selingkuh

3.9K 39 1
                                    

Devan melirik jam dinding yang menunjukan pukul 10 malam. Butuh waktu 2 jam lagi sampai pergantian sift. Sekedar info, ia bekerja di supermarket 24 jam.

Untungnya supermarket sudah sepi mulai pukul 9 malam. Seperti sekarang, ia tengah berjalan berkeliling di dalam supermarket mini ini.

Sudah 2 jam sejak rasa sakit di perut mengganggunya. Ini bukanlah karena maag atau asam lambung. Sesuatu yang lain, yang hilang timbul seperti rasa mulas.

"Ssshhh," Ia meringis mengusap perutnya yang rata. Ia berhenti sejenak berpegangan pada rak makanan saat rasa sakit itu semakin intens.

"Hah hahh hahh..." Devan berusaha mengatur nafasnya saat rasa sakit itu kembali datang.

Ia berjalan tertatih memegang perutnya yang sakit menuju ke toilet khusus karyawan.

"Heegghhh eengghhh." Ia berusaha mengejen, mungkin mulas karena ingin buang air besar. Namun tidak ada apa-apa.

Dengan terpaksa ia kembali keluar. Berjalan memang membuat rasa sakitnya sedikit berkurang. Namun saat sakit itu datang, intensitasnya bisa 2 kali lipat dari sebelumnya.

Seperti sekarang, Devan memilih duduk di bangku kasir dengan kaki yang ia lebarkan. Rasa ingin mengejen membuat keringat dingin terus mengalir dari pori-porinya.

"K-kenapa huuhhh ssakit ahk!" Devan merasa pinggulnya seperti akan patah.

Ia mencoba untuk berjongkok, bersembunyi dibalik meja kasir. Satu tangannya mencengkram erat meja, dan satunya meremas kaos seragamnya.

"Hhhmmmppphhhh errrgghhhh hah hahhhh haaahh. " Devan menggeleng putus asa. Rasa sakitnya tidak hilang.

"Eeenghhhhh huufff huff aaarrgghh." Devan semakin melebarkan kakinya namun tetap tidak ada apa-apa yang keluar.

"Eeeaarrrgghhhhh," Devan mengejen panjang. Tangannya bergetat meraba bagian bawah celananya. Namun tidak ada apa-apa.

Devan memilih untuk duduk kembali di bangku. Ia mengelap keringatnya dengan sapu tangan. "Eenghh," Lenguh Devan saat sakit itu kembali menyerang.

"Devan? Kamu kenapa?" Sinta, teman siftnya sudah datang.

Devan berusaha menahan ejanannya sekuat tenaga. "Nghh gapapa, ka-uhh. " Ucapannya terus terputus karena intensitas ejanannya semaki kuat.

"Akh aku pulannghh dulu." Tanpa permisi Devan langsung pergi tanpa membawa barang yang ia bawa sebelumnya. Bahkan ia tidak mengganti bajunya.

Tak jauh dari sana, Devan kembali berhenti. Tangannya bertumpu pada tiang listrik. Tubuhnya membungkuk dengan kaki yang bergetar hebat.

Dengan cepat ia melebarkan kedua kakinya saat serangan kuat menyerang bagian lubang bagian bawahnya.

"Eeeaaarrrgghhhhhhhh..." Teriaknya. Ia memegang bagian bawah celana jeansnya, mengecek apakah ada sesuatu yang keluar.

"Eeeennnnghhhhhhh." Ia kembali mengejen saat gelombang itu kembali datang. Namun hasilnya nihil. Devan benar-benar putus asa.

Dengan kaki yang bergetar ia terus melangkah ke arah rumahnya. Tangannya terus menunpu tubuhnya berpegangan pada tembok.

"Huhhh huhhh huhhhh nggghhhhhhh. " Devan kembali berjongkok saat rasa mengejen kembali menyerangnya.

"Hhheeenngghhhhhhhhhh."

"Hhheeemmmmppphhhhh aaarrghhhhhhh. "

Ia meluruhkan diri di dalam gang yang sepi dan gelap. Tangannya sibuk meremas perut ratanya. Sedangkan satu tangannya membuka celana jeansnya yang ketat.

Ia memeriksa lubangnya. Apakah ada yang salah dengan dirinya karena rasa mengejen benar-benar membuatnya menderita.

"Nnnngggghhhhhhhhh."

"Aaaaaaarrrrgghhhhhhhh s-sakiitthhhhh. "

"Raka aghh!"

"Kenapa lo?"

"To-tolonghhh huhh huhhh aaargghhhhhhh." Devan mengejen panjang.

"Eh kenapa lo? Sekarang dimana?"

"Sampinghh arghh-AAARRRGGHHHHH RAKAAA TOLONGGGGHHHHHH"

"Per-perut gue aneh! Huh hhhuhh." Devan berusaha mengatur nafasnya.

"Rakaaaaarrghhhhh," Kalimat Devan terpotong oleh erangan panjang yang mendesak dari tubuhnya.

Devan yang merasa tidak ada balasan dari Raka memilih mematikan sambungannya. Memang sahabat bangsat.

Sedangkan dilain tempat Raka menatap telefonnya yang sudah padam. Ia menatap istri dan dokternya bergantian.

"Dok, maksud saya, pindahin rasa sakitnya ke ayah dari anak ini. Bukan ke sahabat saya." Raka menunjuk bayi di perut Jema

"Sa-sayang maksud kamu apa?" Tanya Jema santai. Berbandingt terbalik dengan proses melahirkannya yang harusnya menyakitkan.

"Masa Devan telfon aku kesakitan. HAHAHA-" Tawa Raka terhenti saat tahu ada yang janggal.

"Sa-sayang...," Cicit Jema. Yang sedari awal menyembunyikan fakta bahwa ia pernah bermalam dengan Devan.

"Dok, buat proses persalinan 2 kali lebih sakit." Kata Raka dingin.

mpreg tuiwTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang