10

136 29 1
                                    

Melihat Ewan menahan perempuan itu, wajah Winter berubah menjadi jelek. Susan jelas tahu kalau Ewan hendak mendekat, sepertinya itu yang membuatnya menyentuhnya. Sekarang dia dapatkan yang dia mau dan Winter benar-benar terbakar kecemburuan.

"Apa yang kau lakukan!" seru Ewan mendorong tubuh Susan menjauh darinya. Dia memiliki api di mata leluhur kecilnya, mana mungkin dia akan membiarkan perempuan lain berlama-lama ada di dekatnya.

"Jangan salahkan Winter. Aku yang tidak hati-hati," ucap Susan dengan sok paling lembut.

Ewan bergerak lebih dekat ke Winter. "Tidak minta maaf?"

Winter menunjuk diri dengan tidak percaya. "Kau mau aku minta maaf padanya?"

"Sudahlah, aku tidak mau mempermasalahkannya. Winter hanya sakit hati karena melihat tunangannya pergi dengan perempuan lain. Aku akan berusaha mengerti."

"Diam! Tidak ada yang ingin mendengar kau bicara di sini!" seru Winter dengan amukan.

"Sangat marah?" tanya Ewan memberikan pandangan dinginnya. Berpikir Winter benar-benar kesal karena Marco pergi dengan Amelia. "Cemburu?"

Winter yang sudah tidak dapat mengendalikan amarahnya segera mendesah. "Sedikit risih, aku pergi dulu." Winter berjalan melewati Ewan.

Ewan meraih lengan gadis itu. "Aku juga mau pergi. Sekalian mengantarmu."

"Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri. Tidak perlu merepotkan, Paman."

"Tidak merepotkan. Ayo." Ewan sudah membawa gadis itu pergi.

"Ewan, kita bahkan belum makan malam!" seru Susan dengan kesal.

"Lain kali," timpal Ewan sambil lalu.

Winter berusaha lepas dari seretan tangan pria itu. Dia menarik tangannya dengan kesal begitu mereka tiba di pinggir jalan. Begitu dia berhasil lepas, dia hendak pergi tapi Ewan meraih bagian belakang mantelnya yang membuat Winter kembali ke depan pria itu dan masuk ke rengkuhannya. Tapi Winter yang sudah sangat sakit hati kembali melawan dan saat dia lepas, Ewan kembali meraih bagian belakang mantel itu, menahannya dan membuat Winter coba melepaskan diri dengan sia-sia.

"Biarkan aku pergi! Kita tidak sejalan!"

Setelah cukup lama, Ewan menariknya dengan kedua tangan memegang tubuh Winter dan tidak memberikan ruang untuk melarikan diri. "Tidak mau pulang?" tanya Ewan.

"Aku belum mau pulang. Aku mau ke bar."

Senyuman Ewan yang menahan kesal membuat Winter segera mundur. Dia tahu sudah memancing Ewan ke batas sabarnya dan sekarang dia menerima akibatnya saat dalam satu gerakan pria itu meraih tubuhnya dan membawanya ke pundak. Memanggulnya tanpa kewalahan sama sekali.

Ewan membawa Winter ke sebuah apartemen dan melempar tubuh lembut gadis itu ke atas ranjang yang sangat empuk.

Winter segera meloncat bangun, menatap sekitar dan yakin tidak mengenali tempat ini. "Ini di mana?"

"Apartemenku." Ewan menatap tajam gadis itu. "Suruh bibi di ruamh membereskan barang-barangmu dan mulai sekarang kau tinggal di sini."

Winter yang mendengarnya menyembunyikan senyumannya. Dia sudah lama mendambakan tinggal bersama dengan Ewan. Saat waktu itu tiba, dia tidak mudah berpura-pura tidak senang. Tapi tentu dengan baik dia menyembunyikannya. Sedikit penolakan akan membuat itu lebih nyata. "Aku tidak mau. Aku tidak ingin tinggal denganmu."

Ewan menjilat bibirnya dengan kesabaran penuh. "Mungkin kau lupa dengan hubungan kita. Apa aku harus mengingatkanmu lagi?"

"Bukankah itu hanya hubungan paman dan keponakan?" tanya Winter dengan wajah tanpa dosa.

Ewan melepaskan dasinya dengan marah, melempar benda itu ke lantai dan kemudian menatap Winter dengan mata menyala yang akan membuat siapa pun segera menjauh. Winter juga cukup pintar untuk melakukannya. Dia bergerak lebih ke tengah ranjang, tapi kakinya segera dicengkram oleh Ewan dan ditarik untuk membuat dia tidak menjarakkan mereka lebih jauh. Ewan mendekatkan wajahnya. "Jika kau sedang bersikap kekanakan, maka itu berhasil membuat aku tertarik." Dan bibir Ewan segera menjelajah bibir Winter.

Winter dengan sikap sok polosnya mendorong Ewan dan memukul dadanya. "Ewan kau bajingan!" seru gadis itu tapi dalam hatinya seolah ada taman bunga yang mekar dengan berbagai warna. Bahkan kupu-kupu juga seperti menggerayangi tubuhnya. Mata indah itu berkaca-kaca, tidak dapat menggambarkan perasaannya sendiri.

"Kenapa kau berwajah seperti itu?" tanya Ewan menahan amarahnya.

"Kau menindasku!"

"Karena aku menindasmu atau karena kau masih begitu merindukan keponakanku yang sudah menduakanmu?" Ewan melepaskan Winter. Segera berdiri dengan kemarahan yang menyala di setiap tarikan napasnya. Dia bahkan mengepalkan tangannya dengan kecemburuan mendarah daging. "Kau pikir aku sedang bermain-main denganmu?" tanyanya tanpa menatap ke arah gadis itu.

"Aku ... aku tidak ...."

"Winter, aku sudah katakan padamu. Aku bukan sembarang orang yang bisa kau ajak dalam permainan kekanakanmu!"

Winter menahan kesalnya karena disalahkan, seolah dialah yang menjadi pelaku atas ketidaknyaman. "Jadi, kau menyesal menikah denganku?" tanya gadis itu menantang mata merah Ewan. "Aku mengerti, karena cinta pertamamu sudah kembali, apa artinya bagimu pernikahan rahasia ini." Terisak, Winter melarikan diri.

Ewan butuh beberapa waktu mengendalikan dirinya untuk membuat dia bisa mengejar Winter dan mengatakan kalau dialah yang bersalah. Tapi saat dia berhasil mengumpulkan kesabarannya, dia berlari mencari dan menemukan pintu apartemennya sudah terbuka. Mengumpat, Ewan berlari mengejar dan mencari tapi yang ada di luar sana hanya udara dingin yang membuatnya melayangkan beberapa umpatan kasar.

Ponselnya berdering, Ewan menjawab tanpa melihat pemanggilnya. Dan ternyata Susan yang menghubunginya mengatakan kalau ada yang sedang mengejarnya. Itu membuat Ewan hanya bisa memejamkan mata berusaha tidak berteriak malam ini.

***

Susan berusaha melangkah dengan cepat dari sosok yang mengikutinya. Dia terus memandang ke depan dan dengan perasaan cemas terus melangkah. Sampai dia mendengar suara teriakan dan suara pukulan bertubi. Setelah segalanya selesai, Susan dengan bahagia menatap sosok yang membantunya. Tadinya dia berpikir Ewan yang melakukannya, tapi saat melihat Vernon yang berdiri di depannya, wajah itu memudar kebahagiaannya.

"Di mana Ewan?" tanyanya.

"Sedang sibuk. Bos meminta saya mengantar anda pulang. Dan apa yang anda lakukan malam-malam di tempat seperti ini?"

"Antar aku ke rumah keluarga Thomson. Aku tahu Ewan tidak bisa tenang dekat denganku karena pria tua itu. Dia pasti juga sangat merindukanku jadi aku akan bicara dengan ayahnya yang sudah memberikan aku uang demi meninggalkan anaknya. Aku akan buat dia mengerti, kalau aku sudah kembali."

Vernon yang mendengarnya hampir bertepuk tangan mengejek dengan betapa besar kepercayaan diri wanita itu. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya pergi mengantar

Susan mendatangi ayah Ewan dan mengatakan kalau dia percaya Ewan dan ayahnya akan kembali berhubungan baik jika si ayah mau menerima Susan kembali. Susan pikir hubungan itu menjadi tegang karena dirinya dan Ewan bahkan tidak pernah bersama perempuan lain setelah kepergiannya. Si pria tua jelas tergoda. Seolah mencobanya tidak ada salahnya.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Beautiful Trap (SEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang