5

166 39 1
                                    

"Hanya kau yang bisa mengendalikan Marco sekarang. Orang yang paling dia takuti adalah kau."

"Apa dia mengatakannya?"

"Tidak perlu dikatakan. Beberapa tahun yang lalu saat dia merusak barang ibumu dan menyalahkan aku, aku sudah dapat melihatnya."

Ewan mengingatnya. Masalalu itu tidak akan terlupakan karena kalung kesayangan ibunya rusak dan Winter sebagai tersangka segera dibentaknya habis-habisan. Itu membuat gadis kecil itu menangis dengan sangat deras. Ewan tidak peduli, bahkan dia mengusirnya dan melarangnya menyentuh barang-barangnya lagi.

Setitik rasa bersalah menghinggapi Ewan. Karena dia sangat ingat kata-kata kasar yang dia lontarkan waktu itu.

Ewan mendekati Winter. Berdiri di depannya. "Jadi dialah yang merusak kalung itu?"

Winter berdiri dengan senyuman tipis."Saat itu baru seminggu setelah kematian ibumu. Bagaimana pun tidak fokusnya aku, aku tidak mungkin mengacaukan barangnya dan membuatmu bersedih."

Ewan tercekik rasa bersalah. "Maaf, aku tidak—"

"Sudahlah. Semuanya ada di masalalu." Winter segera melangkah pergi.

"Ke mana saja. Jangan pedulikan gadis kecilmu." Winter segera berlari pergi. Dia membuka pintu dengan santai saat tangan lain menahan pintu dan membuatnya kembali tertutup.

Winter berbalik dan Ewan yang mendekat membuat tangannya berada di dada pria itu, menghentikannya.

"Saat kau membutuhkanku, kau bersikap menyedihkan. Setelah tidak butuh, dengan mudah kau meninggalkanku." Ewan sedikit menundukkan tubuhnya. "Apakah aku terlihat begitu mudah dikendalikan?"

"Kau tidak mau membantuku. Aku terpaksa harus berbaikan dengan Marco," ucap gadis itu dengan suara sendu terpaksa.

"Aku bukan orang bodoh. Kau berpikir aku tidak bisa memahami tipuan kecilmu, kan? Hal sekecil ini pastinya dengan mudah bisa kau kendalikan. Bukankah begitu?"

Winter mengangkat dagunya. "Kau pikir sangat mengenalku?"

Ewan menjauh dengan senyuman penuh penyelidikan.

Winter bersedekap. "Kau benar, ada cara lebih mudah untuk menghadapi laki-laki seperti Marco. Aku akan menghadapi langsung saingan cintaku. Kurasa itu cara terbaik." Winter kemudian mendorong Ewan menjauh dan membuka pintu lalu melangkah pergi.

Ewan hanya menggelengkan kepalanya dengan desahan. Leluruh kecilnya kalau sekali saja tidak membuat masalah mungkin akan membuat dirinya sendiri menderita.

***

Winter dengan gaun merahnya ada di kamar mandi. Dia sibuk memasang pewarna di bibirnya sembari menatap ke arah cermin. Tidak berapa lama seseorang bergabung dengannya membuat sudut bibirnya terangkat sedikit.

Wanita yang masuk segera menatapnya dan terhenti langkahnya sebentar, kemudian dengan santai kembali melangkah.

Winter melirik ke bawah, menemukan sepatu merah yang dikenakan perempuan itu. "Sepatu yang bagus. Tapi kurasa tidak cocok untukmu."

Amelia yang mendengarnya hanya berwajah dingin tidak senang. "Cocok atau tidak, akan ketahuan setelah memakainya." Amelia mengambil tisu dan mengusap ke kedua tangannya.

"Cocok atau tidak, jangan sampai kau memakai sepatu orang lain," ejak Winter dengan tenang.

Amelia berdiri dengan percaya diri. "Belum pasti, siapa pemilik aslinya."

Winter tersenyum dengan dingin, dia meraih lengan Amelia dan mencengkramnya dengan kuat.

Amelia kelabakan. Coba melepaskan diri tapi pegangan itu begitu kuat dan jelas tidak mudah melepaskan diri darinya. "Apa yang kau lakukan?"

"Nona Richard, tahukah anda menjadi pihak ketiga itu sangat tidak memuaskan?"

Amelia membebaskan diri dengan gerakan cepat. "Nona Petersen, kau pernah mendengar, siapa yang tidak dicintai maka dialah selingkuhannya."

Winter mengangkat tangannya.

Amelia membuka mulut dengan terkejut.

Tapi Winter tidak menampar Amelia, melainkan meraih bagian belakang leher Amelia dan mendekatkan wajah mereka. Kemudian dia membawa bibirnya ke dekat telinga Amelia. "Tampaknya satu juta yang aku berikan itu sangat berharga bagimu hingga kau begitu teguh tidak mau mengakui bahwa kau bukan dengan sengaja menjadi pihak ketiga."

Amelia yang mendengarnya segera tersentak. Dia mengingat satu bulan yang lalu di tempat dia bekerja, spa. Di mana seorang gadis dengan wajah yang ditutup masker memeberikannya uang satu juta untuk menggoda seorang pria. Siapa sangka malah yang membayarnya adalah tunangan pria itu sendiri, Winter. Hanya Amelia dan yang membayarnya yang tahu. Jadi Amelia tidak ragu Winter adalah orangnya.

"Orang yang membayarku untuk menggoda Marco adalah kau?"

Winter yang mendengarnya tersenyum dengan manis.

Amelia segera merubah wajahnya dengan cepat. Masih tidak percaya tapi dipaksa percaya. Dia tersenyum dengan tipis. "Nona Winter, jadi kau datang menemuiku hari ini untuk memintaku berhenti melakukannya?"

Winter memainkan rambutnya. "Justru sebaliknya, aku ingin kau menggoda Marco lebih lama. Tenang saja, uangnya akan aku tambahkan."

Amelia bergerak tampak tidak nyaman. Jelas menggoda Marco memang memiliki terlalu banyak resiko. Tapi uangnya juga cukup menggiurkan hingga tidak bisa ditolak.

Winter melangkah pergi dengan Amelia mengikutinya. Mereka ada di satu meja yang sama dengan kursi bersebarangan. Winter mengedarkan pandangannya ke meja. "Semua makanan yang ada di sini, kau bisa memesannya. Aku traktir."

Amelia masih dengan wajah penasaran akhirnya memutuskan bertanya. "Aku masih tidak mengerti, kenapa kau sangat ingin membuat tunanganmu sendiri memiliki selingkuhan?"

"Amelia, kau perempuan yang pintar." Winter meletakkan lengannya di meja. Tampak elegan dan cantik dalam detik yang sama. Gaun merah dengan tali bahu tipis itu juga mendukung keindahannya. "Ambil saja uang itu dan lakukan pekerjaanmu. Tidak perlu banyak bertanya."

"Tapi tidak benar melakukan hal seperti ini," secuil rasa bersalah menggerogoti perasaan Amelia yang memang bukan orang yang bisa melakukan hal kotor seperti ini. Merayu tunangan orang lain, bukanlah gayanya.

"Aku akan menambakan satu juta."

"Bukan masalah uang ...."

"Dua juta."

Amelia menelan ludahnya, dia memandang ke samping. Sedikit tergoda tapi masih berada pada fase yang agak ragu. "Jika Marco sampai tahu—"

"Tiga juta," sebut Winter dengan enteng. Memberikan tiga buah jarinya dengan percaya diri. Amelia tidak akan menolaknya. "Ah, dan aku lupa mengatakannya, aku juga akan membantumu menyingkirkan adikmu yang seperti lintah. Yang terus mengancammu untuk memberikannya uang padahal dia sendiri hanya memakainya untuk berjudi."

Amelia terdiam sejenak, dia sudah menyembunyikan segalanya tapi Winter masih menemukan satu kelemahan itu. Adiknya yang sama ayah tapi beda ibu. Adik yang memperlakukannya dengan buruk dan sering memukulnya. Mereka hanya berbeda satu tahun dan tidak ada cara menyingkirkannya selain memberikannya uang. Karena kalau melawannya, pria itu hanya akan membuat hidupnya menderita. Jadi kalau ada yang mau membantunya menyingkirkan pria tidak berguna itu. Amelia harus setuju. Itu membuat Amelia tersenyum. "Kau memang perempuan yang cakap," puji Amelia tulus. "Kau menyelidikiku dengan sangat menyeluruh."

"Ini bukan apa-apa." Winter memainkan rambutnya. "Jika kau punya uang. Kau bisa melakukan apa pun."

Amelia mengangguk akhirnya. "Sepakat."

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Beautiful Trap (SEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang