Dave menatap kalender yang terpampang di kamarnya. Sebuah tanggal yang ia lingkari terlihat begitu cantik. 11-11-11.
Rencananya, ia akan melahirkan di tanggal tersebut. Namun hari ini, tanggal 9, ia sudah mengalami bukaan sejak subuh tadi.
Ambisinya yang kuat untuk melahirkan di tanggal cantik membuatnya berencana untuk menahan kontraksi sampai 2 hari kedepan.
"Enghhhh...," Dave mengusap perutnya gusar. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin toilet mewahnya, pucat. Satu tangannya berpegangan erat pada wastafel, dan satu tangannya bergerak ke lubah lahirnya yang dirasa sudah bukaan 8.
"Sabar sayang, kamu hanya perlu menunggu sampai lusa," katanya pada bayi kembar yang ada di perutnya.
Ia menaikan celana leggingnya, lalu melapisinya dengan celana jeans ketat. Kini waktu menunjukan pukul setengah 7 pagi, sudah waktunya ia pergi ke kantor.
Butuh waktu hampir 2 jam sampai ia sampai di pekarangan kantor. Mobilnya ia parkirkan di dekat pintu keluar perusahaan. Dengan langkah yang pelan ia berjalan menuju lantai 3. Tangannya terus menyangga perutnya yang semakin turun.
"Unghhh sabar nak, masih lama..." Gumamnya saat kontraksi kembali menghantamnya. Butuh waktu cukup lama baginya untuk melanjutkan menaiki tangga ke kantornya.
Dave bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai sekretaris. Atasannya tahu jika Dave sudah hamil tua, namun beliau belum juga meng-acc libur cutinya.
Dave duduk di bangku yang panjang. Matanya sibuk menatap laptopnya, nafasnya tidak beraturan.
"Hmmpphhh... " Dave memejamkan matanya. Ia merasakan kepala bayi yang melewati pinggulnya. Ia bergerak gelisah. Pokoknya ia harus menahannya.
Waktu berlalu begitu lama bagi Dave. Kini sudah waktunya ia untuk pulang. Ia pergi ke toilet. Mengecek bukaan yang sejak tadi terjadi.
Ternyata bukaannya sudah lengkap. Pantas saja keinginannya untuk mengejan sangat kuat.
"Huuhh huuhhh sabar nghh nak.." Dave memegang lubangnya, berusaha menahan anaknya untuk keluar. Ia lalu menarik celana agar lebih keatas, menahan bayinya agar tidak keluar.
"Kau tidak cuti?" Tanya Vanya salah satu teman kantornya. Rautnya terlihat khawatir kala mendapati wajah pucat Dave.
"Dokter bilang 2 minggu lagi akan lahir, jadi masih lama sampai aku cuti," Bohongnya.
Vanya mengangguk ragu lalu meninggalkan Dave yang sibuk mengelap keringatnya.
"Enghhh." Tangannya dengan gesit menutup lubangnya, kala ia tak sengaja mengejan.
"Jangan sekarang...," Geramnya pelan pada sang bayi.
Waktu menunjukan pukul 10 siang. Dave baru saja masuk ke toilet, ketubannya baru saja pecah, untung saja diwaktu yang tepat.
"Aangghhhhh ssshhhh.." Ia menyatukan lututnya. Dapat ia rasakan kepala bayi yang sedari tadi di ujung lubangnya.
Ia mengambil tissue dengan brutal, mengelap bagian pahanya yang tercipat sedikit. Setelahnya ia mengambil sebuah alat yang ia beli tak lama ini.
Sebuah bola yang tersambung dengan tali kulit yang akan di lingkarkan di pinggangnya. Gunanya untuk menahan bayinya keluar.
Ia tidak yakin bisa menahan ejanan saat kepala bayi sudah nyaris keluar. Jadi ia memilih untuk memasukannya kembali.
"Eeerrgghhhhh, aahhhh ssakiit sekali.. Nghhh," Katanya saat kepala bayinya berhasil masuk.
"Kau tunggu disini sampai lusa, mari bekerja sama, bayi." Ia memasukan bola tersebut ke lubangnya lalu mengikatnya di pinggangnya dengan sangat ketat.