BAB 8 : Kembali Ke Rumah (Part 3)

10 6 0
                                    

"Kurang ajar !!" Bentak Giana.

"Puas !! Dah puas !! ... Ingat yh bu ... Ibu itu hanya seorang ibu tiri, bukan ibu kandung kami, jadi jangan harap bisa memperlakukan kami dengan semena-menanya, camkan itu." Balas Vania dengan nada tinggi.

Kemudian, Gavin menggenggam tangan Vania, mencoba untuk menenangkannya. "Kami akan mengurus semuanya, Bu. Tolong beri Gavin dan Monica sedikit waktu untuk beristirahat." Sela Gavin dengan sopan.

Giana menghela napas panjang, jelas merasa kesal dan terancam. "Baiklah, tapi jangan berharap ibu akan selalu bersikap lembut. Ini peringatan terakhir." Ujarnya sembari melangkah pergi meninggalkan Vania dan Gavin. Meski Giana sudah pergi,  Vania masih merasakan kegeraman di dalam dirinya.

Gavin menatap Vania dengan penuh kekhawatiran. "Monica ... Lain kali jangan begitu lagi yah, masih ingatkan apa yang pernah dibilang ayah sebelum ayah pergi keluar negeri. Meski dia ibu tiri,. dia tetaplah ibu kita berdua." Ucapnya lirih.

"Tapi, Monica dah muak, kak." Balas Vania yang masih sedikit kesal.

Gavin memeluk Vania erat-erat, seraya memberikan dukungan penuh yang di butuhkan Vania untuk beberapa saat. Sementara itu, Vania menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan kemarahan yang masih memuncak di dalam dirinya.

ᡣ𐭩ᡣ𐭩ᡣ𐭩

Vania duduk santai di teras balkon rumah, menikmati suasana tenang yang membalutinya. Bintang-bintang di langit terlihat begitu jelas, seolah menjadi teman setianya dalam kesunyian itu.

Ia memandangi cakrawala yang gelap, membiarkan pikirannya melayang ke segala hal yang mengganggu pikirannya — terutama kejanggalan yang masih terus menggangu benaknya dan keputusan sulit untuk terus berpura-pura menjadi Monica di hadapan Gavin dan teman-teman Monica.

Sementara itu, tanpa ia sadari, Gavin telah duduk di sampingnya sejak tadi. Dengan santai dan sedikit penasaran, Gavin memperhatikan Vania yang tampak serius.

"Hayo, lagi mikirin apa nih ?? ... Dari tadi serius bener, sampe-sampe nggak berkedip tuh mata." Goda Gavin tiba-tiba. Suaranya santai dan penuh canda.

"Eh, kak Gavin ... Sejak kapan ada di sini ??" Balas Vania, terkejut melihat Gavin yang sudah berada di sampingnya.

"Sejak tadi ..." Jawab Gavin.

"Btw, lagi mikirin apa sih ?? Serius bener." Tanyanya sekali lagi seraya tersenyum tipis. "Lagi mikirin Jio, ya?" Tambahnya.

"Hah !? Jio ??" Cetus Vania, mengangkat alisnya, sedikit bingung dan terkejut.

"Kenapa malah kaget ??" Tanya Gavin dengan senyum lebar, setelah melihat reaksi Vania.
Vania hanya terdiam, bingung harus menjawab apa.

"Bukannya ... Satu minggu yang lalu adik kakak yang tersayang ini ditembak sama Jio, yah." Kata Gavin tiba-tiba, sembari tersenyum lebar dan mencubit pipi Vania dengan lembut.

"Ditembak !? Sama Jio ??" Vania menjawab dengan ekspresi bingung, tidak yakin apakah ia mendengar dengan benar.

"Iya, emang nggak ingat ??" Tanya Gavin, melepas cubitannya.

Vania menggelengkan kepala. "Enggak, aku nggak ingat."

"Yakin nggak ingat atau pura-pura nggak ingat?" Ledek Gavin sambil tersenyum nakal.

"Serius, Monica nggak ingat," Jawab Vania, berusaha terlihat tenang.

"Yakin nih ?? Atau ... Udah ada yang baru ?? ..." Tanya Gavin sekali lagi sambil menggoda.

"A-apaan sih kak ?? Nggak ada kok ..." Balas Vania dengan gugup, mencoba menghindari tatapan Gavin.

Mendengar jawaban Vania, Gavin tiba-tiba teringat dengan masa lalu mereka berdua sewaktu SMA. Ia menghela nafas, lalu memfokuskan pandangannya ke arah langit yang bertabur bintang.

"Entah kenapa, cara bicaramu barusan bikin kakak teringat dengan sahabat  kakak dulu, sewaktu SMA." Ujar Gavin dengan nada nostalgia.

"Maksudnya ... Vania ??" Celutus Vania dengan kesadaran penuh.

"Hah !? Barusan bilang apa tadi ??" Tanya Gavin. Memasang ekspresi terkejut, seraya menoleh kearah Vania.

"Aduh ... Mampus gua ...," Batin Vania.
"Kok diem ??" Cetus Gavin.

"Eeeee ... Oh iya, hampir aja lupa. Monica belum minum obat. Monica masuk duluan, ya, kak." Ujar Vania yang nampak buru-buru, lalu beranjak pergi, mencoba menghindari pertanyaan Gavin.

"Oi, tunggu !! Jawab dulu pertanyaan kakak." Teriak Gavin, mengejar Vania yang sudah masuk ke dalam rumah.

Gavin terhenti di depan pintu, memandang Vania yang semakin menjauh. Dia menarik napas panjang, perasaannya masih campur aduk antara penasaran dan bingung. Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu.. Sementara itu, Vania bersembunyi di dalam kamar Monica --- yang sekarang telah menjadi kamarnya --- mencoba untuk menenangkan diri.

Saat Gavin selesai mengunci pintu, ia melirik jam di dinding. Jam sudah menunjukkan pukul 22:27 lewat. Kemudian, Gavin berjalan ke arah kamar Vania. Ia mengetuk pintu kamarnya dengan perlahan.

"Tok tok tok !!"

"Monica ..." Panggil Gavin dengan lembut.
Vania membuka pintu sedikit dan melihat Gavin berdiri di depan pintu kamarnya. "Ada apa kak ??" Tanyanya.

Gavin tersenyum kecil, mencoba menghilangkan ketegangan. "Gak ada apa-apa., kok" Jawabannya.

"Terus, ngetuk pintu kamar Monica buat apa" Tanya Vania dengan nada sedikit kesal.

"Kakak cuman mau bilang, tuk istirahat cepet. Besokkan udah harus ke sekolah." Kata Gavin.

Vania terdiam sejenak. "Sekolah yah ... Jadi, inget masa-masa SMA dulu." Ungkap Vania dalam batinnya.

"Oi, kok malah bengong." Cetus Gavin.

Seketika Vania tersentak. "Eh, iya kak ... Ini juga sementara siap-siap tuk istirahat kok."

"Yah udah, istirahat sana, gih. Besok biar kakak yang antar mu ke sekolah." Kata Gavin. "Oke, siap laksanakan." Balas Vania.

ᡣ𐭩ᡣ𐭩ᡣ𐭩

Vania ClaristaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang