13

143 27 2
                                    

"Winter!" seru Ewan segera berlutut di depan Winter. "Apa yang terjadi padanya? Kenapa tidak mengirimnya ke rumah sakit?" suara Ewan kelabakan. Pria yang tidak pernah kehilangan ketenangan dirinya itu akhirnya menunjukkan betapa dia dipenuhi kecemasan.

Dona yang melihat hanya menyembunyikan senyuman. Apalagi Ewan terus menyebut nama Winter coba membangunkannya. "Berhenti teriak. Dia pingsan."

"Pingsan?" Ewan meraih leher lembut gadis itu. Melihat ada tiga bekas luka di sana seperti cakaran. "Siapa yang melakukannya?"

"Bisa siapa lagi? Tentu saja Nona Susan tercintamu dan sahabatnya." Dona mengatakannya sambil melirik ke arah dua perempuan yang berdiri di belakang Ewan.

Ewan yang mendengarnya naik emosinya.

"Ewan, temanku tidak bermaksud melakukannya. Situasi tadi sungguh bisa kujelaskan. Semua konfliknya adalah karena aku. Dia membelaku." Susan coba menjelaskan dengan terburu-buru.

"Karena itu karenamu, bisa kau katakan sekarang bagaimana menyelesaikannya?"

Teman Susan tidak tinggal diam. Dia memandang Ewan dengan keberatan. "Tuan Thomson, Winter belum menikah dengan Marco. Dia belum menjadi bagian dari keluarga Thomson. Anda tidak boleh berpihak pada orang luar seperti ini."

"Apa pendapatmu tentang yang dikatakan sahabat terbaikmu ini? Kurasa bisnis sahabatmu terlalu baik belakangan ini," mata Ewan berkilat penuh bara amarah.

Si teman yang mendengar segera menyembunyikan diri di belakang Susan. Tidak lagi berani mengadukan suaranya.

"Ewan, kau belum mendengar cerita lengkapnya," ucap Susan tidak percaya Ewan tidak mau mendengarkannya terlebih dahulu.

"Kenapa malah kau yang sibuk mengadu?" tanya Dona keberatan ke arah Susan. "Apakah kau berani mengulangi perkataanmu beberapa waktu lalu pada Winter?"

"Nona Dona, Winter adalah temanmu jadi kau membelanya. Sadie juga temanku. Kau merasa temanmu benar maka aku juga merasa temanku benar. Dia sahabatku, dia pantas membelaku!" Susan naik suaranya.

Dona yang mendengarnya hanya bisa menyimpan amarah.

"Nona Garcia, ada CCTV di sini, apakah perlu kita melihatnya?" tanya Vernon mengambil suara.

"Benar, CCTV," sebut Dona.

"Aku tidak masalah kita melihat CCTV nya. Tapi apa kau yakin ingin melihat dan ingat siapa yang pertama mengambil tindakan?" tanya Susan ke arah Dona. "Lebih baik kita menenangkan diri dan tidak membuat ini menjadi masalah besar. Tidak baik juga untuk nona Winter jika ini keluar di telinga orang lain."

Dona hanya menahan bara panas di dadanya.

Ewan yang diam sejak tadi menatap Susan akhirnya. "Sudah selesai?" tanyanya ke arah Susan.

Susan menipiskan bibirnya.

"Vernon, selidiki semuanya di sini sampai ke akar-akarnya. Siapa yang bicara lebih dulu dan apa yang dikatakan. Aku ingin mendengar semuanya. Bila perlu catat untukku!" Ewan kemudian meraih tubuh Winter dan membawanya dalam gendongan lengannya. "Aku tidak peduli dengan kebenarannya. Aku hanya mau tahu siapa yang mencari masalah." Ewan menatap dua perempuan itu.

Ewan membawa Winter dengan kaki Winter yang segera menabrak perut Susan. Tapi jelas Ewan tidak mempedulikan ringisan kesakitan Susan tersebut.

Vernon sendiri mendekati dua perempuan itu dengan senyuman tertarik. "Jadi Nona Susan dan Nona Sadie adalah teman baik? Jadi Nona Susan minum tadi malam bersama ayahmu, secara pribadi. Bukankah itu bagus? Kalian sepertinya tidak hanya akan menjadi teman melainkan menjadi keluarga." Setelah mengatakannya, dengan senyuman mengejek Vernon pergi.

Sadie yang mendengar itu semua menatap Susan dengan tidak percaya. "Susan, kau minum dengan ayahku?"

"Aku dan ayahmu minum untuk membahas masalah pekerjaan."

Dan itu menjadi perdebatan dua teman akhirnya.

***

Di apartemen, Winter duduk di ranjang dengan suara terisak. Matanya merah dengan airmata segar yang jatuh ke pipinya. Wajah cantik itu dipenuhi dengan ketidaksenangan. Ewan yang melihatnya akhirnya berlutut di depannya. Wajah khawatir pria itu benar-benar membuat wajahnya menjadi buruk.

"Kenapa menangis?"

"Sakit," rengek gadis kecil itu. Memegang lehernya.

Ewan menyentuh pipi Winter dan mengusap airmata itu. Menangis tidak membuat Winter buruk, dia malah memancarkan kecantikan yang lebih nyata. Entah ke mana mata Ewan selama ini sampai tidak mengenalinya dengan baik. Sekarang setelah dia benar-benar melihatnya, Ewan berjanji akan menebusnya. Seluruh dirinya hanya untuk Winter. "Luka sekecil itu membuatmu menangis? Bukankah kau begitu hebat bertarung?"

Bibir Winter mengerucut. "Ini bukan masalah lukanya. Kau tidak tahu bagaimana mereka mengatakan soal Marco. Mereka sangat keterlaluan dan membuat aku sangat malu."

Ewan mendesah. "Jadi kau bertengkar karena Marco?"

Winter menunduk. Ewan tidak tahu. Dia tidak akan pernah tahu kalau Winter sama sekali tidak peduli pada Marco. Selama ini yang dia pedulikan selalu Ewan. Satu-satunya yang ada di hatinya hanya pria di depannya ini. Tapi bagaimana mengatakannya pada Ewan tanpa membuat pria itu melarikan diri darinya.

"Jangan bersedih, aku hanya merasa buruk karena aku pikir kau bertengkar karena aku," ucap Ewan menyentuh dagu gadis itu dan mengangkatnya sedikit.

Winter meraih kerah kemeja Ewan dan menariknya mendekat. "Lalu bagaimana denganmu? Apa kau memiliki kesadaran sebagai suami?"

"Tentu saja punya. Bukankah aku mengabaikan semuanya dan membawamu pulang." Mata mereka bertemu dalam pandangan yang dalam.

Winter yang tidak mau menunggu menarik Ewan naik ke ranjang, dia kemudian bergerak ke arah Ewan dan duduk di pangkuan pria itu. Mengabaikan keterkejutan Ewan, Winter sudah mencium bibir yang selalu dia bayangkan dalam banyak mimpi panasnya sebelum dia bergerak mengambil tindakan. Selama ini Ewan selalu dalam bayangan. Selama ini Ewan tidak pernah menjadi nyata.

Saat Winter muak dengan segalanya dam memulai perjuangannya, dia tidak pernah membayangkan akan sampai ke titik ini. Titik di mana segalanya menjadi lebih berbeda dan lebih banyak debar. Titik di mana hidupnya mendapatkan cahayanya sendiri. Dan dia menikmatinya, dalam perjuangan yang melelahkan, ada cinta yang dulu begitu dalam tersembunyikan.

Winter sudah akan mendorong Ewan untuk jatuh, tapi pria itu menahannya. Membuat pandangan mereka bertemu dalam jarak mata yang sangat dekat. Ada kekecewaan di mata Winter yang bahkan mungkin orang katarak juga akan dapat melihatnya.

Ewan menyentuh lengan gadis muda itu lembut. Tapi dalam satu gerakan dia membawa tubuh Winter berbalik. Membawa tubuh Ewan menjadi atas dan wajah mereka kembali dekat. "Dalam hal ini, pria yang harus mengambil inisiatif," bisik Ewan dan mulai kembali mencium Winter. Kali ini tidak hanya bibirnya yang menjelajah melainkan juga tangannya sibuk mencari dan meremas.

Membawa tubuh mereka berdua dalam ketelanjangan dan setelahnya Ewan yang coba menerobos masuk. Menemukan gadis itu perawan, Ewan tidak bisa tidak berssukacita. Membawa perasaannya melambung ke angkasa.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Beautiful Trap (SEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang