BAB 4 : Wajah Yang Tak asing (Part 1)

10 7 0
                                    

Di dalam kamar inap yang sunyi, cahaya lembut dari lampu tidur menyinari cermin besar di dinding. Vania berdiri di depannya, memandangi wajahnya dengan penuh kekaguman.

Tapi, kali ini berbeda. Wajah yang terpantul di cermin bukan lagi wajah lama yang biasa dilihatnya setiap hari. Wajah yang sekarang menatap balik padanya adalah wajah baru yang benar-benar asing baginya. Vania terus memandangi pantulan di cermin dengan rasa kagum yang mendalam.

Wajah di depannya adalah wajah seorang wanita yang belum pernah dikenalnya. Mata gadis itu berkilauan, memancarkan cahaya seperti bintang-bintang di langit malam yang memikat siapa saja yang melihatnya. Senyum di bibirnya begitu menawan, seolah-olah bisa menarik hati siapa saja dengan mudah.

Rambut wanita itu mengalir lembut, jatuh dengan anggun dan mengelilingi wajahnya dengan sempurna. Setiap helai rambut tampak seperti sutra, memberikan sentuhan keindahan yang melengkapi pesona keseluruhan wajah tersebut. Vania, yang belum pernah menyaksikan transformasi semacam ini, merasa benar-benar terpesona dan terhanyut dalam keajaiban yang terjadi padanya.

Dia tak bisa berhenti menatap, seolah-olah wajah di cermin itu adalah sebuah karya seni yang luar biasa. Vania mengangkat tangannya dan menyentuh wajahnya sendiri, merasakan kulitnya yang halus dan berbeda dari sebelumnya.

Dia tersenyum kecil, lalu tertawa pelan. Dia menggerakkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, mencoba melihat dari berbagai sudut. Setiap gerakan terasa seperti mimpi yang aneh tapi nyata.

Saat Vania masih terbuai dalam lamunannya sendiri, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, memecah keheningan yang menenangkan.

"Monica?" Suara dari luar memanggil, mengejutkan Vania. Meskipun nama itu bukan nama aslinya, Vania merasa terdorong untuk merespons. Nama baru, Monica, masih terasa asing di telinganya, tapi entah kenapa terasa pas sekarang.

Dengan sedikit enggan, Vania melepaskan pandangannya dari cermin dan berjalan menuju pintu. Saat Vania membuka pintu perlahan, ia melihat wajah yang tak asing lagi menyapanya. Ia adalah Gavin Grenjaya Alexander. Gavin ialah sahabat sekaligus mantan pacar Vania sewaktu SMA dulu.

"Ga-Gavin !!" Celutus Vania dengan nada yang sedikit terkejut, melihat Gavin berdiri di hadapannya. Ini adalah pertama kalinya Vania melihat Gavin setelah kelulusan SMA beberapa tahun lalu. Gavin yang melihat tingkah laku canggung Vania tampak agak sedikit bingung.

Dengan hati-hati, Vania mengarahkan pandangannya ke arah Gavin yang berdiri di depan pintu. Perasaan campur aduk memenuhi dadanya, menciptakan kekacauan emosional yang sulit dijelaskan.

"Gavin." Panggil Vania dengan suara rendah, seraya mencoba menenangkan diri.

Gavin menatapnya dengan ekspresi campur antara kebingungan dan khawatir. "Mon ... Lo baik-baik ajakan ??" Tanya Gavin memastikan.

"Tenangkan diri lo Vania, di mata Gavin sekarang lo bukan Vania tapi Monica ..." Ujar Vania dalam batinnya seraya terus menenangkan diri.

Vania menganggukkan kepala perlahan. "I-iya, gak apa-apa kok." Jawabnya sembari tersenyum tipis.

"Serius !?" Tanya Gavin.

"Iya, it's okay ..." Jawab Vania dengan singkat.

Gavin masih menatapnya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. Namun, ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. Perlahan, ia mengulurkan tangan dan mengelus kepala Vania dengan lembut, seolah-olah mencoba memberikan sedikit kenyamanan.

Vania merasakan sentuhan Gavin yang menenangkan. Kehangatan dan kelembutan dalam gerakannya membawa kembali kenangan masa lalu. Seketika, hatinya yang penuh kekacauan mulai tenang, meskipun ada perasaan lain yang mulai muncul.

Vania ClaristaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang