"Kamu yakin mau kerja dulu? Katanya udah mulai kontraksi?" Tanya James memeluk Azel dari belakang. Tangannya mengusap perut pasangannya yang tengah hamil tua.
"Memang, tapi kayaknya kontraksi palsu deh. Udah seminggu ini kan aku memang kontraksi terus."
"Aku gak mau kamu kenapa-napa di kantor. Ini kehamilan pertama kamu loh."
Azel tersenyum kecil. Ia memutar tubuhnya menghadap James. Dilihatnya raut khawatir pasangannya.
"Aku janji kalau ada apa-apa aku kasih tau kamu. Lagian kan kata dokter kalau kelahiran pertama proses kontraksinya lama."
James menghela napas panjang. "Yaudah, aku anterin kamu ke kantor ya. Jangan capek-capek."
James pun lekas mengambilkan jas dan berkas milik Azel lalu menuntunnya ke mobil.
"Ouhh..." Lenguh Azel saat baru saja duduk di kursinya.
"Kenapa? Kontraksi?"
"Iya, tapi gak terlalu sakit. "
"Tuh kan, aku bilang juga apa. Udah gak usah kerja ya?"
Azel merenggut. "Kamu janji ya, tadi udah izinin aku."
"Iya-iya, tapi kamu juga janji ya kalau ada apa-apa kabarin aku."
Azel mengangguk. James pun bergegas masuk ke sisi lain mobil. Butuh waktu hampir satu jam untuk sampai ke kantor. Mengingat mereka harus melewati jalur macet dan tol juga. Memang kota Jakarta tidak pernah sepi.
"Kalau begitu aku masuk ya sayang. Kamu hati-hati ke kantornya." Azel mencium bibir James singkat lalu masuk ke gedung tinggi berlantai 10 itu.
.
.
.Azel melirik jam dinding dengan gelisah. Kini waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Benar kata James, kontraksinya semakin memburuk. Satu jam lalu, ia sudah di pembukaan 7.
Kini ia tengah mencoba menghubungi James namun sayangnya tidak bisa. Ia pikir mungkin saja lagi meeting, mengingat James adalah manajer pemasaran.
"Ouuhhh... Mmhhh.." Azel memejamkan matanya. Ia mengatupkan kedua bibirnya menahan ringisan. Ia kembali merasa mules.
"Sa-sabar sayang.. Papanya lagi rapat.. Nnhh" Ia mengusap perutnya yang sudah mulai turun.
"Mas Jamesnya udah bisa dihubungi ka?" Tanya Dina, rekan kerja Azel.
"Belum, kayaknya lagi rapat."
"Yaudah, Dini anter aja ke rumah sakit ya? Kasian kaka udah pucet gitu."
Azel menggeleng. "Nggak apa-apa, ini lagi coba saya hubungi lagi..."
"Yaudah kalo gitu Dini ke ruang rapat dulu ya." Azel pun mengangguk, menatap kepergian Dini yang di ujung lorong.
"Kemana kamu James.. Mmhh.. "
Setengah jam kemudian ponsel Azel berbunyi. Dilihatnya nama James yang terpampang disana.
"Hallo sayang, maaf baru angkat tadi ada rapat. Ada apa?"
"Eunghh sa-sayang bayinya udah mau keluarhh.." Mata Azel berkaca-kaca, suaranya juga bergetar. Mendengar suara James membuatnya ingin menangis dan mengadu betapa sakitnya ia sekarang.
.
.
.