8

145 31 2
                                    

Winter mendekatkan wajah dengan berani. "Saat kau selingkuh dengan Amelia, apakah kau masih ingat aku tunanganmu?"

Marco yang mendengarnya segera teredam emosinya. Dia meraih tangan Winter dengan mata penuh bersalah. "Aku salah, ya?"

"Kau mengaku salah lalu segalanya selesai? Aku Winter, apa bagimu tidak begitu berharga?"

"Lalu apa yang harus aku lakukan agar kau mau memaafkanku?"

"Aku mau kau berlutut," ucap gadis itu dengan tangan menunjuk ke lantai. "Kemarin saat di rumahku, kau tampaknya sangat rela berlutut. Kenapa? Sekarang karena tidak orang jadi kau tidak rela melakukannya?"

Marco dengan hati berat akhirnya coba berlutut. Tapi Winter menahannya di detik terakhir membuat Marco tersenyum, tahu Winter tidak akan rela melihatnya berlutut. Marco kemudian memeluk Winter dengan bahagia. "Winter, kau memaafkanku, kan?" Marco menyeringai bahagia. Winter masih begitu mencintainya, mana mungkin rela melihatnya merendahkan diri.

"Aku memaafkanmu untuk hari ini," timpal Winter. Karena bagi Winter hari ini adalah hari bahagia. Bagaimana pun dia akan menjadi istri paman dari Marco. Dia akan menjadi bibi Marco. Anggap saja sebagai hadiah menjadi keluarga.

Mereka berpisah kemudian dengan Marco yang mengatakan memiliki urusan dan tentu saja Winter yang tidak peduli. Gadis itu masuk ke rumahnya dan mengenakan pakaian terbaik. Lalu dia mengambil kartu keluarganya dan berlari pergi keluar dari rumah. Di tempat pendaftaran pernikahan Winter hanya menemukan Vernon di sana yang sudah menunggunya dengan cengengesan.

Melihatnya Winter sudah memiliki pemikiran buruk. Tapi dia coba mengabaikannya. Dan benar saja, dia menunggu hampir dua jam dan tidak ada yang datang. Itu membuat Winter menatap Vernon dengan amarah yang menari di matanya. "Di mana Ewan?"

Vernon menipiskan bibirnya. "Bos sedang ada urusan mendesak." Vernon mengatakannya dengan agak terbata melihat riak di wajah gadis itu yang seolah siap melahap siapa pun. "Bos memintaku menggantikannya untuk menemani nona menunggunya sebentar."

Mendengar kata ganti itu membuat Winter panas ubun-ubunnya. Dia mengangguk kemudian dengan airmata yang hendak tumpah. "Baik, maka kau menggantikannya menikah denganku."

"Nona Winter, tunggu dulu, jangan salah paham. Maksud bos adalah meminta saya menggantikannya melakukan proses pendaftaran pernikahan."

Winter mendengus kesal. "Kenapa dia harus mengirim orang lain untuk melakukannya jika dia memang tidak ingin melakukannya. Lebih baik menikah dengan kau yang sudah berada di sini." Dan Winter meraih pergelangan Vernon lalu menyeretnya masuk. Vernon sudah coba menghentikan tapi Winter gelap mata.

"Nona, jangan salah paham. Biarkan aku menelepon bos dulu. Izinkan aku menghubunginya." Vernon sudah dibawa masuk ke gedung itu dengan petugas yang sudah menatap mereka heran.

Di tempat lain Ewan sedang berada di dalam mobilnya dengan bayangan yang terus datang ke kepalanya di mana Winter dan Marco berpelukan. Bahkan dia mendengar apa yang mereka katakan, itu membuat Ewan benar-benar bodoh karena percaya gadis itu tidak mencinntai Marco. Apa yang dilakukan Winter padanya, jelas hanya sebuah kebohongan belaka. Gadis dengan otak licik itu, kenap dia harus percaya?

Ponsel Ewan berdering, melihat nama Vernon di sana, dia menjawabnya. Dia mendengar laporan dari Vernon dan segera naik pitam. "Apa yang kau katakan?"

Vernon yang berada di tengah-tengah jelas hampir meledak kepalanya. "Jika anda tidak segera datang ke sini, saya yang akan menjadi suami nona Winter. Dia memaksa menikah dengan saya!"

Setelah mengatakan kabar itu, Vernon mematikan sambungan terpaksa karena Winter terus menariknya ke arah meja petugas yang hanya bengong menatap mereka.

Vernon berdiri di depan petugas, menatap pada Winter dengan wajah merana. "Leluhur Kecil, jangan seperti ini," rengek Vernon akhirnya. Dia dibawa pada batas yang tidak wajar sekarang.

"Kalian berdua, pernikahan bukan permainan. Kalian pikirkan baik-baik. Apa kalian akan menikah atau tidak?" tanya petugas yang juga tampaknya habis sabarnya melihat perdebatan dua insan itu.

Winter menatap tajam ke arah Vernon, matanya berkaca-kaca tapi ada kilat berbahaya dibaliknya yang tidak dapat diragukan kekuatannya. "Kau mau menikah atau tidak denganku?" tanya Winter mengambil seluruh napas kelam dalam suaranya. "Mengikuti Ewan, kau hanya akan menjadi anjing penurutnya selamanya. Tapi menikah denganku, kau akan mendapatkan kemuliaan yang tidak dapat kau bayangkan."

"Uh-uh...." Vernon ragu dengan penuh godaan.

Winter sudah akan meletakkan kartu keluarga itu ke arah petugas saat tangan lain segera menghentikannya. Dia menengok ke arah pemik tangan dan menemukan Ewan di sana berdiri dengan wajah dingin.

Vernon yang melihat segera mengelus dada. Setidaknya dia selamat dari amukan bosnya yang mengerikan.

Winter menatap Ewan dengan dagu terangkat tinggi. "Tuan Thomson, apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku datang ke sini untuk menghentikanmu membuat ulah."

Winter mengangguk kecil. "Bagus kau ada di sini. Bantu aku menjadi saksi pernikahan antara aku dan asistenmu."

Vernon yang mendengarnya segera melongo. Mulutnya terbuka. Ewan menatapnya penuh ancaman dan Vernon yang melihatnya segera undur diri. Jangan sampai dia kehilangan pekerjaannya. "Kalian berdua, silakan lanjutkan." Vernon pergi kemudian.

"Winter Petersen, kau sungguh hebat. Beraninya kau balas dendam padaku."

Winter menatap dengan marah. Dia hendak pergi tapi Ewan meraih bagian belakang kerah pakaiannya, menghentikannya. Ada senyuman licik di bibirnya tertuju ke arah Ewan, menantang pria itu pada batas kesabaran mereka berdua.

Ewan menarik Winter berdiri di depannya, dia mendesah kemudian. "Aku salah, oke?"

"Kau menyakitiku!"

Ewan mengerjap sebentar. "Katakan saja, pernikahan ini apakah kau mau melanjutkannya atau tidak?"

Winter meremas tangannya. Dia menatap Ewan kemudian dan mengangguk setelahnya. Mereka kemudian menyelesaikannya hanya dalam beberapa menit saja. Setelahnya keduanya keluar dari gedung dengan membawa buku nikah yang diberikan dua buah dan dipegang sama-sama satu. Winter berjalan di belakang Ewan.

Tapi langkah Ewan terhenti. Dia kemudian berbalik menatap Winter. "Ada yang ingin aku diskusikan denganmu."

"Diskusi apa?"

"Masalah pernikahan, jangan diumumkan ke publik lebih dulu. Mengerti?"

Winter kehilangan senyuman bahagianya. Dia menatap buku nikahnya, merasa Ewan malu menikah dengannya. Tapi kemudian gadis yang memang begitu pandai merubah raut wajahnya itu segera tersenyum dengan bahagia. "Baik. Aku juga tadinya ingin mengatakan itu padamu. Mari kita rahasiakan."

Ewan yang melihat Winter tidak bersikeras segera mengangguk saja. Berpikir tadinya gadis itu akan membuat drama. Tapi melihatnya menerima begitu saja membuat Ewan merasa tidak nyaman.

***

Ewan duduk di depan meja kerjanya sambil mengerjakan dokumen yang mendesak. Tapi pikirannya jelas tidak ada pada dokumen itu. Dia hanya mengingat wajah Winter saat mereka berpisah. Ada sesuatu yang membuatnya begitu tertarik.

"Bos, apakah menikah dengan nona Winter tidak terlalu impulsif?"

"Dia suka bermain. Aku hanya menemaninya."

"Tapi, nona Winter belum memutuskan pertunangan ...."

"Bukankah itu alasan aku belum mau mengumumkannya?"

Vernon yang mendengarnya tersenyum mengerti. "Saya tahu sekarang, anda menikah tanpa mengumumkan agar mudah bercerai di masa depan, kan?"

Ewan yang mendengarnya segera membanting dokumen itu. "Apa maksudmu bercerai? Tidak akan ada perceraian dalam pernikahanku. Keluar!"

Vernon menipiskan bibir dan segera keluar.

Ewan kembali duduk dengan kesal. Membayangkan bercerai, ada perasaan mengganjal di dadanya yang membuat dia tidak nyaman.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Beautiful Trap (SEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang