Younghoon Elementary School, 30th September 2013
"Ya! Dia bahkan tidak bereaksi ketika ku dorong. Benar-benar seperti batu." Gema suara tawa beberapa anak itu terdengar di taman belakang sekolah.
Sosok Choi Lisa bukanlah orang yang memiliki banyak keberanian. Dia hanya seorang anak yang pendiam. Bahkan sudah lebih dari 2 tahun berlalu sejak ia menjalani sekolah dasar, Lisa belum bisa menemukan teman 1 pun.
Lisa benar-benar tidak tahu caranya mengajak seseorang menjalin pertemanan. Selama ini, ibu dan ayahnya tak pernah mengajarkan bagaimana Lisa harus akrab pada orang lain. Tentu saja karena mereka tak tahu apa yang telah Lisa alami. Mereka hanya pulang ketika malam dan pergi pagi-pagi sekali tanpa Lisa bisa menceritakan pengalaman sekolahnya.
Ada kala dimana kedua orang tuanya memberikan waktu bersama untuk Lisa. Namun Lisa memilih menyimpan ceritanya di sekolah karena kebersamaan mereka sangatlah langka dan singkat. Ia benar-benar tak mau merusak suasana.
"Ya! Jangan mengganggunya lagi!"
Kemudian saat kumpulan anak itu hendak kembali menyakitinya, suara anak lain terdengar begitu keras. Tak lama, Lisa bisa melihat sosok itu berdiri di depannya yang masih saja terduduk.
"Kami hanya ingin mengajaknya bermain. Tapi dia tidak mau." Salah seorang anak yang sejak tadi menjahili Lisa itu bersuara dengan tatapan takut.
"Mengajak bermain dengan cara mendorongnya?" Suara itu tampak marah.
Empat anak kecil yang semula sangat antusias mengganggu Lisa itu mulai menundukkan kepalanya. Mereka tentu takut dengan sosok Choi Jisoo yang menjadi kesayangan semua guru. Bagaimana jika anak itu mengadukan kenakalan mereka?
"Sudah kubilang untuk jangan menganggunya. Mengapa kalian terus mengabaikan ucapanku?" Ketika itu, Jisoo rasanya sangat marah. Padahal dia sudah sering memperingatkan anak-anak itu untuk tidak menganggu Lisa lagi.
"Memangnya dia siapa hingga kau selalu marah saat kami mengganggunya?" Salah satu anak berusia 11 tahun itu bertanya.
Anak itu memang tak jarang selalu ingin menjahili sosok Lisa yang pendiam. Sejak Lisa masuk ke sekolah mereka sekitar 2 tahun lalu, anak itu sering menjahili Lisa. Hanya saja, semenjak 1 tahun lalu Jisoo selalu memperingatkan mereka untuk tak mengganggu Lisa lagi.
"Dia adikku." Pernyataan Choi Jisoo itu membuat Lisa mendongak.
"Jangan pernah kalian sakiti adikku lagi. Atau aku akan melakukan hal yang sama pada kalian." Kembali memperi peringatan, Jisoo semakin membuat anak-anak itu tercengang.
Lisa sendiri merasa mengagumi sosok yang ia tak tahu namanya itu. Dia akan sangat berterima kasih pada sosok itu karena selalu mau mengusir anak-anak yang mengganggunya dengan cara apa pun. Termasuk mengakuinya sebagai adik seperti sekarang.
"Adik? Bagaimana---"
"Sudah. Kita pergi saja." Seorang anak lain memotong ucapan temannya karena kini tatapan Jisoo semakin tajam.
Setelah hilangnya anak-anak yang mengganggu Lisa, Jisoo memilih untuk duduk di hadapan Lisa. Dibandingkan membantu Lisa berdiri, Jisoo membiarkan pakaianya ikut kotor karena terduduk di tanah.
"Coba ku lihat, apa kau terluka?" Jisoo meraih kedua lengan itu. Memeriksanya dengan teliti dan mengabaikan sepasang mata hazel yang terus menatap perilakunya.
"Nuguseyo?" Pertanyaan yang sepertinya telah Lisa tahan selama ini mulai terlontar.
Faktanya walaupun sosok itu terus menolongnya dari perundungan, Lisa memang tidak tahu siapa dia. Lisa hanya tahu namanya, yang selalu orang-orang sebut sebagai si genius kesayangan semua guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Labyrinth
FanfictionDia sangat rumit. Dia tidak bisa dimengerti. Dia sulit untuk digapai. Layaknya labirin.