16. A DAY IN MY LIFE WITH BABY ARSENA

220 22 0
                                    

Happy Reading!
Jangan lupa meninggalkan jejak vote dan komen ;)


Ramona tidak berhenti tersenyum memandangi putranya yang tidur dengan nyenyak. Ini adalah malam pertama dirinya tidur bersama baby Arsena setelah berpisah selama 1 bulan lamanya.

"Selamat malam nona. Pak Alreno ingin berkunjung apakah nona masih bangun?" Suara seorang pelayan yang menjaga depan kamarnya mengabarkan kehadiran Alreno.

"Yaa." Ramona menjawab dengan tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari baby Arsena.

Terdengar suara derap langkah ringan setelah pintu dibuka atas izin Ramona. Alreno mendekat ke ranjang bayi yang masih dibuka pagar nya itu.

"Arsena sudah tidur?" Alreno berdiri di pinggir ranjang.

Hati nya berdesir menyaksikan 2 anak manusia yang terlihat bahagia itu.

"Sudah. Dia masih berusia dua bulan. Jam tidurnya masih lebih banyak dari jam bangun."

Alreno mengangguk. Dia kemudian ikut duduk di sisi lain ranjang dan menyentuh pelan pipi gembul putranya.

"Asi kamu masih keluar tidak? Sepertinya besok dokter Arsena akan datang untuk memeriksa kesehatannya."

Ramona melirik Alreno canggung. Wanita itu menelan ludahnya. Dia malu mendapatkan pertanyaan seperti itu dari seorang lelaki.

Tidak kunjung mendapat jawaban, Alreno menatap Ramona. Kedua alisnya diangkat tinggi-tinggi menyiratkan dia membutuhkan jawaban dari wanita dihadapannya ini.

"M-masih kok. Tapi aku belum kasih ke baby Sena karena aku takut kalau asi nya kotor." Ramona menjawab pelan.

"Benar. Besok harus dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu."

Ramona mengangguk kaku. Setelahnya tidak ada pembicaraan lagi karena Alreno sibuk menatap putranya yang ternyata sangat mirip dengannya.

Wanita itu berdiri. Dia pergi ke sofa tamu yang sering digunakan untuk menerima tamu. Sebelumnya dia telah meminta pelayan untuk membuatkan Alreno minuman.

Alreno menyusul Ramona setelah menyelimuti serta mencium kening baby Sena. Dia menikmati sajian yang telah disediakan oleh Ramona.

"Mama sudah menyiapkan beberapa kandidat aspri untuk kamu. Mungkin besok kamu akan dipanggil untuk memilih." Alreno berbicara setelah menyesap teh nya.

"Iyaa." Ramona menjawab singkat.

Jujur dia bingung harus berekasi seperti apa. Rasa canggung meliputi keduanya karena ini adalah pertama kalinya mereka berbicang berdua secara santai.

"Eum pernikahan kita. kamu ingin seperti apa?" Alreno kembali membuka suara.

"I don't know. Aku nggak mau yang terlalu mewah dan besar tapi juga jangan terlalu sederhana sekedar ijab kabul saja. Setidaknya ada syukuran agar keluarga tau kalau kita sudah menikah." Ramona mengendikan bahu.

Alreno membasahi bibirnya. Permintaan Ramona sederhana tetapi kenapa dia merasa sulit. Mungkin karena wanita itu baru akan di ikahinya sebagai selir jadi terasa sulit mewujudkan impian pernikahannya.

"Jujur aku tidak ingin menjadikanmu seorang selir, Ramona. Aku telah berjanji dalam hidupku tidak akan mengambil seorang selir pun dan hanya akan menikah satu kali seumur hidup. Tetapi jika langsung menjadikanmu istri utama juga tidak semudah itu. Kamu tau kan keluargaku ini menjadi penyeimbang politik di dua negara. Jika keluargaku saja tidak stabil bagaimana dengan kestabilan dua negara?" Alreno berbicara berat.

"Jadi tidak bisa?"

Alreno diam. Entah kenapa pertanyaan Ramona terdengar sangat menyakitkan.

"Bukan tidak bisa, tetapi harus menunggu waktu yang tepat karena posisi kita sudah punya anak sebelum pernikahan. Sebentar lagi juga musim kampanye, akan ada serangan dari berbagai pihak. Dan kita akan menjadi sasaran utama. Aku tidak mau kamu dan Sena terluka karena hal itu. Jadi-" alreno tidak melanjutkan ucapannya.

Ramona menarik napas dalam. Dia paham yang dimaksud Alreno.

"Aku paham. Dan karena sekarang aku sudah disini maka aku akan mengikuti pengaturan keluargamu saja." Ramona menyentuh pelan punggung tangan Alreno.

Alreno menarik segaris senyum dibibirnya. Ternyata dia telah salah berpikir terhadap Ramona. Buktinya wanita itu selalu mengalah. Dia saja yang ego nya terlalu tinggi.

"Alreno terimakasih sudah menyatukan kembali aku dengan Sena. Sungguh aku tidak tau apa yang harus aku lakukan tanpa putraku. Betapa bodohnya aku waktu itu menyetujui begitu saja perjanjian yang merugikan diriku sendiri. Dan percaya pada orang yang salah." Ramona menatap bayinya yang tidur nyenyak di ranjang bayi.

"Sudah jangan diingat lagi. Kamu mau mempertahankan bayi kita saja sudah sebuah anugerah bagiku. Sekarang sudah menjadi tugas kita untuk menghujaninya dengan kasih sayang yang tidak dia dapatkan selama berada dikandunganmu."

Ramona mengangguk setuju. Dia berdiri dan mendekati ranjang bayi yang sudah ditutup pagarnya.

Alreno menyusul dibelakangnya. Dengan perlahan pria itu menarik tubuh Ramona kedalam pelukannya. Dan refleks Ramona menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu yang pernah disentuhnya juga.

Hubungan ini terasa semakin baik dan benar. Mereka sudah mulai bisa menerima satu sama lain. Semoga bisa bertahan hingga selamanya.

Setelah beberapa saat Alreno berpamitan untuk tidur. Ramona pun juga melakukan hal yang sama.

Keesokan harinya kediaman Kusumanegara tampak ramai karena kehadiran Kalila. Kirana dan Ravenno menyiapkan sebuah penyambutan yang cukup meriah. Karena bagaimanapun Kalila sudah mereka anggap sebagai putri sendiri.

"Ayaaah. Kalila rindu. Sepertinya sudah sangat lama kita tidak bertemu." Kalila menyerbu ke pelukan Ravenno.

"Hahaha bukan ayah yang sibuk tapi Kalila yang semakin sibuk berduaan dengan Satya." Ravenno menowel hidung mancung Kalila.

Wanita itu melepaskan pelukannya. Kalila mencebikkan bibir. Dia saja sudah berbulan tidak bertemu Satya bisa-bisanya Ravenno menuduh dia berduaan terus.

"Kenapa? Satya menghilang ya sayang?" Kirana seolah mengerti maksud hati Kalila.

Kalila menghembuskan napas berat. Ibu nya ini paling paham dirinya.

"Bagus dong, kan Kalila jadi punya waktu sama ayah." Ravenno menanggapi Kirana.

Senyum cerah kembali terbit di wajah cantik wanita itu. Dia kembali mengeratkan pelukannya pada Ravenno. Menikmati kehangatan pelukan seorang ayah yang sudah lama dia rindukan.

"Ayah ini paling pandai kalau masalah hati perempuan."

Ketiga orang itu tertawa bersamaan. Dan tawa mereka terhenti kala sebuah keluarga kecil yang baru saja berkumpul turut hadir di aula utama kediaman.

Alreno bersama Ramona yang menggendon baby Sena memasuki aula dengan wajah penuh senyum. Bayi itu juga terlihat sedang tersenyum. Dan pakaiannya juga sangat cerah berwarna biru langit.

Kalila terpesona menatap Sena dalam gendongan Ramona. Dia pun mendekat dan berusaha mengambil alih baby Sena dari Ramona.

"Hai baby. Kamu udah besar banget. Ikut mama yuk." Kalila menatap Arsena yang tersenyum padanya.

Wanita itu sudah mengulurkan tangan hendak menggendong Arsena.

Tetapi ternyata tidak semudah itu. Ramona mengeratkan pegangannya pada baby Sena. Entah kenapa dia merasa Kalila akan merebut bayi nya.

Semua orang terpaku pada tindakan Ramona. Bagaimanapun Kalila adalah keluarga. Jadi seharusnya tidak masalah jika wanita itu juga ingin menggendong baby Sena.

Keberadaan Kalila di aula ini sudah menandakan bahwa dia tidak berbahaya. Karena tidak sembarang orang bisa memasuki kediaman Kusumanegara.

Tetapi sepertinya Ramona memiliki pemikiran berbeda terhadap wanita itu. Bisa jadi dia mengalami trauma akibat Satya merebut bayi nya dengan paksa. Dan satu hal yang selalu diingat Ramona adalah Kalila merupakan calon istri Satya.

"Ada apa Ramona?" Alreno bertanya bingung dengan tingkah Ramona yang tidak membiarkan Kalila menyentuh bayi nya.

"Maaf tapi Arsena milikku." Ramona memeluk erat bayinya.

Dan tiba-tiba pusing melanda kepalanya. Pandangan Ramona berkunang hingga akhirnya dia jatuh pingsan kedalam pelukan Alreno bersama bayinya yang masih dia peluk erat.


Give Me Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang