Meski masih banyak kebutuhan yang belum mereka beli, Pandji dan Cakra memutuskan kembali ke desa supaya tidak terlambat dalam acara. Apalagi setelah bertemu rombongan pengantar Raden Ajeng Gitana. Pasti keadaan desa sudah mulai ramai. Tapi, dilihat dari cara rombongan itu berjalan, kemungkinan posisi mereka belum sampai ke desa. Tapi, kalau mereka berjalan lebih cepat dari itu ? Bisa-bisa mereka terlambat.
"Den, kita harus bergerak cepat untuk ikut penyambutan." Ujar Pandji sambil memasukkan barang terakhir ke dalam cikar.
"Bukannya acara itu untuk menyambut kalian berdua ya ?"
"Ya ... Untuk itu juga." Atmajaya sudah bersiap untuk membawa mereka berdua kembali ke desa.
"Boleh bertanya sesuatu ?" Ucap Cakra sambil melamun.
"Apa itu, Den ?"
"Apa memang benar, putri yang akan dijodohkan denganku adalah wanita tadi ?"
"Benar, Den. Mengapa Den Cakra bertanya hal itu ? Bukannya Den Cakra sudah dari dulu menginginkan Den Gita untuk jadi permaisuri ?"
"Oh, benarkah ?"
Pandji merasa ada sesuatu aneh yang terjadi pada Cakra. Bagaimana bisa tuannya bisa lupa ingatan sampai sejauh itu hanya karena terkena panah di bagian tubuhnya ?
"Kalau kamu berpikir saya adalah orang aneh, kamu nggak salah." Pandji bisa merasakan kalau Cakra bisa menebak isi pikirannya.
"Bukan aneh, Den. Tapi saya hanya heran saja."
Cakra sudah gemas sekali ingin menceritakan jati dirinya yang sebenarnya kepada Pandji.
Menyimpan rahasia besar sendiri memang tidak mudah. Setidaknya, Pandji adalah orang yang bisa ia percaya. Atau mungkin ia bisa terbantu olehnya untuk mencari Pandhu Aji.
"Eum... Ada yang ingin saya sampaikan." Pandangan Pandji masih lurus meskipun telinganya sudah siap mendengar hal yang akan dikatakan Cakra.
"Apa itu, Den ?"
Hembusan nafas berat terdengar mengawali pernyataan Cakra, "huh... Sebenarnya, saya bukan Cakrawinata, putra mahkota Hasthana Wijaya."
Ada sesuatu yang menghantam pikiran Pandji seketika. Apa yang ia rasakan selama ini ternyata memang benar. Kecurigaannya juga terbukti. Tapi darimana dia berasal ? Dan siapa sebenarnya 'Cakra' yang saat ini bersamanya ?
Keseimbangan mereka sedikit terguncang karena sang pengendali kuda juga ikut tercengang. Dibalut kecanggungan yang lumayan lama, akhirnya Pandji buka suara juga.
"Berarti, firasat saya selama ini tidak salah."
"Memang berbeda, bukan ?" Cakra mulai merasa bersalah karena kebenaran yang ia tutupi sendiri. Bagaimanapun, Pandji adalah seorang Patih yang setia kepada tuannya.
"Lalu ? Bisakah Anda menceritakan sedikit tentang kisah Anda ? Saya yakin, menjadi orang asing tidaklah mudah dan pastinya penuh tekanan."
"Kau ? Tidak kecewa ?"
"Untuk apa saya menaruh kecewa ? Sedangkan saya yakin, saya sendiri pasti juga banyak memberikan kekecewaan." Sikapnya masih tenang meskipun sebenarnya pikirannya berkecamuk. Pandji tidak terbiasa berbicara dengan orang asing. Ia tahu resiko yang akan ia dapatkan ketika ia membawa orang asing masuk dalam kehidupannya.
"Kejadian itu terjadi begitu cepat. Aku sendiri tidak menyadarinya." Itulah hal yang benar-benar Cakra rasakan.
"Ceritakan saja dari awal. Saya siap mendengarnya. Perjalanan kita masih jauh. Kalaupun waktu tidak mengizinkan tuan bercerita sampai runtut, kapanpun saya masih bisa mendengarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Keraton
Исторические романыCakra Abimanyu, cowok yang anti dengan hal berbau kuno atau tradisional tiba-tiba tersedot ke dalam masa lalu kakek buyutnya. Bukan tanpa alasan ia dipanggil ke era tersebut. Ia mengemban tugas untuk mengubah sejarah kelam yang terjadi di kerajaan...