Keputusan yang Berat

5 1 0
                                    

"aku hanya ingin bertemu teman masa kecilku."

Deg...

Ternyata Gita sudah tau.

"Bagaimana mas Cakra? Bukankah itu benar?" Gita menangkap raut wajah Cakra yang terlihat panik dan berusaha menyembunyikan hal itu.

"Tidak usah terus berpura-pura, aku sudah tau dari awal."

"Lalu? Apa maumu sekarang? Kau akan memberitahukannya kepada Raja Bhanuwarman karena aku menyamar sebagai rakyat yang tidak punya sopan santun?" Cakra mengalah dan memutuskan mengikuti keinginan Gita.

"Tidak mungkin aku akan melakukan itu."

"Kalau begitu terimakasih. Dan tolong menjauh lah dariku untuk sementara." Untuk kesekian kali, Cakra mencoba meninggalkan tempat duduknya.

"Jika seperti itu, aku tidak mau." Sela Gita.

Cakra dibuat bingung dengan ucapan Gita. Belum lama ini dia mengatakan akan menjaga rahasianya, namun sedetik kemudian ia berubah pikiran. Dasar wanita.

"Maksudnya?"

"Aku tidak mau menjauh darimu. Lagipula, kedatanganku ke Hasthana Wijaya hanya untuk menemui putra mahkota, Cakrawinata." Jelas Gita.

"Kau akan menuju kesana besok kan? Segeralah pergi, dan aku bisa tenang setelah itu." Tangan Cakra hendak membuka pintu di depannya hingga Gita menyerukan satu kalimat.

"Bagaimana kalau kita buat kesepakatan?" Tawar Gita.

"Aku tidak tau apa tujuanmu sebenarnya. Lebih baik kita bersikap seolah tidak saling mengenal setelah ini." Celah pintu sudah terlihat namun pintu itu terasa lebih berat dari sebelum mereka masuk.

"Kalau kau membiarkan aku tetap berada di dekatmu, aku akan tutup mulut tentang kehidupanmu."

"Tidak, terima kasih."

"Baiklah, aku akan membicarakan ini nanti denganmu,"

Tanpa persiapan, Cakra menangkap tubuh Gita yang sengaja dijatuhkan agar terlihat seperti orang pingsan.

Suara benturan di pintu membuat pengawal yang berdiri di depan segera membuka pintu dengan gelagat khawatir. Cakra semakin yakin kalau pengawal itu sengaja dipilih Gita untuk menemaninya supaya mudah dibodohi.

"Bagaimana Den Gita bisa jatuh?" Ucapnya dengan tergopoh-gopoh. Bukannya menyelesaikan masalah malah semakin membuat keadaan menjadi keruh.

"Bodoh! Daripada mondar-mandir begitu, bantu aku mengangkatnya." Ujar Cakra dengan geram.

"Ma-maaf, hamba tidak berani menyentuh Den Gita tanpa persetujuan."

"Tolol! Kalau tuanmu tiba-tiba mati di depan mata kamu, apakah kamu juga akan bertindak seperti ini?" Kali ini Cakra cukup kesal dengan pengawal berperawakan kecil itu.

Cakra tau Gita hanya berpura-pura namun, ia tidak bisa membiarkan orang lain tau kalau 'ndoro' mereka tergeletak di depan pintu dan tidak segera ditolong.

Dengan rasa berat hati, Cakra membopong tubuh Gita menuju tempat tidur yang berada di kamar khusus yang sudah dihias sedemikian rupa. Sedangkan pengawal payah itu hanya membuntuti Cakra sambil mengipasi Gita dengan kedua tangannya.

"Sialan! Merepotkan orang saja kau ini." Gumam Cakra tapi dipastikan orang yang sedang ia bopong juga mendengarkannya juga.

Tempat tidur kayu itu berderak dan membuktikan bahwa kayu itu sudah rapuh. Tubuh Gita sudah terbaring di atas tempat tidur itu. Kain yang berada di bawah kaki Gita kemudian diambil oleh Cakra untuk menyelimuti Gita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Prince Keraton Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang