"malam ini kita tidur disini, Den Cokro."
"Apa ! Di tempat kayak gini ?" Dengan tatapan nanar, Cakra melihat ke sekeliling tempat dengan banyak tumbuhan merambat dan tanah basah menghiasi area pohon besar dimana mereka berhenti.
"Tidurlah di kereta, biarkan saya menjaga Den Cokro disini."
Tanpa menunggu arahan yang kedua kalinya, Cakra memasuki kereta kuda dan merebahkan dirinya yang sudah kaku karena perjalanan yang lumayan jauh.
Hawa dingin ditambah suara hewan malam yang saling bersahutan membuat tidur Cakra tidak nyenyak. Bahkan ia tidak bisa memejamkan matanya barang sedetik pun.
Di bawah pohon besar, Pandji berdiri tegap sambil sesekali memijat lengannya. Dengan lentera yang tergantung di dahan pohon, Cakra bisa melihat Pandji perlahan mengumpulkan ranting-ranting kecil yang berserakan di bawah pohon.
Lentera yang tergantung kemudian ia ambil dan memakai apinya untuk mendapat cahaya kehangatan dari kayu dan ranting yang terbakar. Tidak lupa dengan minyak tanah yang mereka bawa sebagai perbekalan.
Suara ajak ajak ¹ membuat Pandji memasang tubuh waspada jika sewaktu-waktu hewan liar itu muncul membawa petaka bagi mereka. Suara mengerikan itu mulai menjauh dn Pandji bisa mendudukkan dirinya diatas kain yang ia bawa.
Cahaya kemerahan menerangi area itu sehingga nampak jika sekelilingnya adalah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon besar yang akan menghalangi cahaya masuk pada waktu pagi tiba.
"Pandji," suara panggilan Cakra membuat Pandji yang sedang mengasah senjatanya terperanjat dan hampir membantingnya.
"Oh, ada apa, Den ?"
"Saya nggak bisa tidur," mengetahui ada keanehan dalam diri Cakra, Pandji menarik sudut bibirnya.
"Den Cokro sudah kembali sadar ?"
"Nah kan, sama aja. Gue mulai pakai bahasa kayak gini biar kita bisa komunikasi dengan baik. Ya... Mungkin juga karena paksaan dari suara misterius itu." Kalimat terakhir yang diucapkan Cakra hampir tidak terdengar oleh siapapun selain dirinya.
"Apa ?"
"Nggak. Nggak ada apa-apa. Saya ingin kamu menceritakan tentang Hasthana Wijaya dan juga asal usul keluarga kerajaan."
"Baik, jika itu bisa membuat ingatan Den Cokro kembali."
***
Sayup-sayup terdengar suara cuitan burung dari atas pohon. Api yang menemani malam juga hampir padam. Cerita yang disampaikan Pandji sangat lengkap tanpa kurang sedikitpun. Kini Cakra tahu bagaimana asal-usul keluarganya.
"Lalu, apa kau mengenal orang dengan nama Pandhu Aji ?"
"Pandhu Aji ?" Ulang Pandji dengan nada bingung.
"Iya. Dia seorang patih."
"Selama saya menjadi Patih di kerajaan, tidak pernah saya menemui orang dengan nama tersebut."
"Begitu ya, baiklah saya akan mencarinya sendiri." Sejenak, Cakra merasa dirinya berwibawa ketika memakai bahasa formal seperti yang digunakan para petinggi kerajaan.
Keren juga ya kalau begini ...
"Biarkan saya membantu Den Cokro."
"Oh, nggak per-" Suara gemuruh dari perut Cakra memotong pembicaraannya dengan Pandji.
"Hari sudah menjelang pagi, sudah waktunya untuk berburu binatang atau paling tidak ada buah-buahan yang akan mengganjal perut sebelum kita sampai ke tempat singgah selanjutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Keraton
أدب تاريخيCakra Abimanyu, cowok yang anti dengan hal berbau kuno atau tradisional tiba-tiba tersedot ke dalam masa lalu kakek buyutnya. Bukan tanpa alasan ia dipanggil ke era tersebut. Ia mengemban tugas untuk mengubah sejarah kelam yang terjadi di kerajaan...