4. DATANG

27 4 7
                                    

"Temukan 5 jiwa tertulis dan bawa kembali bersama daksanya."




















"Areksa, Areksa kamu dimana nak? Sayang kembali lah... Biarkan aku memelukmu nak, Areksa...AREKSAAA AREKSAAA"

"HAH HA.. hah hah.. Anjir apaan tadi? "

Sudah 2 bulan terlewat, semenjak tragedi pengeboman itu dan kini Areksa dan Arthan kembali bersekolah seperti biasa, tetapi mereka masih memiliki hutang yang harus dibayar pada Kay kala itu.

Sekarang Areksa dan Arthan sedang ada di perpustakaan sekolah, jujur ini jadi pengalaman baru untuk mereka, karena sudah 2 tahun lamanya mereka bersekolah disekolah mereka ini, baru pertama ini mereka menginjakkan kaki di perpustakaan.

"Than" panggil Areksa

"Hm, paan? " jawab Arthan membuat Areksa menghela nafasnya dengan lesu.

"Masih belom kelacak ya? Udah 2 bulan nih than" tanya Arthan dengan tangan menopang dagunya.

"Sa lo udah 10x ya nanya pertanyaan yang sama! Lagian baru 2 bulan" ujarnya lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"2 bulan itu udah lama than" jawaban Areksa membuat Arthan menghela nafas lesu.

"Diem gak lo atau mau gw lakban tuh mulut! " ucap Arthan sambil melototkan matanya pada Areksa, mendengar itu sontak Areksa mengurungkan niatnya untuk berbicara.

Areksa sebenarnya ingin menceritakan mimpi yang ia alami semalam, mimpi yang menurutnya adalah mimpi paling menyeramkan yang pernah ia alami.

"Than" panggilnya dengan ragu.

"Ck, apa lagi sihh!?" jawab Arthan dengan raut wajah kesal "Semalem gw mimpi than, uaneh buanget! " ujarnya dengan menggebu-gebu.

"Paling juga mimpi keseruduk sapi" Areksa mengerutkan alisnya "Bukan njirr, apala" mendengar itu Arthan sedikit melirikkan matanya ke Arah sahabatnya ini.

"Oh, mimpi dikejar karpet terbang?" tebak Arthan "Bukan than ihh" balas Areksa dengan raut wajah kesal.

"Oh, mimpi ngendarain kuntilanak trus keliling dunia? " ucap Arthan lagi masih mencoba menebak "IH! BUKAN ANJERRR! " teriak Areksa.

"Hush! , perpus ini berisik amat lo! " bisik Arthan dengan memberi isyarat untuk diam, sontak Areksa menutup mulutnya dengan tangannya.

"Ya abisnya lo sihh, dibilangin bukan ya bukan ngeyel banget! " bisik Areksa dengan nada kesal.

"Trus lo mimpi apaan? " Areksa menghembuskan nafasnya lelah "Ya mangkanya dengerin dulu dong kuda laut! " ujarnya dengan melototkan matanya.

"Jadi tadi malam tuh gw mimpi kan, nah mimpinya tuh sama persis, persis pakek banget malahan, sama yang lo ceritain ke gw waktu itu" Arthan mengerutkan alisnya bingung "Cerita yang mana? Emang gw pernah cerita? " tanyanya.

"Haduhh, yang itu lo masuk rumah sakit itu, yang abis kena ledakan itu" ucap Areksa mencoba mengingatkan Arthan.

"Hoalaa yang itu to, oh yang gw cerita ada yang manggilin nama gw itu?" ujar Arthan mencoba mengingat.

"Heem itu, gilak sih waktu bangun aja gw sampe merinding anjirr" ucapnya sambil mengingat lagi bagaimana dia saat bangun tidur kala itu "Hah!? Tapi kok bisa sama? " tanya Arthan heran.

"Jangan-jangan, kita ada telepati than! Secara kita udah sahabatan dari SD kan? " ujar Areksa menggebu-gebu "Halahh mana ada gituan, paling juga kebetulan sama aja sa" ujar Arthan dengan tidak percaya.

"Gak mungkin cuma kebetulan than, firasat gw sih bilang kalau itu bukan hal yang biasa" balas Areksa.

"Udahlah sa, lo kebanyakkan nonton kartun fantasi, jadinya suka ngehayal gini" ucap Arthan membuat Areksa kesal.

"Ya kan bisa aja" ucapnya masih berpegangan teguh pada firasatnya.

"Udah-udah, sekarang lo mending tidur aja, nih pake tas gw nih, daripada lo ngomong ngelantur gitu, bikin kepala ge makin panas" Arthan memberikan tasnya kepada Areksa.

"Ck males lo gak asik! " kesal Areksa, langsung menarik tas milik Arthan dengan kasar dan menidurkan kepalanya.

⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊⚋⚊

Awan mendung menyelimuti bumi, hujan turun begitu deras disertai suara sambaran petir yang menggelegar. Menciptakan hawa dingin nan seram yang menakutkan, ditambah lagi jika terdengar suara-suara menyeramkan. Sungguh perpaduan yang menakutkan.

Dan sayangnya beginilah situasi yang sedang Areksa hadapi, jujur ia sangat benci di situasi seperti ini, tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah larut malam.

Kalau dia ingin mencari perlindungan dengan pergi ke rumah Arthan, sudah pasti tidak akan dibukakan. Jelaslah ini sudah larut malam.

Areksa tak ada pilihan lain lagi, selain berdiam diri dikamar apartemennya dan menutupi dirinya dengan selimut tebal.

'Tenang sa tenang, malam ini gak bakal lama, cukup tenang dan tidur' batinnya bersusah payah menenangkan pikirannya.

Tidak banyak yang tau, jika bocah ceria nan tengil seperti Areksa ini mempunyai trauma yang cukup mendalam terhadap suara keras.

Karena dulu saat ia kecil, ia hampir setiap hari mendengar makian dan bentak dari kedua orang tuanya, ya orang tuanya tidak seperti orang tua teman-temannya yang lain, yang selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya.

Tapi untung saja, Areksa dapat terlepas dari belenggu mereka dan memulai hidup baru seperti saat ini.

Kini jarum jam menujukan pukul 3 dini hari, dan baru 1 jam yang lalu Areksa terlelap bahkan hujan yang tadinya deras kini telah beransur mereda.

BRAAKK

Terdengar suara bantingan barang dengan sangat keras, namun hal tersebut tak membuat Areksa membuka matanya, barang sedikit pun.

Suara tersebut berasal dari arah jendela kamarnya, membuat kaca pada jendela itu pecah berhamburan ke lantai. Hordeng pun terbuka lebar dikarenakan hambusan angin malam.

Ada sosok bertubuh besar berdiri disana, dengan jubah hitam besar melilit tubuhnya, ia melayangkan tatapannya langsung menuju Areksa, lalu melangkah memasuki kamar itu.

Ia berjalan dengan perlahan, saat dia sudah sampai pada sisi kanan yang berhadapan dengan Areksa, sejenak ia mengedarkan tatapannya pada sekeliling ruangan, ia menatap satu per satu lukisan yang terpajang disana.

Lukisan disana tampak normal, hingga matanya berhenti pada salah satu lukisan dengan ukuran paling besar disana, bahkan besarnya bisa 2 kali lipat tubuh sosok itu.

Tidak ada yang aneh sebenarnya dari lukisan itu, hanya bergambarkan lingkungan hutan dengan banyak pepohonan lebat, namun ada satu hal yang janggal disana.

Lukisan itu...

Seolah-olah seperti hidup, seperti menghipnotis siapa saja yang melihatnya.

Bahkan samar-samar terdengar suara kicauan burung dan suara air mengalir dari dalam lukisan itu.

Sosok itu bergumam lirih seraya menatap pada lukisan itu, seketika terpancar sinar terang dari sana.

Sosok itu kembali menatap Areksa yang sedang tertidur lelap, namun kali ini dengan tatapan menyala, seraya bergumam 'Ku titipkan padamu, satu bulan lagi aku akan datang dan melihat sejauh mana lentera ini menuntun mu, wahai sang jantung jenggala'.

Dan mengusap puncuk kepala Areksa, seolah menunjukkan kasih sayangnya kepada Areksa tidak hanya itu, sosok itu kemudian mengecup puncuk kepala Areksa.

Selesai dengan tugasnya, sosok besar itu berbalik berjalan menuju tempat ia masuk tadi, dan melompat keluar jendela diikuti dengan hembusan angin yang sangat kencang.

Angin-angin itu berhembus membawa serpihan kaca yang berserakan kembali ketempat asalnya, seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya.

Jendela itu kembali utuh seperti semula, tak ada lagi serpihan kaca dilantai, dan lukisan besar yang tadinya bersinar kembali meredup, seperti sediakala.





YANG TELAH TERTULISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang