𝕊𝕦𝕕𝕒𝕙 𝔹𝕖𝕣𝕥𝕒𝕣𝕒𝕙 𝔹𝕖𝕣𝕕𝕠𝕟𝕘𝕜𝕠𝕝 ℙ𝕦𝕝𝕒

0 0 0
                                    

Malam ini adalah malam terakhir Zulheif tinggal di rumah Hans.

Sekali lagi, dia harus melewati malam yang panjang karena lampu kamar secara otomatis mati di waktu yang telah ditentukan. Itu adalah kebijakan Hans dalam mengatur listrik dari generatornya.

Seperti biasa, setelah makan malam, Zulheif akan pergi ke kamar untuk sekadar rebahan di kasur yang cukup keras. Badannya terasa pegal karena kurang tidur.

Ada banyak hal yang dia pikirkan. Termasuk di antaranya memikirkan rencana selanjutnya setelah keluar dari rumah ini. Sesuai perjanjian awal, dia akan pamit besok.

Mungkin karena terlalu lelah, matanya terpejam ketika lampu masih menyala.

Di sisi lain, Hans juga tiduran di kamarnya. Belum pernah dia melihat manusia semengerikan Zulheif.

Ketika malam semakin larut, Hans mengambil jaketnya lalu keluar kamar. Ditatapnya kamar pemuda itu yang lampunya masih menyala.

Malam-malam sebelumnya, hampir semalaman dia mendengar jeritan tertahan Zulheif. Jeritannya terdengar memilukan seakan menahan sakit yang luar biasa.

Tepatnya kemarin malam, dia paksakan diri untuk memeriksa kamar Zulheif. Dia bisa dengan mudah memasuki kamar Zulheif karena tidak dikunci. Dinyalakannya lampu kamar dan melihat Zulheif meringkuk di pojok kamar sambil mendekap kepalanya.

Pemuda itu berulang kali menggumamkan kata "bunuh aku". Matanya masih terjaga, tetapi dia sedang tidak sadarkan diri.

Hal inilah yang membuat Hans menemukan ide lain untuk mencari tahu keabadian Zulheif. Hasilnya, meski sudah dimutilasi sedemikian rupa, Zulheif tetap bisa kembali hidup dan sadar setengah jam kemudian.

Malam ini tidak ada suara apa pun dari kamar Zulheif. Hans membuka pintu kamar yang masih tidak dikunci. Pemuda itu tampak tidur sangat lelap dengan lampu yang menyala. Malam ini, dia tidak mengaktifkan pemadaman otomatis.

Hans membiarkannya. Dia tutup kembali pintunya dengan hati-hati. Lalu, dia pun pergi mengendarai sepeda motor yang tidak dia pakai hampir semingguan.

Lokasi yang Hans tuju merupakan sebuah warung kopi di pinggiran Kota Enggal. Tua—muda, kaya—miskin, yang berseragam dan kasual, semua bisa terlihat di sana.

Setelah memesan kopi kepada barista, Hans duduk di sebuah bangku paling ujung luar. Kopi yang dipesannya tiba bersamaan dengan datangnya seorang lelaki muda. Usianya baru 20 tahun. Tanpa basa-basi, dia langsung duduk di kursi sebelah.

Pemuda itu mengeluarkan sebuah map cokelat dari tas ranselnya. Dia pun meletakkannya di atas meja.

Hans mengeluarkan amplop yang juga berwarna cokelat. Pemuda itu menerimanya dengan riang. Matanya tampak bersinar walaupun ada lingkar hitam di sekitar kelopak matanya.

"Terima kasih, Paman! Jujur saja, aku cukup kesulitan mencari tahu tentang dia. Untungnya, obat itu cukup pasaran meski hanya dijual kepada kalangan atas."

"Kamu mau minum apa, Rei? Pesan saja, aku yang traktir."

"Tidak perlu, aku baru saja minum kopi sebelum kemari."

Rei, nama samaran pemuda itu, merupakan seorang cracker sekaligus hacker. Segala informasi bisa dia dapatkan hanya dengan mengandalkan komputer miliknya.

Apa pun akan dia lakukan demi memuaskan pelanggannya; termasuk membobol sistem pemerintahan. Asalkan bayarannya sesuai, dia pasti akan mengusahakannya.

Dua malam lalu, Hans meminta bantuannya untuk mencari tahu profil lengkap tentang Zulheif. Dia beri foto Zulheif yang diambilnya diam-diam melalui kamera ponsel dan juga sebutir pil yang selalu Zulheif minum setelah makan malam. Pakaian yang dikenakan Zulheif sewaktu datang pertama kali juga difoto untuk memudahkan Rei melakukan pencarian.

SacrificeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang