Rippa kembali ke dalam rumah. Dia sudah siap mengeksekusi orang-orang yang masih hidup di rumah utama Beno.
Kepuasannya dalam membunuh tidak lagi sama. Di matanya, orang-orang itu tidak memiliki kualitas organ yang bagus. Dia terlanjur puas pada organ-organ yang dia dapatkan dari tubuh Zulheif.
Jika bukan karena sebuah janji kepada kepala desa, Rippa tidak akan melepaskan Zulheif.
Hampir seluruh penghuni di rumah utama Beno sudah tewas di tangannya.
Seorang wanita pekerja paruh baya bersembunyi di belakang lemari besar. Mulutnya dia bekap, berharap keberadaannya tidak diketahui.
Rippa sengaja membiarkan wanita itu menjadi mangsa terakhir. Sejak awal pun dia sudah tahu jika wanita itu bersembunyi di sana.
Ketika Rippa akan mendekati wanita itu, dia dikejutkan dengan kedatangan Zulheif yang berjalan dengan tergesa-gesa. Dengan maksud tertentu, dia lebih memilih mendatangi Zulheif.
Tempat yang dituju Zulheif adalah paviliun tempat dia disekap. Sampai di ruangan itu, dia langsung mencari panda mininya ke seluruh penjuru ruangan. Karena tidak ada, dia bertekad menanyakannya pada dua orang yang masih tidur di kursi.
Meski sudah diguncang dengan keras, mereka berdua tidak juga bangun. Denyut nadi di leher sudah tidak ada saat diraba. Mata mereka berwarna kuning yang berarti hati mereka tidak sanggup mencerna racun yang masuk secara berlebihan.
Setiap saku baju kedua jasad sudah Zulheif raba tetapi obat yang dia cari tidak ada. Gelisahnya semakin menjadi.
Rippa datang sambil mengelap tangannya dari cipratan darah. Zulheif menanyakan obat itu kepada Rippa. Jawabannya pun sama.
"Memangnya obat apa itu?"
"Obat yang sangat penting untukku. Kamu sungguh-sungguh tidak tahu?"
"Barangkali terjatuh saat kami memindahmu?"
Tanpa sadar, pandangan Zulheif terus tertuju pada tangan Rippa yang sibuk mengelap tangan. Ada sesuatu yang terasa janggal dan tidak benar pada gerakan itu.
Kemudian, matanya melirik ke dua jasad di sampingnya dan membandingkannya dengan gerakan tangan Rippa.
Menghindari membunuh manusia, selalu menghargai nyawa sendiri dan orang lain, serta selalu memaafkan kesalahan diri sendiri dan orang lain.
Prinsip yang baru dia pegang akhirnya muncul dalam ingatannya. Kejanggalan yang dia rasakan akhirnya terjawab.
"Hei, apakah kamu yang membunuh mereka berdua?"
"Benar!"
"Bukankah kamu kerabat mereka?"
"Jangan salah paham. Aku hanyalah pembunuh bayaran yang tidak akan membiarkan satu saksi mata hidup."
"Seharusnya mereka bukan saksi yang kaumaksud, 'kan?"
"Untuk pekerjaan yang mereka berikan, memang tidak. Masalahnya ada padamu, mereka telah menjadi saksi atas pembunuhan yang kulakukan padamu."
Rippa menyudahi aktivitasnya lalu menyimpan lap tangan ke sakunya. Dia mendekati Zulheif yang berubah lagi sikapnya dan berhenti tepat di depannya.
"Kenapa? Bukankah tadi kamu setuju-setuju saja dengan perbuatanku? Kenapa sekarang kamu malah kecewa? Aku tidak bisa memahami cara berpikirmu!"
"Aku lupa kalau aku sudah punya prinsip baru."
"Oh, ya? Apa saja itu?"
"Menghindari membunuh manusia, selalu menghargai nyawa sendiri dan orang lain, serta selalu memaafkan kesalahan diri sendiri dan orang lain. Sekarang aku baru sadar telah melanggar ketiga prinsipku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifice
Mystery / Thriller"𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒖𝒏𝒖𝒉 𝒌𝒂𝒍𝒂𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒅𝒊𝒃𝒖𝒏𝒖𝒉! " Cuma pengen kasih tahu kalau cerita ini merupakan pindahan dari Joylada. Berhubung tanggal 31 Agustus 2024, Joylada server Indonesia ditutup, sayang kalau salah satu n...