, dengan karismanya yang memikat dan keahlian tempurnya yang luar biasa, memimpin pasukannya dengan taktik yang kejam dan tanpa ampun. Setiap pergerakannya direncanakan dengan cermat, memastikan kemenangan berada dalam genggaman.
Di tengah hiruk-pikuk pertempuran, Kwon Soonyoung, putra mahkota Klan Kwon, berdiri gagah dengan mata penuh tekad. Dia bertarung dengan keberanian yang membara, tahu bahwa kehormatan klannya berada di tangannya. Namun, seberapapun kerasnya dia bertarung, pasukan Klan Kim terlalu kuat dan terlalu terlatih. Satu per satu, pasukan Klan Kwon mulai jatuh, membuat Soonyoung semakin terpojok.
Pada akhirnya, setelah pertempuran panjang yang melelahkan, pasukan Klan Kim berhasil menghancurkan pertahanan terakhir Klan Kwon. Kemenangan itu diwarnai dengan suara sorakan dari pasukan Klan Kim yang bersuka cita. Klan Kwon, yang dulu disegani, kini hancur dan terpaksa bertekuk lutut di hadapan musuh mereka.
Namun, di balik kemenangan itu, ada sesuatu yang tidak diketahui Mingyu—sesuatu yang akan mengguncang hatinya. Saat para tawanan perang dikumpulkan, mata Mingyu tertuju pada seorang pria muda dengan wajah penuh luka, tetapi tetap berdiri tegak tanpa menunjukkan sedikit pun ketakutan. Pria itu adalah Kwon Soonyoung, sang putra mahkota yang telah memimpin perlawanan Klan Kwon.
Soonyoung dibelenggu dan dibawa ke hadapan Mingyu, yang menatapnya dengan campuran rasa hormat dan superioritas. "Kwon Soonyoung," kata Mingyu, suaranya penuh dengan kekuasaan, "Klan Kwon telah kalah. Kau dan seluruh klanmu kini berada di bawah kendali kami."
Soonyoung tidak membalas dengan kata-kata, hanya menatap Mingyu dengan mata yang penuh kebencian dan penghinaan. Ia tahu bahwa kekalahannya ini bukan hanya soal harga diri, tapi juga soal masa depan yang suram bagi klannya.
Namun, apa yang tidak diketahui Mingyu adalah hubungan rahasia antara Soonyoung dan seseorang yang sangat dekat dengannya—Wonwoo, wanita yang telah mencuri hatinya. Di balik perang ini, ada cinta yang tersembunyi, yang akan menambah komplikasi pada situasi yang sudah rumit.
Saat malam menjelang, Mingyu kembali ke istana dengan Soonyoung sebagai tawanan perang. Kemenangan itu seharusnya menjadi alasan untuk merayakan, namun ada perasaan yang mengganjal di dalam dirinya. Ketika dia menatap Soonyoung, ada sesuatu yang tidak bisa ia mengerti, sebuah ikatan yang tak terlihat, namun terasa kuat.
Di istana, ketika berita tentang kemenangan Klan Kim sampai ke telinga Wonwoo, perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Dia tahu bahwa Klan Kwon telah kalah, namun yang paling menghancurkan adalah mengetahui bahwa kekasih hatinya, Soonyoung, kini menjadi tawanan perang di tangan Mingyu, pria yang juga telah mulai mencuri perhatiannya.
Wonwoo terjebak dalam dilema besar, antara cintanya pada Soonyoung dan perasaannya yang semakin dalam terhadap Mingyu. Dia tahu bahwa apa yang terjadi selanjutnya akan sangat berbahaya, baik untuk hatinya maupun untuk masa depan ketiga klan yang terlibat dalam konflik ini.
Sementara itu, Mingyu yang belum mengetahui hubungan antara Soonyoung dan Wonwoo, mulai merasakan adanya keretakan yang halus tetapi nyata dalam dirinya. Meskipun dia telah memenangkan pertempuran, hatinya tidak merasa puas. Seakan ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang lebih dari sekadar kemenangan di medan perang.
Babak baru dalam kisah ini telah dimulai—babak yang dipenuhi oleh cinta terlarang, tipu muslihat, dan pertarungan batin yang akan menentukan nasib mereka semua. Kemenangan Klan Kim atas Klan Kwon hanyalah awal dari konflik yang lebih besar yang kini mulai terbentuk di balik bayangan bulan.