Sudah beberapa hari ia tinggal di rumah itu. Tidak ada yang spesial menurutnya. Justru, hidup Chaeyoung terasa semakin berat dari biasa. Sampai sekarang saja, ketiganya masih tidur bersama di kamar Jisoo.
Tidak seperti Jisoo, Chaeyoung dan Jennie memilih belum berani utuk pergi ke kampus. Terkadang mereka sungguh mengagumi keberanian Jisoo. Walaupun alasan kakak mereka pergi ke kampus hanya untuk melihat Lisa.
Memukul bola golf itu, Chaeyoung menghembuskan napas kasar karena lagi-lagi pukulannya sangat buruk. Niat hati ingin memperbaiki suasana hatinya, Chaeyoung malah semakin kesal karena sedari tadi ia tidak melakukan pukulan yang bagus.
"Apakah masalahmu begitu buruk hingga mempengaruhi permainanmu yang biasanya bagus?" Suara itu menghentikan Chaeyoung yang hendak memukul bolanya.
Dia adalah Shin Mina. Orang yang Chaeyoung temui terakhir kali ketika bermain golf disini, satu hari sebelum kepindahannya ke rumah Lisa.
Chaeyoung tentu masih ingat kebersamaan mereka. Baru saja berkenalan, keduanya dengan mudah membeberkan rahasia satu sama lain. Mengingat hal itu, Chaeyoung menganggap dirinya sudah gila karena menaruh kepercayaan pada orang asing.
"Aku tidak menyangka, jika kau dan Choi Lisa bersaudara." Keterdiaman yang semula hinggap pada diri Chaeyoung seketika menguap.
Chaeyoung awalnya berusaha mengabaikan Mina. Suasana hatinya saat ini tidak mendukung Chaeyoung untuk bersikap baik pada orang lain. Dia pergi bermain golf hanya untuk menenangkan diri. Siapa sangka harus bertemu dengan Mina yang pasti akan menyapanya.
"Kau mengenal adikku--- Ani. Maksudku Choi Lisa?" Namun Chaeyoung tidak bisa mengabaikan Mina ketika gadis itu menyebut nama Lisa. Seakan dia mengenal sang adik.
"Kami satu jurusan. Tapi aku tidak mengenalnya dengan baik. Hanya sekedar bertegur sapa sesekali." Dari ucapan Mina, Chaeyoung meyakini jika dunia memang sempit.
Siapa yang menduga jika Mina mengenal Lisa? Lebih parahnya lagi, Chaeyoung sudah mebeberkan cerita keluarganya pada gadis itu. Dimana ada sosok Lisa di dalamnya.
Meletakkan tongkat golfnya, Chaeyoung nemilih duduk dan meneguk air minumnya. Diikuti oleh Mina yang duduk di sampingnya.
"Suasana di kampusku sangat kacau. Walau berita itu hanya muncul cukup singkat, tapi sangat berimbas untuk Lisa-ssi maupun Jisoo Sunbaenim." Mina masih saja berbicara walau Chaeyoung tak merespon.
Dalam hati, gadis berambut blonde itu merasa kesal dengan Jisoo dan Lisa. Mereka tahu situasinya sedang tidak baik. Tapi keduanya memilih tetap menjalani aktivitas seperti biasa.
"Kenapa kau terus bicara padaku? Bukankah seharusnya kau membenciku? Kita berada di posisi yang berlawanan arah." Ucapan Chaeyoung benar.
Mina juga sedang berada di posisi yang sulit. Dimana dia merasa sangat marah dan kecewa karena sang ayah dan selingkuhannya. Mina mungkin berhak marah dengan keduanya. Tapi ia tak bisa marah pada anak mereka jika memilikinya kan? Memang siapa yang mau lahir dari rahim seorang selingkuhan?
"Aku hanya berusaha memandang dunia dari arah yang berbeda. Karena tak semua dari arah pandangku benar." Chaeyoung terkekeh mendengar ucapan bijak itu.
"Seandainya saja Lisa bisa sepertimu." Kali ini Chaeyoung hanya bisa berandai-andai.
"Posisi kami memang sama. Tapi situasinya berbeda. Aku bisa melakukan ini, karena tidak berada di posisinya. Tapi aku yakin, dia tak seburuk itu." Bicara memang hal yang mudah. Tapi akan berbeda jika dia juga merasakannya.
Mina mampu menerima keadaannya dengan mudah karena dia tidak berada di posisi Lisa. Mina tidak tahu, luka apa yang Lisa terima hingga masih bersikeras untuk menolak kehadiran Chaeyoung dan kedua saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Labyrinth
FanfictionDia sangat rumit. Dia tidak bisa dimengerti. Dia sulit untuk digapai. Layaknya labirin.