7

137 31 1
                                    

"Bermainlah denganku," desah Winter dengan tidak sabar coba mendekat saat Ewan terus mendorongnya menjauh.

"Winter, tenangkan dirimu." Ewan terus coba mendorong tapi dalam hatinya juga tidak sepenuh hati melakukannya. Karena jelas Ewan tidak bisa bersikap kasar pada gadis mabuk tersebut.

Winter segera mendorong diri lebih dekat, meraih bahu Ewan dan kemudian gadis itu mencium leher Ewan dengan sukaria. Dia menghisap leher itu membuat Ewan kelabakan sendiri dengan mata melotot tajam. Awalnya Ewan masih berusaha, tapi saat Winter mengejar bibirnya, dia kalah.

"Bos, sudah sampai," ucap Vernon memberikan peringatan.

"Memutar sekali lagi."

Vernon menipiskan bibirnya dan segera menaikkan dinding penyekat. Dia kemudian memutar mobilnya dan melaju ke arah berlawanan.

Bibir Winter berhasil melumat bibir Ewan kasar. Gadis tidak berpengalaman itu telah membuat dada Ewan meledak. Rasa panas dan desahannya menjadi satu dalam rasa bibir manis yang coba menggilas habis bibirnya. Tapi tidak berapa lama, Winter akhirnya menyerah dan jatuh lelap.

Mobil berhenti tepat waktu dan tiba di rumah Ewan. Ewan keluar dari mobil dan segera meraih tubuh Winter dalam gendongannya. Membawanya masuk ke kamar dan menidurkannya di ranjang. Dia menatap wajah itu lekat. Saat hendak meninggalkannya, Winter malah meraih leher Ewan lagi dan membuat wajah mereka menjadi dekat. Dengan napas berembus yang dapat dirasakan Ewan.

Ewan masih mengingat rasa bibir gadis ini di mobil tadi, tiba-tiba saja dia ingin mencicipinya sekali lagi. Dia mendekat dan terus mendekat, saat dia hampir mendapatkannya, mata itu malah terbuka dengan bingung.

Desah Ewan menjadi apa yang terdengar selanjutnya, pria itu berusaha menenangkan dirinya. "Sudah bangun?"

Winter menatap bingung. "Ini di mana?" Dia mengedarkan pandangannya.

Ewan tersenyum geli. "Masih berani minum dengan toleransi alkohol seburuk itu?"

Kemudian tanpa malu menunjuk ke arah Ewan. "Kau siapa?"

"Aku Ewan."

"Ewan?" Mendengar nama pria itu Winter kelabakan sendiri. "Aku harus pergi dari sini. Jangan sampai dia tahu aku ada di sini."

"Kenapa dia tidak boleh tahu kau ada di sini?" tanya Ewan yang duduk di pinggir ranjang.

Winter bangun dan mulai melangkah dengan sempoyongan. "Karena dia membenciku." Tubuh itu oleng dan tangan Ewan meraih tubuhnya, membawanya ke atas pahanya.

Ewan kemudian tanpa bisa mengendalikan diri segera memeluk gadis itu. Tangannya menyentuh kepala Winter. "Aku tidak pernah membencimu," bisiknya halus.

Winter memegang dada Ewan dengan genit, meremasnya sebentar dengan senyuman senang. "Aku menyukainya," ucap gadis itu kemudian dan berakhir dengan kepala terkulai lemah ke dada Ewan. Winter jatuh tertidur dengan Ewan yang semakin erat memeluknya.

***

Winter terbangun dengan kepala dan tubuh yang terasa sakit, dia duduk menatap sekitarnya dan kemudian menatap ke arah pakaiannya. Kemeja putih yang dia kenali itu segera membingkai senyuman tipis di bibirnya. Meraih kerah kemeja, Winter tidak kuasa mencium aroma pakaian tersebut. Aroma khas Ewan ada di sana, membawa Winter pada perasaan melayang.

Menyibak selimut, Winter berjinjit perlahan meninggalkan ranjang. Dia hendak ke kamar mandi tapi dengan cepat segera tercegat saat Ewan berdiri di sana dan membuat dahi Winter menabrak dadanya. Winter meringis kecil dan mengelus dadanya. Mendongak menatap Ewan, Winter menemukan senyuman tipis pria itu dengan mata penuh tertarik yang membuat Winter menipiskan bibirnya.

Winter menyatukan kedua jari telunjuknya dengan gaya yang begitu manja. "Semalam apakah kita ...," gadis itu mengeja suaranya. Penuh dengan perasaan berbunga membayangkan apa yang terjadi semalam dengan mereka. Badannya sakit semua masalahnya, jadi dia yakin ada sesuatu yang terjadi.

Ewan meninggalkannya dan mengambil gelas minum di nakas. Menenggak pelan air putih tersebut.

"Kau sangat hebat tadi malam, aku sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur," ungkap Winter dengan suara memelan malu. Winter bahkan menggaruk tengkuknya dengan hati meletup dan tubuh merinding.

Ewan tersenyum. "Tidak ada yang mengalahkan kehebatanmu semalam."

Winter yang mendengarnya bingung.

Ewan menyandarkan tangan ke dinding, menatap gadis itu sangat tertarik. "Apakah perlu aku mengingatkanmu tentang apa yang terjadi semalam?"

Dan bagai memiliki tombolnya sendiri, ingatan itu segera datang menyerbu. Membawa ribuan semut seperti menggerayangi tubuh Winter. Dia yang loncat-loncat di ranjang. Menarik dan bahkan melakukan berbagai gerakan yang tentu saja akan membuat tubuhnya sakit keesokan paginya. Mengingat itu semua, tidak berlebihan jika Winter merasa butuh mengubur dirinya sendiri. Gadis itu terdiam dengan seluruh wajah mereka. Dia sekarang merinding dengan alasan yang berbeda. Dia menekuk kakinya dengan gestur yang benar-benar malu pada perbuatannya sendiri.

"Kau ingat sekarang?" tanya Ewan dengan santai, setengah geli yang disembunyikan.

"Apakah terlambat bagiku bunuh diri sekarang?" Winter berbalik dan langsung melarikan diri ke kamar mandi. Dia cukup lama di dalam sana merenungi dirinya dengan mempertanyakan bagaimana dia akan bersikap ke depannya pada Ewan. Kenapa dia begitu bodoh dan minum banyak? Membuat diri tidak sadar dan mempermalukan diri.

Winter sebenarnya ingin selamanya ada di kamar mandi itu. Tapi dia tahu Ewan mungkin tidak tahan dengannya dan jangan sampai menunggu pria itu sendiri yang mengusirnya. Lebih baik pergi sendiri. Jadi Winter mengenakan gaunnnya dan keluar dari kamar mandi dengan wajah lesu. Seolah seluruh kelelahan dunia ada di wajahnya.

Gadis itu kemudian menatap Ewan dengan ragu. "Kalau begitu aku pergi tidur. Soal semalam, maaf, aku sudah merepotkanmu." Winter mengatakannya dengan terus menekan jemarinya. Dia kemudian berbalik dan melangkah hendak pergi.

Ewan yang melihatnya tersenyum. "Aku tidak akan bertanggung jawab padamu."

Winter yang mendengarnya semakin lesu. "Tidak ada yang terjadi semalam." Satu langkah diambil gadis itu lagi.

"Winter, beranikah kau menikah denganku?"

Winter yang mendengarnya mengerut. Dia berbalik dan hendak memastikan. "Apa yang kau katakan?"

"Kau tidak salah dengar."

Winter yang mendengarnya segera tersenyum dengan kebahagiaan yang terpancar di bola matanya. Dia mengangguk kemudian. "Menikah. Tentu saja berani. Aku akan menikah denganmu. Ayo menikah hari ini."

Ewan mengangguk.

"Kalau begitu aku harus pulang sekarang."

"Kenapa pulang?"

"Mengambil kartu keluarga untuk menikah!" seru gadis itu bahagia dan segera berlari pergi. Tanpa tahu kalau Ewan mengikutinya. Dia bisa melihat kebahagiaan pada langkah gadis itu yang begitu ringan.

Winter keluar dari taksi dan sudah masuk ke halaman rumahnya saat seseorang menghentikannya dengan menyentuh tangannya. Segera dia menarik tangan itu dan menatap kesal pada Marco sebagai pelakunya. "Apa yang kau lakukan?"

"Kenapa kau tidak menjawab teleponku tadi malam? Kau sedang bersama pamanku, kan semalam?"

"Tidak ada hubungannya denganmu."

"Winter, itu pamanku!" seru Marco tidak terima. "Aku tunangamu!" serunya lagi dengan tangan menepuk dada terbalut penuh emosi.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Beautiful Trap (SEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang