BAB 1 : Transmigrasi (Part 1)

17 7 0
                                    

"Emmhh" Lenguh Vania seraya mengerjapkan mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Saat ingin membuka matanya, ia merasakan seperti ada beberapa orang yang sedang mengelilingi tempatnya berbaring. Benar saja, di sana berdiri dua orang yang sama sekali tidak dikenal oleh Vania.

"Dia dah sadar !!" Ucap tiba-tiba seorang gadis yang berdiri di sebelah kiri Vania. Gadis itu memiliki suara begitu lembut bak seorang idol. Gadis itu bernama Davira Van Clasia.

"I-ini dimana ??" Tanya Vania dengan suara serak, seraya kebingungan melihat keadaan sekelilingnya yang nampak tidak asing dan dipenuhi aroma bau obat yang begitu menyengat.

"Ini di rumah sakit ..." Balas sang gadis yang bernama Davira itu. "Tadi, pas pelajaran olahraga, kita nemuin lo pingsan di toilet sekolah dengan keadaan mimisan." Sambungnya, matanya menunjukkan kekhawatiran.

"Pingsan !? Di toilet !? ..." Vania mengulang dengan bingung yang mendalam, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semuanya menjadi gelap.

"Iya, emang lo gak ingat ??" Davira menatap Vania dengan ekspresi cemas, mencoba memahami apa yang terjadi. Vania pun memicingkan matanya sebentar, mencoba mengumpulkan ingatannya.

"Bu-bukannya ~ ..." Ketika Vania hendak melanjutkan ucapannya, tiba-tiba seorang gadis yang nampak seumuran dengan Davira muncul secara tiba-tiba seraya berteriak, membuat Vania dan Davira terkejut. Wanita itu, tampak begitu mendadak di tengah kebingungan mereka berdua.

"Mon, Monica !! ... Lo baik-baik aja kan !?" Cetus gadis itu seraya menunjukan ekspresi kekhawatiranya. Gadis itu bernama Jeslyn Keyli. "Are you okay darling ?? Is there something sick ??" Sambungnya sekali lagi seraya megang tangan Vania yang sedang di impuls.

"Dih, lebay amat lo ..." Sela seorang pria yang sudah sedari tadi berdiri di samping kanan Vania. Pria itu adalah Elvino, Elvino Liamgler. Dia adalah teman sekaligus sahabat Davira dan Jeslyn sedari kecil.

"Namanya juga orang khawatir, ya wajar lah," ujar Jeslyn sembari menoleh ke arah Elvino.. Jeslyn kemudian beralih kembali ke Vania. "Btw, lo baik-baik aja kan, Monica? Gak ada yang lecet atau apa gitu?" Tanyanya, masih terlihat khawatir.

"Monica ?? Sorry nama gua bukan Monica." Ungkap Vania seraya memasang wajah yang nampak kebingungan. Mendengar ucapan yang barusan saja Vania lontarkan, seketika Jeslyn dan yang lainnya nampak seperti sedikit terkejut mendengar ucapan tersebut.

"Monica Grenjaya Silla, emang lo gak kenal !?" Sela Elvino tiba-tiba.

"Enggak." Balas Vania dengan polosnya, menggelengkan kepala.

"Itu nama mu loh." Seru Jeslyn.

"Hah !? ..." Vania Keheranan.

"Nama gua bukan Monica tapi Vania, Vania Clarista."

"Jangan bercanda ..." Tegas Jeslyn dan Davira.

"Gua gak bercanda ... Gua serius, nama gua Vania bukan Monica." Jelas Vania sekali lagi dengan nada yang cukup meyakinkan.

Setelah mendengar penjelasan dari Vania seketika suasana menjadi hening, dari raut wajah mereka, nampak terlihat jelas bahwa seperti ada yang janggal dengan keadaan Vania atau yang mereka kenal sebagai Monica.

"Wah, kamu dah sadar yah syukurlah." Celutus seorang dokter yang tiba-tiba saja datang menengahi keheningan di dalam ruangan.

"Oh, apa kalian wali dari pasien ini ??" Tanya sang dokter.

"Iya, dok." Sahut Davira, Jeslyn, Dan Elvino.

"Apa saya boleh bicara empat mata dengan salah satu dari kalian." Ujar sang dokter dengan nada yang cukup serius.

"Saya saja dok." Jawab Elvino, mengajukan diri.

"Baik klo gitu ... Mari ikut dengan saya sebentar, kita bicara di luar." Ujar sang dokter sambil mengarahkan langkah menuju pintu keluar ruangan, memberi isyarat agar Elvino mengikutinya.

"Baik, dok." Balas Elvino, kemudian melangkah mengikuti dokter keluar dari ruangan.

Sang dokter dan Elvino pun meninggalkan ruangan untuk berbicara secara pribadi dan empat mata di luar. Meskipun tidak jelas apa yang mereka bicarakan, namun melalui jendela pintu terlihat jelas keseriusan dan urgensi dalam percakapan mereka.

ᡣ𐭩ᡣ𐭩ᡣ𐭩

Vania ClaristaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang