Aku memijakkan kakiku di tanah kelahiranku. Akhirnya aku kembali ke kota ini. Kota dengan seribu kenangan.
Aku sangat rindu suasana ini.
Aku melihat di hadapanku segerombolan manusia dengan wajah yang tak asing. Keluarga ku. Langkah demi langkah aku menapaki jalan dan menemui mereka. Tinggal selangkah lagi aku sudah tak bisa membendung rasa rindu di dadaku, aku memeluk wanita paruh baya yang menurutku masih tetap kelihatan cantik.
Selesai berpelukan dengan wanita itu, tubuhku langsung di tubruk oleh tubuh wanita yang kurindukan. Terdengar isakan kecil di balik bahuku. Segitu berartinya, kah, diriku di hadapannya?
Aku mengusap lembut rambutnya yang mulai memanjang dari terakhir kali kami bertemu. "Sudahlah Nina. Kita baru berpisah selama 5 tahun, tapi kau bersikap seakan kita sudah berpisah berpuluh - puluh tahun yang lalu" ujarku bercanda.
"Apa berbahasa asing selama 5 tahun membuat lo lupa akan bahasa sehari - hari kita?" tanyanya masih memelukku.
"tentu aja nggak. Lo tau gue. Gue nggak segampang itu melupakan" ujarku mulai merubah cara bicaraku.
"Hey! Hey! Sudah cukup untuk acara mengharukan antara sesama sahabat. Sekrang kita pulang, gue laper" ucap kakak laki-laki ku blak - blakkan.
Kami pun meninggalkan bandara. Ibuku menawarkan untuk makan di restoran, namun aku menolak dengan alasan sedang lelah dan ingin langsung tidur. Padahal karena aku sudah tak sabar ingin bertemu dengannya.
Selama perjalanan aku, kakak laki-laki ku dan Nina bercerita seru. Aku menceritakan kepada mereka semua yang terjadi padaku di luar sana, minus cowok populer dan menarik itu. Begitu juga kakak dan Nina. Mereka tak kalah semangat menceritakan kejadian - kejadian yang terjadi di sini selama aku tidak ada.
"Lo masih inget sama Dave, nggak?" tanya kakakku tiba - tiba.
Aku berpikir sebentar, berusaha menggali kembali ingatanku tentang orang - orang yang mungkin kukenal semasa dahulu. "Dave? David? Kakak laki - laki Devon?" tanyaku memastikan. Kakakku hanya membalas dengan anggukan disertai dengan senyuman. "Ada apa dengannya?"
"Dia pulang hari ini" jawabnya.
"Benarkah? Apa dia akan ke rumah?" tanyaku antusias. Memang sejak dulu aku sangat akrab dengan keluarga Devon. Aku dan kakakku sering bermain bersama Devon dan kakaknya. Kakakku hanya mengangguk lucu.
"Yah... Yah... Lanjutkan saja pembicaraan antara kakak dan adik itu. Gue cuma patung doang kok" ujar Nina tiba - tiba sambil memainkan jarinya. Melihat tingkahnya, kami semua pun tertawa.
Aku ingin suasana seperti akan selalu terjadi di kehidupanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him [END]
Short Story'Dia' Pria yang selalu berusaha keras mengejarku. 'Dia' Pria yang memaksaku secara tidak langsung. 'Dia' Pria yang kusayangi lebih dari apapun. 'Dia' Adalah sahabatku.