BAB 10 : Masalah Baru (Part 2)

10 7 0
                                    

“Oke, sampai sini ada yang ingin bertanya ??” Tanya seorang guru dengan nada serius, seraya menatap seluruh siswa-siswi kelas XII-3 Bahasa, termasuk Vania, Davira, Jeslyn, Elvino, dan Lucas. Ia berusaha memastikan bahwa setiap siswa-siswi benar-benar memahami materi yang telah dibahas.

Suasana kelas yang awalnya hening mulai dipenuhi bisikan-bisikan, seolah setiap siswa sedang mempertimbangkan apakah mereka memiliki pertanyaan atau tidak.

"Gak ada, pak ..." Jawab beberapa siswa-siswi.
"Oke, kalo tidak ada ... Mungkin pelajaran hari ini sampe sini saja." Ujar sang guru. "Jangan lupa tugas yang tadi bapak kasih di kerjakan, minggu depan dikumpul ... Mengerti !?" Sambungnya.

"Mengerti paak ..." Balas seluruh siswa-siswi.
Setelah sang guru keluar dari kelas, bel pun berbunyi tanda jam istirahat tiba. Para siswa mulai membereskan buku dan alat tulis mereka, bersiap-siap untuk istirahat.

Davira menghela napas lega. "Akhirnya, istirahat juga." Ujar Davira. "Mau ke kantin gak ??" Ajak Davira seraya menoleh ke arah Vania yang duduk disampingnya.

Vania mengangguk seraya tersenyum tipis, sebagai tanda setuju.

"Yah udah, ayo." Balas Davira seraya bangkit dari tempat duduknya.

"Ngomong-ngomong gak ngajak yang lain ??" Tanya Vania seraya ikut bangkit dari tempat duduknya.

"Gak usah, paling mereka udah duluan." Jelas Davira.

"Ooh, gitu yah ..." Ujar Vania seraya menganggukkan kepala.

"Iya." Jawab Davira singkat.

Vania dan Monica melangkah menuju pintu kelas, bergabung dengan kerumunan siswa yang bergerak ke arah kantin. Jalan menuju kantin tampak ramai, di penuhi suara tawa dan obrolan siswa-siswi yang berlalu-lalang, membuat Vania merasa lebih rileks.

Setelah Vania dan Davira tiba di kantin, mereka langsung mencari meja kosong untuk mereka tempati. Saat mereka sedang mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari tempat duduk yang kosong, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang yang memanggil nama mereka berdua.

"Davira, Monica !! Sini Gabung !!" Teriak Jeslyn seraya melambaikan tangannya. Dia duduk bersama Lucas dan Elvino, di meja yang cukup besar.

Davira dan Vania saling berpandangan dan tersenyum.

"Ayo, kita gabung." Kata Davira.
"Ayo." Balas Vania.

Vania dan Davira pun berjalan menuju meja Jeslyn, Elvino, dan Lucas, lalu bergabung dengan mereka.

"Untung lo manggil, kalo enggak, mungkin gua ama Monica harus keliling dulu nyari meja kosong." kata Davira seraya duduk tanpa basa-basi di salah satu kursi yang kosong. Vania juga segera mengikut, duduk di sebelah Davira dengan senyum di wajahnya.

"Btw mau Pesan apa nih? Makanan di kantin hari ini kelihatan enak semua." Tanya Jeslyn.

"Aku sih ngikut kalian aja." Sahut Vania sembari tersenyum.

"Gimana kalo nasi goreng aja." Saran Davira. "Gua pengen banget makan nasi gorengnya, Bik Jum." Sambungnya.

"Emm, nasi goreng, yah ..." Kata Jeslyn menanggapi. "Okelah, kayanya enak juga ..." Tambahnya.

Setelah Davira, Jeslyn, dan Vania sepakat untuk memesan nasi goreng, mereka menoleh ke arah Lucas dan Elvino yang tampak asyik dengan headphone mereka masing-masing.

"Kalian berdua mau pesan apa ?? Biar sekalian kita pesanin," Tanya Davira dengan nada penuh harap.

"Terserah." Jawab Elvino dan Lucas, tanpa mengalihkan perhatian dari headphone mereka masing-masing. "Bisa gak sih, hp kalian di simpen dulu." Kata Davira dengan nada sedikit frustasi.

"Gak bisa." Jawab Lucas singkat.

"Emang kalian lagi ngeliat apaan ??" Tanya Jeslyn, merasa mulai kesal melihat tingkah laku mereka berdua.

"Ini loh, kalian masih ingat nggak, berita tentang mayat wanita di pinggir kota beberapa hari lalu ??" Kata Elvino dengan nada serius.

"Masih ingat, emang kenapa ??" Balas Jeslyn penasaran.

"Dari situs berita yang kita baca mayatnya tiba-tiba hilang dari kamar mayat tanpa adanya jejak." Jelas Lucas.

"Hi-hilang !? Serius mayatnya hilang !?" Seru Vania, terkejut mendengar informasi yang baru saja ia terima dari Lucas.

"Iya." Jawab Elvino dan Lucas serempak, suara mereka menyatu.

Vania tampak gelisah dan tiba-tiba bertanya dengan nada cemas. "Kalo gua boleh tau, mayat itu hilang di rumah sakit mana?"

"Di Rumah Sakit Kota Lama, kenapa emang ??" Jawab Elvino dengan nada bingung. Ia tidak mengerti mengapa Vania begitu tertarik dengan informasi tersebut.

Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Vania tiba-tiba bangkit dari kursinya, lalu berlari keluar dari kantin, membuat Elvino dan yang lainnya panik dengan reaksinya yang tiba-tiba.

"Monica, tunggu !!" Teriak Davira seraya mencoba mengejar Vania yang sudah berlari jauh. Belum jauh dari tempat.nya, Davira menoleh ke arah Jeslyn dan memberi isyarat bahwa mereka berdua harus segera menyusul Vania. Jeslyn memahami sinyal tersebut dan langsung berlari mengikuti Davira.

Sementara itu, Lucas dan Elvino terdiam sejenak, saling berpandangan dengan kebingungan. Mereka masih berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Namun, setelah beberapa detik, mereka segera menyadari urgensinya dan tanpa berpikir panjang, langsung ikut berlari, berusaha menyusul Vania yang semakin menjauh.

Tak lama kemudian, mereka akhirnya menemukan Vania di depan gerbang sekolah, sedang berusaha memanggil taksi.

“Mon, tunggu !!” Teriak Davira berlari ke arah Vania, diikuti oleh Jeslyn, Lucas, dan Elvino.

“Mon, sebenarnya ada apa sih ?? Kenapa lo sampe gelisah banget." Tanya Davira, sambil terengah-engah dan berusaha menenangkan Vania yang tampak sangat gelisah dan khawatir.

“Gua harus ke rumah sakit itu, sekarang juga." Jawab Vania dengan ekspresi cemas.

“Tapi kenapa?” Tanya Jeslyn yang berdiri di samping Davira.

Vania menelan ludah, tampak ragu-ragu.
“Mayat yang hilang itu ... Sebenarnya ...” Di saat Vania ingin menyelesaikan kalimatnya, seorang satpam sekolah tiba-tiba saja muncul, mengejutkan mereka. Satpam itu berjalan mendekati mereka.

Pada saat yang bersamaan, Vania berhasil memanggil taksi dan segera melompat masuk ke dalam taksi dengan tergesa-gesa. Tak lama kemudian, taksi itu langsung melaju kencang meninggalkan tempat itu.

Davira, Jeslyn, Elvino dan Lucas hanya bisa berdiri terdiam di balut rasa khawatir dan kebingungan, menyaksikan taksi yang membawa Vania menghilang dari pandangan. Mereka berempat merasa tertekan oleh situasi mendesak yang tidak jelas ini.

ᡣ𐭩ᡣ𐭩ᡣ𐭩

Vania ClaristaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang