Hari ini hari kelulusan kami. Aku merasa sangat bersemangat hari ini. Seakan di perutku terdapat ribuan kembang api yang sedang meledak.
Untuk acara kelulusan, kami para senior memutuskan untuk membuat sebuah pesta dansa sederhana di dalam ruang olahraga kami yang sangat luas. Rencana sudah kami persiapkan jauh - jauh hari bahkan sebelum masa ujian. Semua orang sangat bersemangat, terutama para gadis yang sudah mempunyai pasangan. Memikirkan momen di mana mereka saling berpelukan erat tanpa memberi jarak sedikit pun, diiringi musik klasik romantis, di naungi lampu dengan beragam cahaya lembut, serta suara bisikan menenangkan dari sang kekasih. Sungguh malam yang dinantikan.
Tapi tidak denganku. Memang banyak yang menawarkan diri untuk mengajakku ke pesta dansa itu, namun aku tak menerima satu pun dari mereka. Entah kenapa namun aku merasa bahwa aku harus pergi dengannya. Dengan lelaki jangkung yang menyebalkan sekaligus tampan itu. Aku rasa itu tak akan terjadi.
Dengan terpaksa aku harus menghadiri malam itu. Bersama Nina! Sunggu malam yang menyebalkan. Siapa yang ingin di cap sebagai seorang gadis lesbi?! Ini ide mamaku yang seakan memaksa Nina untuk pergi bersamaku. Lebih tepatnya agar aku keluar dari kamarku dan dapat bersenang - senang bersama teman wanitaku.
Alhasil, aku hanya berdiri di samping meja camilan yang sedari tadi di hampiri oleh berpasang - pasang manusia berbeda jenis. Ini sangat memalukan. Bahkan ada yang secara terang - terangan menghina kesendirianku.
"Hoy! Dari tadi di panggil kok nggak nyahut sih?!" sebuah teriakan kecil seakan menarikku kembali ke dunia nyata.
"Dari tadi mamanya Devon manggil elu! Buruan pergi sana!" teguran Nina belum cukup untuk menyadarkanku. Hingga sebuah lengan menarik lenganku kehadapan sepasang suami-istri dan anaknya yang benar - benar tampan.
"Foto yuk bareng Devon biar ada kenang - kenangan gitu" ujar wanita tua itu.
"Ah... Saya sedang tidak dalam keadaan mood yang baik, bu. Sebaiknya Nina aja, deh" tolakku secara halus dan formal.
"Ih... Kamu nih ya. Tante itu nyuruh kamu. Dan nggak usah formal begitu deh."
Kalau sudah begini apa yang bisa kulakukan. Dengan pasrah aku mengikuti keinginan ibu Devon. Bahkan disaat kami disuruh bergandengan tangan pun aku sangat pasrah. Berbanding terbalik dengan Devon yang memasang wajah bahagia namun jengkel. Tapi dia jadi terlihat lucu dan imut.
Setelah sesi berfoto bersama keluarga Devon, aku dan Devon langsung ditarik oleh Nina menuju lokasi foto bersama anggota kelas kami.
Entah sengaja atau tidak, Nina membuatku berdiri di sebelah Devon di pojok paling belakang. Terlihat ketua kelas kami yang sibuk dengan kameranya di depan. Tak jarang ia terlihat kesal dan kebingungan. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya dengan tergesa - gesa ketua kelas kami berlari ke barisan yang sengaja di kosongkan untuknya. Pada hitungan ketiga, sebuah flashlight menyilaukan pandangan kami dan sebuah bibir lembut nan hangat mendarat di pipi kananku. Masih dalam keadaan syok berat, Devon berlari keluar gedung tanpa sekalipun berhenti untuk sekedar melirik ke belakang.
Nina beserta siswa/i berbondong - bondong meninggalkanku dan melihat hasil potret kami. Sekejap mereka semua merasa terkejut dan takjub. Tak terkecuali Nina yang sekarang sudah berjingkat - jingkat di hadapanku sambil terus meneriakkan kegirangannya akan tindakan mendadak Devon itu.
Ini benar - benar memalukan. Semua hadirin malam itu seketika melirik ke kelompok besar kami yang berfokus kepadaku. Ribuan bisikan - bisikan para gadis yang hadir malam itu menambah keramaian. Ini malam yang aneh.
Aku harus segera pulang dan menjernihkan otakku!
Begitu sampai di rumah, aku melirik ke dalam kamar Devon yang gelap. Mungkin ia sudah tidur. Namun ada yang aneh dengan rumah itu.
Gelap!
Tak ada sedikit pun pencahayaan di dalamnya!
Hah! Mungkin mereka sudah sangat kelelahan dan mematikan seluruh lampu pertanda mereka sedang tak ingin diganggu.
Lagi pula aku sudah sangat lelah untuk memikirkan penyebabnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/41639075-288-k319800.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Him [END]
Short Story'Dia' Pria yang selalu berusaha keras mengejarku. 'Dia' Pria yang memaksaku secara tidak langsung. 'Dia' Pria yang kusayangi lebih dari apapun. 'Dia' Adalah sahabatku.