Di senyapnya tengah malam, bulan bersinar dengan megahnya menyinari Vania lewat jendela kamar, yang sedang tertidur pulas. Dalam kedalaman tidur, Vania nampak seperti gelisah dalam tidurnya seperti terseret ke dalam alam mimpi yang kelam.
Benar saja, bayangan masa lalu yang sudah ia lupakan muncul di dalam mimpinya, membangkitkan ketakutan yang terpendam dalam relung hatinya.
Di tengah kamar gelap yang hanya diselimuti oleh redupnya cahaya bulan, Vania melihat bayangan kelam. Orang tuanya, terikat dalam belenggu tak berdaya, dikelilingi oleh sosok-sosok yang mengintai kegelapan. Dan di antara mereka, berdiri tegap seorang wanita berpakaian hitam, senjata api menancap di tangannya.
"Jangan !!" Teriak Vania dengan suara yang hampir pecah, namun tak seorang pun mendengarnya. Suara tembakan menggema, dan detik berikutnya, orang tuanya terkulai lemas di tanah.
"Lo gak akan pernah bisa kabur dari masa lalumu, Van." Desis wanita itu dengan suara berbisik yang menusuk jiwa. "Kematian mereka adalah harga yang harus keluarga lo bayar."
"Tidaaak !!" Vania terbangun dengan teriakan histeris, jantungnya berdebar kencang, dan air mata membasahi pipinya.
Mimpi buruk yang baru saja dialaminya meninggalkan jejak ketakutan mendalam yang bercampur dengan kenyataan yang menyakitkan. Mendengar teriakan itu, Gavin segera terbangun dari tidurnya.
"Ada apa ?!" Tanya Gavin dengan penuh kekhawatiran.
Vania terisak, mencoba menarik napas di antara tangisnya. Gavin meraih bahunya dengan lembut, matanya penuh perhatian.
"Mon, ayo ngomong, ada apa ?!" Tanya Gavin sekali lagi, suaranya bergetar dengan rasa cemas.
Butuh beberapa saat sebelum Vania bisa merespon. "Ta ... Tadi ... Mimpi bu ... Buruk ..." Jawab Vania terputus-putus.
Gavin mengangguk, mencoba menenangkan dirinya juga. "Lo aman sekarang, Mon. Itu cuman mimpi. Kakak janji, lo nggak akan kenapa-kenapa." Ujarnya.
Vania menatap Gavin dengan campur aduk antara takut dan cemas di matanya. Melihat itu, Gavin langsung memeluknya dengan erat, membiarkan kehangatan tubuhnya menyalurkan rasa aman kepada Vania.
"Gak usah terlalu dipikirin ..." Bisik Gavin dengan lembut. "Ingat, itu cuman bunga tidur." Sambungnya.
Perlahan, tangis Vania mulai mereda dan ia juga mulai merasa sedikit tenang. Sementara itu, Gavin masih memeluk Vania dengan erat, memberikan waktu bagi Vania untuk benar-benar tenang. Suara napas mereka satu-satunya yang terdengar di tengah keheningan malam.
Beberapa saat kemudian, Vania menghela napas dalam-dalam, merasakan ketenangan yang perlahan mengalir ke dalam dirinya. "Makasih yah, kak ... Kalo gak ada kakak mungkin monica gak tahu lagi harus ngapain." Ungkap Vania tiba-tiba.
Mendengar itu, Gavin melepas pelukannya, lalu tersenyum, matanya menatap Vania dengan penuh kasih. Mereka berdua tetap terjaga untuk beberapa saat, berbicara tentang hal-hal kecil hingga malam beranjak pagi. Akhirnya, kelelahan mengalahkan rasa takut Vania, dan dia mulai tertidur kembali di pangkuan Gavin, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang hanya bisa dia temukan di sana.
Saat fajar menyingsing, Gavin memandang wajah Vania yang tenang dalam tidurnya. Dia tahu bahwa meskipun mimpi buruk mungkin datang, mereka selalu punya satu sama lain untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Dengan pikiran itu, Gavin membiarkan matanya tertutup, siap menyambut hari baru bersama Vania.
ᡣ𐭩ᡣ𐭩ᡣ𐭩
Matahari mulai mengintip di balik awan, sinarnya yang hangat menerobos jendela kamar mereka, menyentuh wajah Vania dengan lembut. Perlahan, Vania mulai terbangun, mata cokelatnya yang indah berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya pagi. Dia melihat Gavin yang masih terlelap di sampingnya, wajahnya yang tenang memberikan rasa damai yang tak terlukiskan. Vania mengulurkan tangan, menyentuh pipi Gavin dengan lembut. Sentuhannya membuat Gavin terbangun, membuka matanya perlahan dan tersenyum ketika melihat Vania.
"Selamat pagi." Kata Gavin dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
"Selamat pagi." Balas Vania sambil tersenyum. "Gimana tidurnya, nyenyak gak ??" Lanjutnya.
Gavin mengangguk. "Klo adek kakak sendiri gimana ?? Tidurnya nyenyak juga gak ??" Tanya Gavin.
Vania menghela napas panjang dan mengangguk. "Aku juga. Meskipun mimpi buruk semalam, Monica ngerasa kuat karena kakak ada di sini."
Gavin meraih tangan Vania, menggenggamnya erat. Vania tersenyum, merasakan kehangatan Gavin mengalir melalui genggaman tangan mereka.
"Oh iya ... Kalo gak salah hari ini, hari terakhir pemeriksaan kan !?" Tanya Gavin, matanya bersinar bahagia.
"Iya, kak ...." Ujar Vania seraya seraya tersenyum dan menganggukan kepala dengan perlahan.
"Oke, kalo gitu ... Waktunya untuk beres-beres." Ujar Gavin sembari mengeliatkan badan lalu bangkit dari tidurnya.
Dengan sigap, Gavin mulai membereskan barang-barangnya serta barang-barang milik adiknya, Monica --- yang sekarang telah menjadi milik Vania --- yang tersebar di meja kecil samping tempat tidur serta yang ada di dalam ruangan. Singkat cerita, setelah beberapa menit berlalu akhirnya Gavin selesai merapikan semuanya.
ᡣ𐭩ᡣ𐭩ᡣ𐭩
KAMU SEDANG MEMBACA
Vania Clarista
Ficção AdolescenteMemilikimu, hanyalah sebatas kata yang sama sekali tak bisa untuk gua gapai. _Vania Clarista_ ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Sinopsis !? Tinggal langsung baca aja gampangkan !? ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ S1 ~> Gavin Grenjaya A. S2 ~> Vania Clarista. ~~~~~~~~~~~~~~~...