Suara ketukan pintu membangunkan Ewan. Dia bergerak duduk dan merasakan ada tangan tidak terlepas di pinggangnya. Dia segera menatap ke samping hanya untuk menemukan tangan lentik itu milik istri kecilnya. Ewan menggerakkan tangan itu melepaskannya dari pinggangnya, tapi tidak lupa Ewan mencium tangan itu dan kemudian mengecup kening Winter yang masih lelap. Ewan merapikan selimutnya, tahu kalau semalam dia membuat Winter benar-benar kewalahan melayani nafsunya.
Setelahnya Ewan mengenakan piyama tidurnya, melangkah keluar dan membuka pintu hanya untuk menemukan Susan di sana, membuat susana hatinya menjadi tidak baik. Dia berjalan masuk dengan Susan mengekor di belakangnya. Duduk di sofa, Ewan sibuk dengan ponselnya.
"Soal yang terjadi kemarin, aku benar-benar minta maaf, Ewan. Aku tahu salah. Kalau kau mau, aku akan meminta maaf pada Winter juga. Aku membuat hubungan kami jadi memburuk." Susan bergerak duduk di samping Ewan.
"Dia tidak membutuhkan maafmu. Sebaiknya kau menjauh saja darinya, itu sudah cukup."
"Tapi aku sungguh tidak memiliki niat sedikit pun menyakitinya. Aku hanya ...." Susan terdiam menatap ke leher Ewan yang tampak memiliki bekas ciuman yang membiru di sana. Siapa pun yang meninggalkannya jelas ingin semua mata melihat jejak tersebut. "Kau membawanya wanita ke rumah ini, Ewan?" tanya Susan tidak terima.
Ewan yang mendengarnya segera menatap ke mata Susan di mana mata itu menatap ke arah lehernya. Ewan menyentuhnya dan tahu kalau di sana memang seharusnya ada bekas. Dia tidak kuasa menahan senyuman bahagianya. "Bukan urusanmu," timpalnya kemudian.
"Ewan, apa karena aku pergi terlalu lama? Kau kesepian terlalu lama dan mencari wanita penghibur untuk menemanimu. Aku sudah kembali sekarang, Ewan. Kau tidak membutuhkan wanita lain di sisimu lagi selain aku. Aku bisa ...."
Ewan mendorongnya dengan kasar. "Gila!" seru Ewan dan berdiri. "Sebaiknya kau tidak terlalu ikut campur pada masalahku. Kau dan aku tidak memiliki hubungan apa pun." Ewan menatap ke arah lorong kamarnya. Mengejar dengan cepat karena menemukan bayangan Winter yang menjauh.
Susan yang melihatnya segera mengejar ingin melihat siapa perempuan yang berhasil membuat Ewan mengajaknya ke ranjang. Saat dia menatap ke pintu kamar yang terbuka, dia menemukan pemandangan yang menusuk perasaannya. Di mana Winter di sana duduk dengan Ewan yang berdiri. Winter memberikan pukulan kesal ke dada Ewan. Jelas marah karena bangun-bangun dia malah menemukan suaminya berdekatan dengan wanita lain.
Susan yang melihat itu semua berbalik dan melangkah pergi.
Winter menatap ke arah pintu dan menatap Ewan lagi. "Kau tidak mengejarnya?"
"Bukankah aku sengaja membuka pintu agar dia melihatnya. Untuk membuat dia menyerah."
Winter yang mendengarnya hanya memberikan cibiran pada Ewan. Tapi Ewan segera meraih rahang Winter dan memberikannya ciuman manis pagi hari yang membuat keduanya kembali terlibat ke dalam adegan panas di dalam selimut itu. Membawa kedua tangan mereka saling menyentuh dan menikmati. Segalanya tidak pernah menjadi memuaskan saat sosok yang selama ini hanya bisa kau dambakan akhirnya dapat kau miliki sepenuhnya.
Winter selesai berpakaian, dia keluar dari kamar dan menemukan Ewan ada di sofa. Bergerak mendekati pria itu, Ewan sudah mendongak memandangnya. Memberikan tatapan lebih ke arah lehernya.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya gadis itu menyentuh lehernya bingung.
"Kau mau memberitahu semua orang kalau kita melalui malam panas tadi malam?" tanya Ewan memastikan.
"Huh?"
Ewan berdiri dan menyentuh leher gadis itu yang memiliki cukup banyak jejak ciuman di sana. Dan Winter mengikat rambutnya, membuat Ewan benar-benar harus bertepuk tangan pada beraninya monster kecil di hadapannya ini. "Cukup cantik."
Winter menarik tangan Ewan. "Kau tidak suka aku memamerkannya?"
Seringai terbit di bibir pria itu. "Tidak masalah. Selama kau nyaman."
Winter menyembunyikan senyuman. Segera melangkah pergi meninggalkan Ewan yang tentu saja mengejarnya. Mereka melangkah bersama dan masuk ke lift dengan Ewan yang segera meraih tangan Winter dan membawa tangan itu dalam rengkuhan tangannya. Meremas tangan lembut itu, Ewan melirik sebentar dan Winter sedang memandangnya.
"Ada yang salah?" Ewan mendekat dengan wajah mereka yang hanya terpisah selapis tisu.
"Tidak salah. Semuanya terasa benar."
Ewan menepuk lembut kepala gadis itu dan hendak menciumnya saat pintu lift berdenting terdengar. Ewan bisa mengabaikan pintu itu tapi tidak dengan seseorang yang berteriak dibaliknya. Membuat Ewan tegak berdiri dan menatap ke sosok keponakannya yang tercengang melihat mereka.
"Winter! Paman! Apa yang sedang kalian lakukan!?" suara Marco benar-benar tidak percaya. Dia menunjuk ke arah keduanya dengan matanya yang dipenuhi dengan pengkhianatan. Dia tidak percaya akan berdiri di posisi ini, di mana dua orang yang dekat dengannya malah bersama. Sesuatu yang terasa tidak mungkin, menyatakan diri dengan kemungkinan mutlak.
Ewan dengan santai meraih tangan Winter yang sesaat tadi sempat dia lepaskan. Kemudian membawa gadis itu keluar, Ewan pikir Winter akan kelabakan dan mungkin langsung mengelak. Siapa sangka dengan santai bahkan tersenyum gadis itu membalas genggaman tangan Ewan dan menempel padanya. Tampak sangat menikmati kekesalan Marco bahkan seperti dia mendapatkan kemenangan yang selama ini dia harapkan.
"Seperti yang kau lihat, kami bersama," Ewan mengakuinya.
Marco bergetar tubuhnya dipenuhi dengan emosi. Dia mencari tahu lewat kepalanya siapa yang memulai segala pengkhianatan ini. Selain Winter yang licik, siapa lagi yang bisa. Itu membuat Marco mendekat dan hendak memukul Winter.
Tapi Ewan bergerak gesit menendang perut Marco dan membuat pria itu terjerembab ke belakang. Suaranya yang mengaduh menyakiti telinga. Dan tidak ada yang peduli dari mereka berdua atas kesakitannya.
Ewan mendekati Marco dengan kentara emosi dalam setiap langkah yang diambilnya. "Sekali lagi aku tahu kau meletakkan tangan di tubuhnya, aku tidak akan segan padamu."
"Aku keponakanmu!"
"Keponakan?" Ewan mendengus. "Kalau saja pria tua itu tidak membawamu pulang ke rumah dan mengakui kau yang anak haram sebagai cucunya, apa kau pikir akan menjadi keponakanku?"
Marco yang mendengarnya terdiam. Dia selalu tahu kalau Ewan memang tidak menyukainya. Dulu dia sempat berusaha untuk mengambil hati pamannya ini tapi saat tahu tidak akan berhasil, Marco menyerah. Dia lebih suka menjadi dirinya sendiri karena menurutnya, dialah pada akhirnya yang akan mewarisi semua kekayaan keluarga Thomson. Bukan si dingin Ewan. Siapa sangka Ewan akan kelewatan dengan bersama dengan tunangannya.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Trap (SEL)
RomanceWinter Petersen hanya memiliki satu keinginan sepanjang hidupnya, memutuskan pertunangannya yang dilakukan orangtuanya sejak kecil. Dan satu-satunya yang bisa mewujudkan itu semua hanya paman dari tunangannya sendiri, Ewan Thomson. Bisakah Winter me...