Mark menatap dirinya di pantulan kaca. Perut besar yang sudah menginjak 9 bulan itu tertekan oleh kain panjang yang diikat sampai perutnya terlihat rata. Sakit? Tentu saja, biasanya ia harus menahan kram sampai malam tiba. Benar-benar sebelum tidur. Karena ia tidak tidur sendiri, tapi ber-4 bersama pekerja lain.
Mark adalah pelayan rumah tangga yang baru saja bekerja. Ia menyembunyikan kehamilannya dengan terus menekan perutnya dengan kain. Dengan bangun lebih lagi, lalu tidur menunggu yang lain terlelap.
Sejujurnya ia sangat menderita, tapi ia butuh uang untuk kelahirannya yang sebentar lagi. Gajinya juga cukup besar walaupun ia hanya pelayan. Itulah yang membuat ia bertahan.
“Mark!” Mendengar namanya dipanggil, ia segera menurunkan bajunya yang kebesaran, lalu berjalan terburu-buru ke arah sumber suara.
“Ada apa Nan?” Namanya Nanda, salah satu teman sekamarnya yang terbilang bossy. Apalagi ia pekerja baru disini.
“Kamu kenapa gak beresin dapur?! Mau dimarahin Pak Andre hah?!”
“Itu kan tugasmu Nan, aku sudah ada pekerjaan lain.”
“Ohh.. Jadi salahku gitu?! Dasar, kamu itu kan masih baru, semua harus dikerjakan untuk pengalaman. Baik-baik sama senior kaya aku, atau aku adukan ke Pak Andre, mau kamu?!”
Mark menunduk dalam. Kalau sudah main adu begini Mark tidak bisa berbuat banyak. Ia hanyalah anak baru, sedangkan Nanda itu pelayan yang paling banyak berinteraksi dengan Pak Andre.
“Hahh.. Yasudah cepat bereskan, aku lihat hasilnya 2 jam lagi.” Setelahnya Nanda pergi meninggalkan Mark yang terdiam di dapur mewah yang luas.
Dengan enggan Mark mulai mengambil lap. Ia membersihkan satu persatu alat-alat di dapur.
“Sshhh…” Ia memegang perutnya yang terasa sakit.
“Kenapa sakit ya.. Biasanya mulai keram pas udah sore.”
Setelah beberapa menit, perutnya tak terasa sakit lagi. Mark melanjutkan kegiatannya dengan mencuci piring dan wajan bekas memasak sarapan.
“Aduh…” Sakitnya kembali lagi. Mark pikir mungkin hanya kontraksi palsu, mengingat perutnya memang sudah besar.
“Sabar ya nak.” Mark mengusap perutnya sesekali. Keringat dingin terus keluar dari punggung dan dahinya.
Waktu berlalu begitu lama bagi Mark. Keringat dingin tak henti membasahi tubuhnya. Namun tangannya dengan giat bekerja. Setelah selesai membersihkan dapur, Nanda datang dan menyuruhnya untuk membersihkan setiap ruangan yang ada.
Walaupun ia bekerja menggunakan alat yang canggih, tetap saja sakit di perutnya membuatnya tersiksa.
“Mmmhhh…, sabar nak." Untuk kesekian kalinya ia mengusap perutnya yang semakin turun. Matanya melirik jam dinding yang menunjukan pukul 4 sore.
Bossnya, Andre biasanya akan datang pukul 7 malam. Mungkin ia bisa istirahat sebentar di ruang tengah. Lagian Nanda dan pekerja lainnya hilang entah kemana.
Mark duduk sembari menyandarkan tubuhnya pada sofa. Kram perutnya semakin parah. Ia ingin cepat-cepat membuka kemben di perutnya.
“Huhh.. Huh haahh.. Pukul 7 nanti aku- huhh akan izin ke Pak Andre lalu ke rumah sakit. Sabarhh mmhhh nak" Mark memejamkan matanya.
“Mark, kenapa kamu tidak bekerja?”
Mark membuka matanya, dilihatnya Pak Andre yang baru saja keluar dari lift. Ia lalu melirik jam dinding yang baru menujukan pukul setengah 5.
“Bapakhh pu-pulang lebih awal??” Tanya Mark sembari menahan rasa sakitnya.
.
.
.Untuk kelanjutannya ada di karyakarsa ya..
Link on my bio!