Sore harinya, Niar dan Tya protes pada ayah mereka yang ingin mengusir Zulheif hari itu juga. Namun, orang-orang desa sudah ramai berkumpul di depan rumah. Mereka menginginkan pemuda itu untuk segera meninggalkan desa.
Seita tidak mengacuhkan protes putri-putrinya karena yang dia lakukan adalah demi kedamaian keluarganya. Zulheif tidak banyak bicara. Dia hanya berucap "terima kasih", sebelum naik mobil pick up milik Seita.
Tatapan kebencian warga membangunkan kenangan buruk Zulheif pada tatapan serupa dari enam remaja yang sudah dia khianati. Hatinya selalu sakit ketika mengingatnya. Sekarang pun, setelah dia bebas karena sudah berhasil kabur, rasa bersalah itu selalu menguntitnya; mengikutinya lebih sering daripada bayangannya sendiri.
Seita tidak berniat melakukan basa-basi dengan Zulheif yang sepanjang perjalanan hanya menatap kosong pada jalanan.
Jika Seita mau, dia bisa saja masuk hutan lewat jalan biasa. Dia yang kepada warga mengaku akan mengantar Zulheif ke kota, memilih jalan memutar menuju rumah saudaranya yang ada di dalam hutan.
Setelah melewati jalan setapak bergelombang yang hanya muat dilewati satu buah mobil saja, akhirnya mereka sampai di depan rumah sederhana yang berdiri persis di tengah hutan. Di sekelilingnya tumbuh pohon-pohon tua yang tinggi dan rindang daunnya. Semak-semak yang lebat membuat pagar alami yang menyembunyikan keberadaan rumah itu.
Seluruh bagian rumah dibangun dengan kayu kokoh. Tidak ada debu yang melapisinya, memberitahukan jika pemiliknya rajin membersihkan rumah itu. Di langit-langitnya juga tidak ada laba-laba yang menumpang membuat sarang.
Rumah itu menjadi sangat gelap saat matahari terbenam. Seita yang sejak tadi memanggil-manggil pemilik rumah, sama sekali tidak ada sahutan.
Zulheif sebenarnya memiliki fobia gelap. Karena ada Pak Seita, dia menguatkan diri; membohongi dirinya sendiri bahwa dia sudah lepas dari fobianya.
"Mungkin dia sedang berburu. Bisa jadi dia sedang memancing. Kita tunggu saja di sini."
Pak Seita yang duduk di kursi panjang beranda, menyuruh Zulheif yang sejak tadi bersandar pada mobil untuk melakukan hal sama.
Zulheif patuh. Baru berjalan beberapa langkah, dia berhenti dan segera mundur setelah mendengar suara bising singkat. Terlambat bergerak, pisau yang melayang dengan cepat bisa jadi menembus lehernya.
Seita bergegas mendekati Zulheif, memastikan bahwa pemuda itu baik-baik saja.
Seseorang berpakaian serba hitam muncul dari kegelapan membawa pancing dan ember. Seita tampak mengenalinya meski orang itu menyatu dalam kegelapan.
"Hans! Apa tadi itu ulahmu?"
"Maaf, kukira ada pencuri tadi! Rupanya kau!"
"Dasar! Sikap waspadamu tidak pernah berubah!"
Lelaki itu berjalan memasuki teras lalu menekan saklar di dekat pintu. Sinar putih lampu menyinari seluruh beranda, membuatnya bisa melihat kedua tamunya dengan jelas.
"Tumben sekali kamu mau mampir ke rumah?"
"Ah! Tentang itu …, perkenalkan, dia Zulheif. Ada yang ingin kubicarakan denganmu mengenai dirinya."
Percakapan di beranda akhirnya usai.
Lelaki itu mempersilakan mereka masuk setelah menyalakan seluruh lampu ruangan. Dia memiliki generator khusus yang mampu menyediakan listrik untuk keperluan sehari-hari.
Tidak ada apa pun di ruang tamu. Kursi atau meja, satu pun tidak tersedia. Kepada dua tamu, dia gelar tikar seadanya. Setelah membuatkan dua kopi dan satu teh, barulah lelaki yang usianya tidak jauh berbeda dari Seita itu ikut duduk, mendengarkan niatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifice
Mistero / Thriller"𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒏𝒖𝒉 𝒌𝒂𝒍𝒂𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒅𝒊𝒃𝒖𝒏𝒖𝒉! " Cuma pengen kasih tahu kalau cerita ini merupakan pindahan dari Joylada. Berhubung tanggal 31 Agustus 2024, Joylada server Indonesia ditutup, sayang kalau salah satu n...