6. OUR FATHER

23 4 4
                                    

"Temukan 5 jiwa tertulis dan bawa kembali bersama daksanya."





















"Sa! sa! Areksa!, hei bangun! "Areksa menejapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk, hal pertama yang ia lihat adalah wajah khawatir dari sahabatnya ini.

"Em..." Arthan menghembuskan nafasnya lega "Lo gapapa sa? Ada yang sakit? Luka? " tanya Arthan secara beruntun.

"Gak, gapapa gw gapapa, cuma agak pusing dikit pala gw" ujar Areksa dengan suara serak, matanya menatap kesegala arah, lalu ia bertanya "Ini dimana? " yang hanya dibalas gelengan oleh Arthan

"Gw juga gak tau kita dimana sekarang, waktu gw bangun udah disini trus iketan lagi" jelasnya seraya menatap sekeliling.

Kini mereka berada disebuah ruangan yang cukup kecil, seperti gudang. Tak ada akses kepada dunia luar, hanya ada satu ventilasi kecil yang terletak pada bagian atap dan pintu didepan mereka, yang bisa dipastikan bahwa pintu itu terkunci rapat.

Areksa mengerutkan alisnya, ia menatap seseorang yang tak asing baginya "Bang Gara? " panggilnya dengan lirih.

Gara mengangkat kepalanya yang semula menunduk "Udah bangun sa? " ujarnya seraya tersenyum tipis "Kok lo bisa disini bang? Trus lo berdua juga siapa? Kok bisa disini? "tanya Areksa membuat alisnya semakin mengerut.

"Mereka temen gw sa dan soal gimana kita bisa disini gw juga gak tau, tiba-tiba kita udah disini" ucap Gara dengan tatapan serius.

Salah seorang teman Gara mendekat pada Areksa dan ia mendudukkan dirinya tepat disisi kanan Areksa "Trus kalau lo? Gimana bisa sampai disini? " tanya pemuda itu kepada Areksa.

"Gw tadi-"

"Ada yang mukul kepala lo tadi"ucap Arthan memotong ucapannya.

"Ada yang mukul!? "tanya lelaki disebelah kanan Areksa itu, dibalas anggukan oleh Arthan, pemuda itu menatap temannya satu per satu dengan alis mengkerut.

"Sama kayak kita tadi gak sih res? " tanya Gara pada pemuda di kanan Areksa, yang dipanggilnya 'res'.

"Iya anjir! " ucap Ares menggebu-gebu "Apa jangan jangan..." ucapnya membuat empat orang lainnya memusatkan pandangan pada dirinya.

"Jangan jangan? "Ares menerbitkan senyuman aneh "Jangan jangan duluuu, jangan lah digangguuu" jawaban Ares sontak membuat mereka sedikit tertawa dan membuat satu temannya lagi melemparkan sandalnya pada Ares.

"BABI! sempet sempetnya ngelucu lo ya monyet! " sentaknya dengan ekspresi marah.

"ADUHH! APASIH LO GAK ASIK! " teriakan Ares reflek membuat Gara membekap mulutnya "Hush! Berisik lo pada! Gak malu tuh diliatin mereka! " ujar Gara sambil menunjuk Areksa dan Arthan.

"Hm! Gilak sih ya manusia paling emosian yang pernah gw temui keknya cuma si kuda lumping ini deh, inisial ARTHA! " Artha yang mendengar itu lantas melotot kan matanya tajam.

"HEH! LO DULUAN YANG MULAI YA MONYET! BERCANDA DISITUASI GINI LO PIKIR LUCU HAH!? " teriak Artha sambil marah menunjuk kearah Ares, dan dengan tengilnya Ares hanya membalasnya dengan menjulurkan lidahnya.

"Kayaknya emang bener urat malu kalian udah pada putus deh! " disaat mereka sedang beradu argumen, tiba-tiba pintu terbuka lebar menampilkan segerombolan lelaki berbadan tinggi besar.

Satu lelaki yang paling depan berjalan mendekati mereka, sontak membuat mereka berdiri dan bersikap siaga. Saat lelaki itu sampai tepat didepan Gara yang menjadi orang yang paling depan diantara mereka.

Lelaki itu menundukkan kepalanya seolah-olah memberi hormat kepada mereka, lalu ia berkata "Saya datang kemari atas perintah tuan besar, untuk membantu tuan muda sekali kehadapan beliau" sambil menatap lekat satu per satu wajah mereka.

YANG TELAH TERTULISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang