Besoknya, Arion memilih untuk bekerja dari rumah. Ia tidak pergi ke kantor, dan langsung menuju rumah orang tuamu untuk menjemputmu setelah membersihkan rumah, agar kamu merasa nyaman saat menginjakkan kaki di rumah.
Perasaannya masih sama seperti malam tadi, rasa gugup untuk menghadapimu yang sebelumnya tidak menginginkan hal seperti ini terjadi, memikirkan bagaimana dia harus bersikap setelah ini. Ini ada lah permulaan baru dalam hidupnya.
Saat masuk dan menunggumu di ruang tamu, rasanya sama seperti saat Arion pertama kali datang kemari untuk melamarmu. Sama seperti saat juga, kamu bersembunyi di balik tubuh mama. Tapi, ia tidak bisa menebak apa yang sedang kamu rasakan sekarang.
"Pulang yuk?" Ajaknya hati-hati. Kamu masih bersembunyi di belakang mama, menarik kain bajunya tak siap menatap Arion langsung.
Setelahnya papa muncul dengan sarung dan singlet putihnya. Ikut duduk di ruang tamu sembari menyesap sepuntung rokok.
"Kamu boleh kok di sini dulu beberapa hari. Tapi baiknya pulang aja, diskusiin baik-baik sama suamimu. Inget nggak yang Papa bilang dulu? Berani menikah berarti berani menghadapi segala konsekuensi yang di dapat setelah menikah" Katanya santai. Meski sedikit ragu, tapi akhirnya kamu keluar dari persembunyianmu.
Arion sedikit merasa tercekat saat melihat matamu yang agak sembab. Ia tak mengira kalau kamu menangis sebanyak itu semalaman.
"Udah.. Nggak pa-pa. Kamu bisa tanya-tanya ke Mama, atau minta bantuan Mama lagi, biar Mama yang ke rumah Kamu. Sekarang pulang dulu ya? Kasian loh Mika semaleman dibuat khawatir juga"
Mau tak mau, kamu mengangguk. Berjalan keluar tanpa mengatakan apapun. Menunggunya di dalam mobil.
Mereka memaklumi tindakanmu, lalu mengikuti dari belakang. Setelah berbasa-basi dengan papa dan mama, Arion kembali ke mobilnya. Melihatmu yang memilih untuk memalingkan wajahmu darinya, membuat Arion kembali tenggelam dalam pikirannya. Tapi beebrapa saat kemudian, ia kembali ke tepian. Ini bukan waktu yang tepat untuk itu.
Setengah perjalanan tanpa obrolan apapun, tangan Arion meraih tanganmu.
"Maaf" itu kata pertama yang keluar dari mulutnya.
Kamu masih menatap jendela, dengan mata yang kembali memanas. Kamu tidak menyalahkan siapa pun, kamu hanya merasa ketidak siapan ini terlalu membebani pikiranmu.
Arion terus memegangi tanganmu sampai mobil terparkir di halaman rumah kalian. Setelahnya, ia benar-benar memfokuskan perhatiannya pada dirimu.
"Please, look at me"
Kamu melihatnya dengan mata yang memerah dan pipi yang basah.
"Kamu marah sama Aku?" Tanya Arion. Kamu masih terus menatapnya tanpa mengatakan apa pun membuat Arion bingung.
Melihatmu menangis membuat hatinya semakin perih. Sulit untuk melakukan sesuatu saat kamu tak bisa ditanyai. Meski begitu ia masih harus tetap hati-hati.
"Aku takut, Aku belum siap..." Kamu mulai bersuara. Arion menunjukkan kesediaannya untuk mendengarmu.
"Aku belum nyiapin apapun, Mika... Aku belum tau apa aja yang harus dan nggak boleh dilakuin, Aku bingung..."
"I know.. It's hard.. Bahkan buat Aku. But, know that you're not alone, Love. Maaf karena Aku lalai, tapi Kamu nggak harus bertanggung jawab sendiri. Aku bakal lakuin apapun, apapun supaya Kamu nggak merasa terbebani sendiri. Dan Aku harap, Kamu nggak benci sama dia"
"Aku.. Aku nggak benci sama bayinya, Aku juga nggak merasa terbebani. Aku cuma takut nggak bisa jadi Mama yang baik nantinya... Kamu tau sendiri kan Aku masih suka bertindak ceroboh, Aku selalu tidur dengan posisi-posisi yang aneh... Aaaa... Gimana...." Kamu mulai merengek layaknya anak kecil di depan Arion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Baby! [Mikazuki Arion X Reader]
RomanceKehidupan satu rumah yang masing-masing pondasi berusaha untuk selalu membuat rumah ini mampu berdiri dengan sempurna. Tolong jadilah pembaca yang bijak 😉 Beberapa chapter mungkin akan mengandung adegan dewasa❗ Kritik dan saran cukup dibutuhkan 🤝�...